Surah An-Nisa’: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor pranala ke halaman disambiguasi
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 16:
| Harf-e-Mukatta'at =
|name-ar=النسآء|prev_sura=[[Ali Imran]]|next_sura=[[Al-Ma'idah]]}}
'''Surah An-Nisa'''' ({{lang-ar|سورة النسآء|translit=sūrah an-nisā’|lit=[[Wanita]]}})<ref name="Quran 4 U">{{cite web|author=Ibn Kathir|author-link=Ibn Kathir|title=Tafsir Ibn Kathir (English): Surah Al Nisa|url=http://www.quran4u.com/Tafsir%20Ibn%20Kathir/004%20Nisa.htm|work=Quran 4 U|publisher=[[Tafsir]]|access-date=23 December 2019}}</ref><ref>{{cite web|title=The Meaning of the Glorious Qur'ân,: 4. an-Nisa': Women|url=http://www.sacred-texts.com//isl/pick/004.htm|publisher=Sacred-texts.com|access-date=2016-05-24}}</ref> terdiri atas 176 ayat.<ref name="Haleem, M. A. S 200822008" /> Dinamakan ''An- Nisa'' (wanita) karena dalam surah ini banyak dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan [[wanita]]<ref name="Haleem, M. A. S 2008">Haleem, M. A. S. Abdel. The Qur'an. New York: Oxford University Press, 2008. Print.</ref> serta merupakan surah yang paling membicarakan hal itu dibanding dengan surah-surah yang lain. Surah ini digolongkan [[Madaniyyah]] sebagaimana ditetapkan oleh [[Muhammad Husain Thabathaba'i]] yang mengatakan bahwa berdasarkan isinya, surah ini diwahyukan setelah hijrahnya Nabi [[Muhammad]].<ref>“Tafsir Al-Mizan - An Exegesis of the Holy Quran by the Late Allamah Muhammad Hussain Tabatabai.” Web. 25 Nov. 2012.</ref>
 
Surah yang lain banyak juga yang membicarakan tentang hal wanita ialah [[surah At-Talaq]]. Dalam hubungan ini biasa disebut surah An-Nisa dengan sebutan "Surah An-Nisa al-Kubra" (surah An-Nisa yang besar), sedang surah At-Talaq disebut dengan sebutan "Surah An-Nisa Ash-Shughra" (surah An-Nisa yang kecil).<ref>{{Cite book|last=Khinn|first=Muṣṭafá Saʻīd|date=2014|url=https://www.worldcat.org/oclc/940900503|title=Sejarah ushul fikih|location=Jakarta|isbn=978-979-592-693-1|edition=Edisi Indonesia|pages=72|others=Muhammad Misbah|oclc=940900503|url-status=live}}</ref>
 
Meski surah ini muncul sebagai surah ke-4 dalam mushaf, menurut klasifikasi Nöldeke, berdasarkan tradisi Islam, An-Nisa' diturunkan sebagai surah ke-100.<ref>Robinson, Neal. Discovering the Qur'an: A Contemporary Approach to a Veiled Text. London: SCM Press LTD, 1996. Print.77.</ref> Amir-Ali menempatkannya sebagai surah ke-94, sedangkan Utsman dan Ibnu Abbas meyakini sebagai surah ke-92 yang diturunkan.<ref name="autogenerated1">[http://www.Clay.Smith.name/Revelation_Order.doc Smith, Clay Chip. "Revelation Order of the Qur'an According to 13 Sources." A Chronological Perspective of the Qur'an. N.p.. Web. 25 November 2012.] {{webarchive|url=https://web.archive.org/web/20030913131336/http://www.clay.smith.name/Revelation_Order.doc|date=13 September 2003}}</ref> [[Ja'far ash-Shadiq]] menempatkannya sebagai surah ke-91 yang diturunkan.<ref name="autogenerated1" /> Berdasarkan hukum anak yatim, surah ini kemungkinan besar diturunkan setelah banyak umat Islam terbunuh dalam [[Perang Uhud]], meninggalkan banyak tanggungan di masyarakat Muslim baru.<ref>Robinson, Neal. Discovering the Qur'an: A Contemporary Approach to a Veiled Text. London: SCM Press LTD, 1996. Print. 80.</ref> Dengan demikian, pewahyuannya dimulai sekitar tahun ketiga Hijriah, tetapi baru selesai pada tahun kedelapan Hijriah.<ref name="archive12archive">[[iarchive:InTheShadeOfTheQuranSayyidQutb|Qutb, Sayyid. In the Shade of the Qur'an. 3. eBook.]] {{webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150911183133/https://archive.org/details/InTheShadeOfTheQuranSayyidQutb|date=September 11, 2015}}</ref> Akibatnya, bagian dari surah ini, yang terpanjang kedua dalam al-Qur'an, diwahyukan bersamaan dengan sebagian dari [[Surah Al-Mumtahanah]] 60.<ref name="archive12archive" /> Akan tetapi, surah tersebut menunjukkan beberapa koherensi tematik, meskipun pewahyuannya terputus-putus.<ref>Tafsir Al-Mizan - An Exegesis of the Holy Quran by the Late Allamah Muhammad Hussain Tabatabai.” Web. 25 Nov. 2012.</ref>
 
