Perang Bubat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Thesillent (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Thesillent (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 44:
Patut dicermati bahwa ''[[Nagarakretagama]]'' yang dikarang Mpu [[Prapanca]] pada tahun 1365, dan secara luas dipandang sebagai sumber primer sejarah Majapahit, sama sekali tidak menyinggung peristiwa ini. Oleh karena itu beberapa sejarawan mempertanyakan keaslian ''Pararaton'', serta berpendapat bahwa ''Kidung Sunda'' hanyalah sebuah novel fiksi kuno dan Perang Bubat tidak pernah terjadi.<ref>{{Cite news|url=https://www.viva.co.id/berita/nasional/631196-perang-bubat-kisah-nyata-atau-rekaan|title=Perang Bubat , Kisah Nyata atau Rekaan?|date=28 Mei 2015|access-date=06 Mei 2018|language=id|work=[[VIVA.co.id]]}}</ref> Demi merukunkan beragam kajian ini, penting untuk dipahami bahwa ''Nagarakretagama'' adalah sebuah ''pujasastra''.{{efn| group=lower-roman | 1=Karya sastra yang dimaksudkan sebagai penghormatan kepada Hayam Wuruk, Raja Majapahit, dan untuk menggambarkan kegemilangan daulat Majapahit.}} Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto memaparkan di dalam Sejarah Nasional Indonesia II bahwa "peristiwa ini tampaknya sengaja dikesampingkan Prapanca{{efn| group=lower-roman | 1=Kemungkinan besar insiden yang dianggap sebagai aib bagi istana Majapahit ini secara sengaja ditiadakan dan dikesampingkan Prapanca.}} karena tidak berkontribusi bagi kegemilangan Majapahit, bahkan dapat dianggap sebagai kegagalan politis [[Gajah Mada]] untuk menundukkan orang Sunda."<ref name="Historia2"/>
 
==Versi ringkasRingkasan==
 
Dalam Kitab [[Kidung Sunda]] dijelaskanditulis bahwadalam ada3 utusan dari Majapahitpupuh, keberbahasa [[kerajaan Sunda GaluhJawa]] pertengahan, membawayang maksudberasal dari raja [[Hayam Wuruk|Sri RajasanagaraBali]] (Hayambukan Wuruk)dari untukSunda melamardan puteriditemukan kerajaandi [[Bali]].
 
'''Pupuh I''' berisi kisah Hayam Wuruk
'''Petikan Kitab Kidung Sunda Pupuh I'''
yang mencari permaisuri dan tentang putri Sunda yang melakukan bunuh diri setelah seluruh rombongan Sunda kalah dalam Perang Bubat.
 
'''Pupuh II''' berisi kisah Perang Bubat antara rombongan pengiring pengantin dari Sunda dan pasukan Majapahit.
{{cquote2|...“Maka Madhu kembali ke Majapahit membawa surat balasan raja Sunda dan memberi tahu kedatangan mereka. Tak lama kemudian mereka bertolak disertai banyak sekali iringan. Ada dua ratus kapal kecil dan jumlah totalnya adalah 2.000 kapal, berikut kapal-kapal kecil. Kapal jung...
 
'''Pupuh III''' berisi tentang Hayam Wuruk yang meratapi putri Sunda karena melakukan bunuh diri.
 
'''Petikan sebagian isi Kitab Kidung Sunda Pupuh I'''
 
{{cquote2|...“Maka Madhu kembali ke Majapahit membawa surat balasan raja Sunda dan memberi tahu kedatangan mereka. Tak lama kemudian mereka bertolak disertai banyak sekali iringan. Ada dua ratus kapal kecil dan jumlah totalnya adalah 2.000 kapal, berikut kapal-kapal kecil. Kapal jung...
 
Ada dua ratus kapal kecil dan jumlah totalnya adalah 2.000 kapal, berikut kapal-kapal kecil. Kapal jung...
 
...Ada kemungkinan rombongan orang Sunda menaiki kapal semacam ini. Namun ketika mereka naik kapal, terlihatlah pratanda buruk. Kapal yang dinaiki Raja, Ratu dan Putri Sunda adalah sebuah “jung Tatar (Mongolia/Cina) seperti banyak dipakai semenjak perang Wijaya.” (bait 1. 43a.)”...}}
Baris 57 ⟶ 66:
 
'''Petikan Kitab Pararaton'''
 
{{cquote2|...”Kesanggupan bangsawan bangsawan itu mengalirkan darah, para terkemuka pada pihak Sunda yang bersemangat, yalah: Larang Agung, Tuhan Sohan, Tuhan Gempong, Panji Melong, orang orang dari Tobong Barang, Rangga Cahot, Tuhan Usus, Tuhan Sohan, Orang Pangulu, Orang Saja, Rangga Kaweni, Orang Siring, Satrajali, Jagadsaja, semua rakyat Sunda bersorak...
 
