Film dokumenter: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 18:
Kesuksesan mutakhir pada genre dokumenter, dan kemunculannya pada keping-keping [[DVD]], telah membuat film dokumenter menangguk keuntungan finansial meski tanpa rilis di bioskop. Meski begitu pendanaan film dokumenter tetap eksklusif, dan sepanjang dasawarsa lalu telah muncul peluang-peluang eksibisi terbesar dari pasar penyiaran. Ini yang membuat para sineas dokumenter tertarik untuk mempertahankan gaya mereka, dan turut memengaruhi para pengusaha penyiaran yang telah menjadi donatur terbesar mereka.<ref>{{Cite web |url=http://www.indiewire.com/ots/fes_01Sund_010208_Docs.html |title=Indiewire, "FESTIVALS: Post-Sundance 2001; Docs Still Face Financing and Distribution Challenges" |access-date=2007-05-19 |archive-date=2007-05-19 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070519040840/http://www.indiewire.com/ots/fes_01Sund_010208_Docs.html |dead-url=no }}</ref>
 
Dokumenter modern saling tumpang tindih dengan program-program televisi, dengan kemunculan ''reality show'' yang sering dianggap sebagai dokumenter namun pada kenyataannya kerap merupakan kisah-kisah fiktif. Juga bermunculan produksi dokumenter ''the making-of'' yang menyajikan proses produksi suatu [[Film]] atau [[video game]]. Dokumenter yang dibuat dengan tujuan promosi ini lebih dekat kepada iklan daripada dokumenter klasik.{{butuh rujukan}}
 
Kamera video digital modern yang ringan dan editing terkomputerisasi telah memberi sumbangan besar pada para sineas dokumenter, sebanding dengan murahnya harga peralatan. Film pertama yang dibuat dengan berbagai kemudahan fasilitas ini adalah dokumenter karya ''Martin Kunert'' dan ''Eric Manes'': ''Voices of Iraq'', di mana 150 buah kamera DV dikirim ke Iraq sepanjang perang dan dibagikan kepada warga Irak untuk merekam diri mereka sendiri.