Haji Darip: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Akhir hayat: Penyempurnaan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tag: kemungkinan menambah konten tanpa referensi atau referensi keliru Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 32:
Dalam menghabiskan masa tuanya, KH. Darip kembali ke masyarakat di Klender dan aktif di dunia dakwah serta kultural sambil berdagang kelontong dan kain sarung di Pasar Klender yang berdekatan dengan rumahnya. Kegiatan belajar mengajar dan berdagang menjadi rutinitasnya dalam keseharian. Pada tahun 1961, KH. Darip yang sejatinya adalah pejuang ikhlas tanpa pamrih dan sebagai pimpinan pejuang, rupanya banyak diantara pengikutnya yang eks pejuang membutuhkan pensiunan, hanyasanya didalam peraturannya itu harus ada tanda tangan KH. Darip sebagai pimpinan mereka, jika tidak ada tanda tangan KH. Darip, mereka tidak bisa mengurus. Dan atas dasar itu akhirnya KH. Darip menyempatkan diri untuk melakukan registrasi pensiunan TNI.
Demikianlah KH. Darip untuk berpuluh-puluh tahun setelah menegakkan kemerdekaan Tanah air Indonesia tetap menjadi sahabat, panutan dan guru bagi masyarakat, khususnya warga Betawi yang penuh ketauladanan dan tawadlu serta tidak ingin terlalu muncul dipemerintahan. Bahkan, dia rela tunjangan dan pensiunnya dicabut dan rumahnya tergusur, yang perpenting baginya berjuang lillahi ta'ala. "Beliau tidak memiliki tanda jasa karna tak mau mengurusnya. Perjuangannya semata-mata karena Alloh Swt," kata Soetopo Sekretaris umum DHD 45 DKI Jakarta. Sikapnya yang tak mau menonjol, tercermin pula ketika berulang kali menolak untuk diwawancarai wartawan. Tapi pada tahun 1976, berkat bantuan Pak Aseni kawan seperjuangan KH. Darip, Titiek WS redaktur pelaksana Majalah DEWI yang kemudian beralih ke Majalah SERASI, satu-satunya wartawati istana zaman Presiden Soeharto yang berhasil merekam obrolan tanpa sepengetahuan KH.Darip yang sedang dipancing-pancing Pak Aseni untuk bercerita tentang kisah perjuangannya. "Kala itu saya bertandang ke rumahnya di belakang Pasar Klender. Sungguh sederhana, sikap hidupnya. Rumahnya pun tak mencerminkan bahwa beliau memiliki kisah perjuangan yang sangat berarti bagi nusa dan bangsanya," kesan Titiek WS. "Puluhan wartawan datang kemari untuk mewawancarai saya, tetapi saya tolak. Perjuangan yang saya baktikan bukan untuk dibicarakan. Saya berjuang semata-mata demi kemerdekaan bangsa dan negara," kata KH. Darip, seperti yang dikutip Titiek WS. KH. Darip juga mengeluhkan jika bekas siksaan di zaman perang itu masih terus membekas seumur hidup. Kini rekaman suara itu telah diabadikan di museum gedung juang 45 menteng 31 Jakarta Pusat.
Pada hari sabtu pukul 00.30 dinihari tanggal 13 Juni 1981, KH. Darip menghembuskan nafas terakhirnya di kediamannya setelah beberapa hari dirawat di Rumah Sakit Islam Jakarta selama beberapa hari. Mendengar berita meninggalnya KH. Darip yang disiarkan radio RRI dengan pak Rusdi Saleh sebagai penyiarnya, pemerintah bersama DHD Angkatan 45 Jakarta melayat dan meminta agar jenazahnya disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata bersama para pejuang lainnya. Namun keluarga KH. Darip menyampaikan wasiat KH. Darip agar dimakamkan di Klender saja tepatnya di TPU Arrahman Kp. Tanah Koja Klender Jatinegara Kaum. Pemerintah dan kawan-kawan DHD 45 Jakarta pun mengerti dan memberikan penghormatan yang terakhir kalinya untuk KH. Darip dengan mengantarkan jenazah dan membantu proses pemakaman KH. Darip yang dilakukan secara militer sebagaimana umumnya para pejuang yang dimakamkan di TMP Kalibata. Usai pemakaman Bapak Jenderal Achmadi yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum DHD 45 Jakarta menancapkan pusara bambu runcing dan bendera merah putih yang terbuat dari besi di makam KH. Darip sebagai cendera mata dan kenang-kenangan atas jasa-jasa KH. Darip bagi bangsa dan negara. Demikianlah pemerintah mengenal dan mencatatnya sebagai tokoh pejuang yang dikenal baik oleh kawan seperjuangan Angkatan 45 diseluruh Indonesia, bahkan oleh lawan, terutama tentara Inggris dan Belanda/NICA yang pernah berhadapan dalam medan pertempuran. KH. Darip tidak memiliki catatan kejahatan sepanjang perjalanan menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia. Perjuangannya itu adalah perjuangan yang suci menegakkan negara republik Indonesia. Dengan wafatnya KH. Darip, rakyat dan Bangsa Indonesia kehilangan seorang ulama pejuang yang betul-betul penuh ketauladanan. Gelar, pangkat, jabatan, simpati, puja puji manusia, dan penghargaan apapun tak pernah melintasi benak hati dan pikirannya. Bahkan KH. Darip berpesan kepada keluarganya agar tidak perlu menuntut apa-apa kepada pemerintah atas jasa-jasanya itu. Sekalipun begitu bermunculan surat-surat keterangan dan pernyataan dukungan serta usulan yang ditujukan kepada Gubernur Jakarta Bapak Cokropranolo saat itu agar mengabulkan hal pemberian kenang-kenangan yang lain untuk KH. Darip dari kawan-kawan seperjuangan seperti Bapak Achmadi Ketua Umum DHD 45 Jakarta (20 juni 1981), Bapak Adam Malik Wakil Presiden R.I 2, Bapak Brig. Jend H. Sadikin eks. panglima Divisi Siliwangi, Bapak Surono Ketua Umum DHD 45 Jakarta (28 juli 1981), dan usulan itu berupa rumah tinggal dan nama jalan untuk KH. Darip sebagai tanda kenang-kenangan.<ref name=kemdikbud>http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/darip-h/</ref>
|