Soeprijadi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengubah "g" menjadi "G" |
|||
Baris 119:
Pada Agustus 2018, diterbitkan sejumlah publikasi media mengenai pemberontakan [[Kota Blitar|Blitar]] yang memberikan data baru tentang keadaan hilangnya Soeprijadi, dengan mengutip dua orang saksi. Yang pertama ialah seorang rekan prajurit pahlawan nasional berusia 91 tahun bernama Sukiyarno yang disebut-sebut sebagai orang terakhir yang masih hidup dalam pemberontakan Blitar sedangkan yang kedua adalah Darsono yang berusia 89 tahun yang diduga seperti Soeprijadi, adalah pengikut pendakwah Blitar Ahmad Kasan Bendo.<ref name="Detik-Dua Sahabat" /><ref name="Detik-91 Tahun" /> Sukiyarno mengatakan bahwa terakhir kali dia melihat Soeprijadi adalah pada malam 14 Februari 1945: dia berbicara menentang menyerah kepada Jepang dan berencana untuk keluar dari pengepungan ke arah barat. Beberapa waktu kemudian, Sukiyarno yang setelah pemberontak menyerah, melarikan diri dengan hanya beberapa hari ditangkap, mendengar desas-desus bahwa Soeprijadi adalah bagian dari brigade romusha yang bekerja di tambang batu bara desa Bayah. Informasi ini ditafsirkan sebagai kemungkinan konfirmasi dari bukti yang sudah diketahui tentang tinggalnya Supriyadi di desa Bayah.<ref name="Detik-Dua Sahabat" />
Darsono, yang pada tahun 1945 berusia 16 tahun, melaporkan bahwa ia hadir pada pertemuan terakhir Soeprijadi dengan Ahmad Kasan Bendo, seorang ustadz Blitar yang berusaha membujuk perwira muda tersebut untuk memulai pemberontakan karena menganggapnya terlalu dini dan dapat dikalahkan dengan mudah. Setelah tidak berhasil meyakinkan Soeprijadi, Bendo diduga menginstruksikan Darsono dan 3 murid mudanya untuk membantu menyembunyikan pemimpin pemberontak dari Jepang setelah perlawanan dipatahkan. Mengikuti instruksi sang guru, Darsono dan kawan-kawan berhasil membawa Soeprijadi pada malam 14 Februari ke tempat penampungan di lereng timur [[
Anggapan bahwa Soeprijadi selamat meninggalkan Blitar didukung oleh para sejarawan [[Jepang]] yang umumnya tak menilai tinggi persiapan pemberontakan dan dampaknya terhadap penguasa pendudukan. Umpamanya, Shigeru Sato ({{lang-ja|茂 佐藤}}), penulis beberapa karya tentang sejarah [[Indonesia]] selama masa pendudukan Jepang dan pembentukan kemerdekaan negara, percaya bahwa Soeprijadi melarikan diri dari medan perang dan kemungkinan mencapai [[Jawa Barat]].{{sfn|Shigeru Sato|2010|p=206}}
|