Lebih lanjut, sehubungan dengan penempatan surah ini di dalam Al-Qur'an secara keseluruhan, Neal Robinson mencatat apa yang dia sebut sebagai "berkesinambungannya" surah-surah.<ref name="Robinson, Neal 1996">Robinson, Neal. Discovering the Qur'an: A Contemporary Approach to a Veiled Text. London: SCM Press LTD, 1996. Print. 266.</ref> Berdasarkan gagasan struktur ini, satu surah diakhiri dengan bahasan yang dilanjutkan pada surah berikutnya.<ref name="Robinson, Neal 1996" /> Surah Ali Imran, membahas laki-laki dan perempuan menjelang akhir surah (3:195).<ref name="Robinson, Neal 1996" /> Tema ini dilanjutkan dalam surah ini:<ref name="Robinson, Neal 1996" /> "Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan."<ref>Haleem, M. A. S. Abdel. The Qur'an. New York: Oxford University Press, 2008. Print. 50</ref> Kecocokan ini mungkin menunjukkan proses editorial yang kompleks dalam penyusunan mushaf.<ref>Robinson, Neal. Discovering the Qur'an: A Contemporary Approach to a Veiled Text. London: SCM Press LTD, 1996. Print. 270.</ref>
Baris 64:
* Pandangan Al-Qur'an terhadap [[Isa|nabi Isa]] (171–175)
* Masalah pusaka ''[[kalalah]]'' (176)
{{EndDiv}}Surah yang termasuk Madaniyah ini diturunkan untuk melindungi kelompok Muslim yang sedang bertumbuh,<ref name="archive1archive" /> serta menjelaskan peranan Al-Qur'an sebagai sumber hukum Islam tertinggi.<ref>Ernst, Carl W. How to Read the Qur'an : A New Guide, with Select Translations. Chapel Hill: The University of North Carolina Press, 2011. Ebook Library. Web. 25 Nov. 2012.</ref> Surah ini juga diturunkan untuk memberantas kesyirikan serta tradisi yang bertentangan dengan syariat, khususnya di masyarakat Arab pra-Islam (jahiliah).<ref name="archive1archive" /> Misalnya, salah satu ayat surah ini memuat keharusan berlaku adil terhadap yatim piatu (4:2-4) dan diturunkan dalam rangka membahas praktik masyarakat jahiliah yang mengawini gadis yatim piatu untuk mengambil harta mereka..<ref name="ReferenceA">Haleem, M. A. S. Abdel. The Qur'an. New York: Oxford University Press, 2008. Print. 50.</ref>
 
Perbuatan [[syirik]] (4:48 dan 4:116)<ref name="Quran 4 U2U" /> adalah bentuk kekafiran dan kezaliman paling keji, dan dianggap sebagai dosa yang tidak diampuni Allah.<ref>{{cite web|title=Encyclopaedia of Islam, Second Edition — Brill|url=https://referenceworks.brillonline.com/browse/encyclopaedia-of-islam-2/alphaRange/Sh%20-%20Sn/S?s.start=300}}</ref>
 
