Borobudur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Maulana.AN (bicara | kontrib)
k Penambahan isi
Baris 36:
 
Banyak [[teori]] yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata ''Sambharabhudhara'', yaitu artinya "[[gunung]]" (''bhudara'') di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa [[etimologi]] rakyat lainnya. Misalkan kata ''borobudur'' berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi ''borobudur''. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata ''bara'' konon berasal dari kata ''[[vihara]]'', sementara ada pula penjelasan lain di mana ''bara'' berasal dari [[bahasa Sanskerta]] yang artinya kompleks candi atau biara dan ''beduhur'' artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam [[bahasa Bali]] yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah [[biara]] atau [[asrama]] yang berada di tanah tinggi.
 
[[Poerbatjaraka]] berpendapat bahwa arti kata ''boro'' adalah "biara", tetapi dibantah oleh [[N.J. Krom|Krom]] yang menyebutkan bahwa Borobudur bukanlah biara, melainkan stupa. Menurut Krom, berdasarkan perbandingan dengan stupa yang ada di [[India]], biasanya stupa tidak berdiri sendiri tetapi ada biara di dekatnya. Biara itu berfungsi sebagai tempat tinggal para biksu yang bertanggung jawab atas pemeliharaan tempat suci tersebut dan juga untuk menampung peziarah dari tempat lain. Jika dilihat dari besarnya Candi Borobudur, biara tersebut berukuran cukup besar tetapi sudah tidak ada lagi jejaknya karena dibangun dari kayu, lokasinya pun juga masih belum diketahui.<ref>{{Cite journal|last=Nastiti|first=Titi Surti|date=2018-09-30|title=Re-interpretasi Nama Borobudur|url=http://jurnalarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/amerta/article/view/326|journal=AMERTA|publisher=Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|volume=36|issue=1|pages=16|doi=10.24832/amt.v36i1.326}}</ref>
 
Sejarawan [[J.G. de Casparis]] dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada [[1950]] berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan [[prasasti Karangtengah]] dan [[Prasasti Tri Tepusan|Tri Tepusan]], Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja [[Kerajaan Medang|Mataram]] dari wangsa [[Syailendra]] bernama [[Samaratungga]], yang melakukan pembangunan sekitar tahun [[824|824 M]]. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu [[Pramodhawardhani|Pramudawardhani]]. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah ''sima'' (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara ''Kamūlān'' yang disebut ''Bhūmisambhāra''.<ref>{{cite book|author= Drs. R. Soekmono,|title= ''Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2'', 2nd ed.|publisher = Penerbit Kanisius|year= 1973, 5th reprint edition in 1988|location =Yogyakarta|page =46 }}</ref> Istilah ''Kamūlān'' sendiri berasal dari kata ''mula'' yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa ''Bhūmi Sambhāra Bhudhāra'' dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.<ref>{{cite web|last=Walubi|first=|title=Borobudur : Candi Berbukit Kebajikan|publisher=|date=|location=|url=http://www.walubi.or.id/waisak2004/Borobudur%20-%20Candi%20Berbukit%20Kebajikan.shtml|doi=|pages=|id=|access-date=2009-12-21|archive-date=2013-05-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20130510142025/http://www.walubi.or.id/waisak2004/Borobudur%20-%20Candi%20Berbukit%20Kebajikan.shtml|dead-url=yes}}</ref>