Baris 67 ⟶ 77:
...Semua menteri araman itu berperang dengan naik kuda, terdesaklah orang Sunda, lalu mengadakan serangan ke selatan dan ke barat, menuju tempat Gajah Mada, masing masing orang Sunda yang tiba dimuka kereta, gugur, darah seperti lautan, bangkai seperti gunung, hancurlah orang orang Sunda, tak ada yang ketinggalan, pada tahun saka: Sembilan Kuda Sayap Bumi, atau: ([[1279]])."...}}
 
Menurut Prof. [[Slamet Muljana]], dalam bukunya yang berjudul "Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit, ada  beberapa ketidak sesuaian antara [[Pararaton]] dan [[Kidung Sunda]], yaitu:<ref>Slamet Mulyana. 2012. Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit. Yogyakarta: LKiS</ref>
Setelah perang Bubat, kitab Kidung Sunda menyatakan Gajah Mada moksa (menghilang ditelan bumi dengan cara-cara mistis), sedangkan dalam kakawain [[Nagarakretagama]] mengatakan [[Gajah Mada]] pensiun karena usianya sudah tua dan sudah waktunya digantikan dan menikmati masa-masa tua.
 
1. Menurut [[Pararaton]] rombongan raja Sunda Galuh datang ke Majapahit tanpa membawa putrinya.
 
2. Menurut [[Kidung Sunda]] putri Sunda, telah diantar ke Majapahit.
 
3. Kidung Sunda menyebutkan bahwa raja [[Hayam Wuruk]] wafat tidak lama setelah terjadinya perang Bubat pada tahun saka [[1279]] ([[1357]] M).
 
Menurut Kakawin [[Nagarakretagama]] pada tahun saka [[1295]], Hayam Wuruk masih mengeluarkan [[prasasti Panataran]].
 
Sedangkan [[Pararaton]] menyebutkan bahwa Hayam Wuruk wafat pada tahun saka [[1311]] ([[1389]] M). 32 tahun setelah terjadinya perang Bubat.<ref>Slamet Mulyana. 2012. Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit. Yogyakarta: LKiS</ref>
 
4. Kidung Sunda menyebutkan, setelah perang Bubat Patih [[Gajah Mada]] wafat akibat kemarahan keluarga Raja dan orang-orang Majapahit.
 
Menurut [[Nagarakretagama]], Patih [[Gajah Mada]] wafat pada tahun saka [[1286]] ([[1364]] M)
 
5. Nagarakretagama tidak pernah menyebutkan terjadinya perang Bubat hanya disebutkan bahwa Desa Bubat adalah suatu tempat yang memiliki lapangan luas, dan Raja [[Hayam Wuruk]] pernah mengunjunginya untuk melihat pertunjukan seni dan hiburan.
 
'''Kesimpulan'''
 
[[Nagarakretagama]] adalah sumber primer yang berisi peristiwa-peristiwa penting di Majapahit, karya Mpu [[Prapanca]] yang hidup sezaman dengan Gajah Mada dan ditulis pada tahun [[1365]], satu tahun setelah wafatnya [[Gajah Mada]]. Maka lebih dapat dipercaya dari pada [[Pararaton]] yang mencatat wafatnya Gajah Mada pada tahun saka [[1290]].
 
[[Kidung Sunda]] ditulis pada tahun saka 1775 ([[1853]] M) tidak ada keterangan siapa penulisnya, dan tidak menyebutkan nama raja dan putri Sunda yang gugur di perang Bubat. Hal ini menjadi sangat perlu dipertanyakan apakah benar yang gugur di lapangan Bubat adalah raja Linggabuana dan putri Dyah Pitaloka. Isi dari naskah ini juga banyak yang berbeda dengan piagam-piagam yang berkaitan dengan Majapahit termasuk dengan [[Pararaton]] dan [[Nagarakretagama]] yang sama sekali tidak menulisnya. Kidung Sunda adalah sumber sekunder, bahkan tersier.
 
== Pinangan ==