Surah An-Nisā tidak hanya membahas persoalan perempuan, tetapi juga membahas tentang hukum syariat seperti waris, perkawinan, cara merawat anak dan yatim piatu, hukum, jihad, hubungan umat Islam dan Ahli Kitab, perang, dan peran [[Isa]] (Yesus) sebagai seorang nabi, bukan "anak Tuhan" atau bagian dari "[[Tritunggal]]" seperti yang diklaim orang Nasrani.<ref name="archive1archive" /> Lebih jauh lagi, dalam membahas perang, surah ini mendorong umat Islam untuk berjuang melindungi yang lemah<ref name="ReferenceA" /> sebagaimana ayat 4:75: "Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.'?"<ref>Haleem, M. A. S. Abdel. The Qur'an. New York: Oxford University Press, 2008. Print. 57.</ref> Surah ini membahas banyak masalah yang dihadapi masyarakat Muslim awal serta menanggapi tantangan yang dihadapi masyarakat. Beragamnya persoalan yang dibahas dalam surah ini membuat sulit dalam pemaknaan sastrawinya. Namun, berdasarkan telaah terhadap tema-tema yang ada di setiap bagian surah, Amin Ahsan Islāhī membagi surah tersebut menjadi tiga bagian: reformasi sosial, masyarakat Islam dan penentangnya, serta kesimpulan.<ref>Boullata, Issa J. Literary Structures of Religious Meaning in the Qur'an. Richmond: Curzon Press, 2000. eBook. 29</ref> Mathias Zahniser menghadirkan cara alternatif dalam melihat struktur surat ini. Ia mengeklaim bahwa tema sentral dari surah ini adalah ditujukan kepada orang-orang Nasrani. Kesimpulannya, berdasarkan pengujian tersebut, surah ini memiliki keteraturan struktural seperti kesejajaran, pengulangan, dan komposisi.<ref name="Ernst, Carl W 2011">Ernst, Carl W. How to Read the Qur'an : A New Guide, with Select Translations. Chapel Hill: The University of North Carolina Press, 2011. Ebook Library. Web. 25 Nov. 2012. 190.</ref> Namun, Carl Ernst mengakui bahwa lebih banyak penelitian perlu dilakukan dalam jenis analisis struktural ini untuk lebih memahami komposisi surah yang begitu luas.<ref name="Ernst, Carl W 2011" />
 
Dalam bukunya yang berjudul ''Qur'an and Woman,'' [[Amina Wadud]] menempatkan pendekatan tafsir Al-Quran ke dalam tiga kategori: tradisional, reaktif, dan holistik.<ref>Wadud, Amina. Qur'an and Woman: Rereading the Sacred Texts from a Woman's Perspective. New York: Oxford University Press, 1999. Print. 1.</ref> Jenis penafsiran yang diterapkan pada surah ini mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap peran perempuan dalam masyarakat muslim. Mengambil pendekatan ketiga, pendekatan holistik memungkinkan pembacaan Alquran secara feminis,<ref>Wadud, Amina. Qur'an and Woman: Rereading the Sacred Texts from a Woman's Perspective. New York: Oxford University Press, 1999. Print. 3.</ref> yang secara khusus relevan dengan an-Nisā dan dapat membentuk kembali pemahaman tentang surah ini.
Baris 102:
{{Main|Shirk (Islam)}}{{blockquote|Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.|{{cite quran|4|48|style=inline}}}}{{blockquote|Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali.
|{{cite quran|4|116|style=inline}}}}
[[Tafsir]] [[Ibnu Katsir]] berbunyi, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), maksudnya, Dia tidak akan menganpuni hamba-hamba-Nya jika seseorang dalam menyembah-Nya juga mempersekutukan segala sesuatu dengan-Nya".<ref name="Quran 4 U3U" />{{rp|4:48}} The ''Enlightening Commentary into the Light of the Holy Qur'an'' juga berbunyi, "Syirik adalah bentuk dosa paling buruk dan dapat menghalangi orang dari pengampunan Allah."<ref>{{cite web|title=An Enlightening Commentary into the Light of the Holy Qur'an vol. 4|url=https://www.al-islam.org/printpdf/book/export/html/29333|work=Al Islam.org|page=47|access-date=16 March 2020}}</ref>
 
Juga dalam tafsir tersebut: "Syirik tidak akan diampuni, tambahannya lagi mereka juga dianggap menyembah [[setan]]".<ref name="Quran 4 U3U" />
 
=== Ketaatan kepada pemimpin ===
Baris 124:
{{blockquote|Karena itu, hendaklah orang-orang yang menjual kehidupan dunia untuk (kehidupan) akhirat berperang di jalan Allah. Dan barang siapa berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka akan Kami berikan pahala yang besar kepadanya. Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang berdoa, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu." Orang-orang yang beriman, mereka berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan [[Tagut]], maka perangilah kawan-kawan setan itu, (karena) sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.}}
 
