Terowongan Neyama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Terowongan Neyama Lama: Penambahan info
Terowongan Neyama Lama: penambahan info
Baris 9:
Terowongan ini memulai sejarahnya pada masa [[pendudukan Jepang di Indonesia]]. Pada saat itu, luapan Sungai Ngasinan dan Sungai Dawir membentuk [[rawa]] seluas 3.000 hektar di Tulungagung bagian selatan, yang di musim hujan dapat meluas hingga 28.000 hektar, sehingga oleh masyarakat setempat disebut sebagai wilayah [[Campurdarat, Tulungagung|campur darat]]. Rawa tersebut pun sebelumnya dimanfaatkan oleh Angkatan Laut Belanda sebagai markas bagi [[pesawat terbang laut]] miliknya. [[Karesidenan Kediri|Residen Kediri]] saat itu, [[Enji Kihara]], kemudian menggagas pembangunan terowongan untuk mengurangi luas rawa dengan cara mengalirkan sebagian air Sungai Ngasinan ke Samudra Hindia. Terowongan diharapkan memungkinkan penanaman padi di lahan yang sebelummya rawan menjadi rawa, sehingga mendukung pemenuhan makanan bagi tentara Jepang.<ref name="jica4"/><ref name="sato"/>
 
Terowongan lalu mulai dibangun pada tanggal 1 Februari 1943 dengan anggaran biaya sebesar 750 ribu gulden, yang mana 300 ribu gulden di antaranya disediakan oleh pemerintah Karesidenan Kediri, sementara sisanya disediakan oleh pemerintah pendudukan Jepang.<ref name="hist"/> Tiap kepala desa setempat diberi tugas untuk menyediakan pekerja dalam jumlah tertentu, sehingga terkadang kepala desa juga harus membujuk warga agar jumlah pekerja dapat terpenuhi. Tiap pekerja mendapat upah bersih sebesar 0,14 gulden per hari, sementara mandor mendapat upah bersih sebesar 0,38 gulden per hari. Selama sembilan bulan pertama, pekerja yang dikerahkan untuk pembangunan terowongan rata-rata sebanyak 6.666 orang per hari. <ref name="sato"/>
 
Sebelum terowongan mulai dibangun, dilakukan pembangunan saluran air di kaki bukit dengan menggunakan peralatan sederhana. Pada akhir bulan September 1943, telah berhasil dibangun saluran air sepanjang 4 kilometer.<ref name="sato">{{cite book | last = Sato | first = Shigeru | author-link = | title = War, Nationalism and Peasants: Java Under the Japanese Occupation, 1942-1945 | publisher = M.E. Sharpe | series = | volume = | edition = | date = 1994 | location = New York | pages = | language = Inggris | url = https://books.google.co.id/books?id=woKPV5uVxU0C&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false | doi = | id = | isbn = 1-56324-544-2 }}</ref> Untuk meledakkan batu-batu kapur di kaki bukit, kemudian digunakan sejumlah bahan peledak yang disisihkan dari proyek pengembangan tambang batu bara di [[Bayah]]. Pemerintah Karesidenan Kediri lalu juga meminjam mesin bor dan kompresor udara dari [[Ishihara Sangyo]]. Pada bulan Oktober 1943, terowongan pun mulai dibangun. Pada tanggal 27 April 1944, [[Jawashinbun]] memberitakan bahwa Pemerintah Karesidenan Kediri bertekad menyelesaikan pembangunan terowongan pada bulan Juni 1944 dengan jumlah pekerja rata-rata 740 orang per hari.<ref name="sato" />