[[Tafsir]] [[Ibn Kathir|Ibnu Katsir]] berkata, "Oleh karena itu, orang-orang beriman berperang dalam ketaatan kepada Allah dan untuk mendapatkan keridaan-Nya, sedangkan orang-orang kafir berperang dalam ketaatan kepada setan. Allah kemudian mendorong orang-orang beriman untuk memerangi musuh-musuh-Nya".<ref name="Quran 4 U3U" />{{rp|4.74 - 4:75}} Islam membolehkan perang untuk membela diri (Quran 22:39), untuk membela Islam (bukan untuk menyebarkannya), untuk melindungi orang-orang yang diusir secara paksa karena mereka Muslim (Quran 22:40), serta untuk melindungi yang tidak bersalah dari penindasan (Quran 4:75).
 
"Sejumlah pemikir Muslim di masa lalu dan [[Radikalisme|Muslim radikal]] saat ini... (terkait Ayat 76)... yang disebut 'ayat pedang', telah "[[Nasakh (tafsir)|mencabut]]" (maksudnya menghapus atau membatalkan) ayat-ayat yang membolehkan peperangan saja, sebagai pembelaan. Mereka menggunakan 'ayat pedang' ini untuk membenarkan perang melawan orang kafir sebagai alat untuk menyebarkan Islam."<ref>{{cite web|title=Religions|url=https://www.bbc.co.uk/religion/religions/islam/islamethics/war.shtml|work=[[BBC]]|access-date=24 December 2019}}</ref>
Baris 131:
{{blockquote|Mereka ingin agar kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, sehingga kamu menjadi sama (dengan mereka). Janganlah kamu jadikan dari antara mereka sebagai teman-teman(mu), sebelum mereka berpindah pada jalan Allah. Apabila mereka berpaling, maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka di mana pun mereka kamu temukan, dan janganlah kamu jadikan seorang pun di antara mereka sebagai teman setia dan penolong, kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang yang datang kepadamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu atau memerangi kaumnya. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya diberikan-Nya kekuasaan kepada mereka (dalam) menghadapi kamu, maka pastilah mereka memerangimu. Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangimu serta menawarkan perdamaian kepadamu (menyerah) maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.|{{cite quran|4|89-90|style=inline}}}}
 
Muhammad meminta semua sahabatnya untuk tidak menjadikan orang kafir sebagai teman setia atau pemimpin.<ref name="Kulayni" /> Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, jika mereka tidak mau [[Hijrah|berhijrah]], As-Saddi mengatakan bagian ayat yang bermakna: "Apabila mereka berpaling, maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka di mana pun mereka kamu temukan, dan janganlah kamu jadikan seorang pun di antara mereka sebagai teman setia dan penolong". Namun, Ibnu Katsir mengklarifikasi bahwa non-kombatan, mereka yang netral atau ragu-ragu untuk berperang dan mereka yang menawarkan perdamaian tidak boleh dilawan.<ref name="Quran 4 U3U" />
 
=== Perempuan yatim, suami ''nusyuz'', keinginan untuk damai dalam ikatan pernikahan, serta perceraian ===
Ayat-ayat ini mencakup masalah yang berkaitan dengan perempuan yatim, suami yang bersikap keras terhadap istri (''nusyuz''), dan keinginan perdamaian perkawinan.<ref name="Quran 4 U3U" />{{rp|4:127–130}}
 
=== Kemunafikan ===
Baris 142:
{{Main|Pandangan Islam mengenai kematian Isa}}{{blockquote|dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka, "Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,1 padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentang (pembunuhan) Isa, selalu dalam keragu-raguan tentang siapa yang dibunuh. Mereka benar-benar tidak tahu (siapa sebenarnya yang dibunuh), melainkan mengikuti persangkaan belaka, jadi mereka tidak yakin telah membunuhnya,|{{cite quran|4|157|style=inline}}}}
 
Penjelasan mengenai pandangan Islam mengenai kenabian Isa, dan bukannya Ketuhanan Isa, terdapat dalam [[Tafsir]] [[Ibn Kathir|Ibnu Katsir]].<ref name="Quran 4 U3U" />{{rp|4:157}}
 
=== Pandangan Islam tentang Tritunggal ===