Pangan vs. bahan bakar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Sektor Ekonomi: merapikan penulisan judul rujukan |
Noname5679 (bicara | kontrib) Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan. Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala |
||
Baris 13:
== Bahan Bakar dari Tanaman Pangan ==
Pengembangan bahan bakar nabati sangat terkait dengan kondisi pangan. Secara langsung keduanya harus menggunakan luas lahan yang terbatas, serta bersama-sama memanfaatkan [[sumber daya air]]. Kondisi produksi pangan global sangat dipengaruhi oleh berkurangnya luas lahan produktif akibat alih fungsi lahan dari usaha pertanian pangan menjadi usaha pertanian non-pangan. Bahan bakar nabati dihasilkan dari produk hasil pertanian yang biasanya digunakan untuk bahan pangan atau pakan, seperti jagung, kedelai, atau singkong. Ini akan mempengaruhi jumlah produksi pangan hasil ternak, dan juga ketersediaan pangan bagi manusia. Kegairahan menanam [[Komoditas|komoditi]] bahan bakar nabati non-pangan menyebabkan adanya peralihan peruntukan lahan yang seharusnya digunakan untuk menanam bahan pangan menjadi tanaman untuk bahan bakar nabati. Peralihan fungsi lahan pangan yang terjadi di Indonesia, dimana banyak lahan persawahan yang berubah menjadi perkebunan lahan sawit, merupakan salah satu faktor penyebab turunnya produksi beras. Hal tersebut terjadi karena masyarakat menilai kelapa sawit lebih menguntungkan dibandingkan memproduksi beras. Oleh karenanya, kebijakan terkait pengembangan bahan bakar nabati haruslah dengan pertimbangan yang mengedepankan agar tidak terjadi pengalihan lahan-lahan pangan produktif maupun mengorbankan hutan, dan dapat mempertimbangkan pemanfaatan lahan-lahan terlantar.<ref>{{Cite journal|last=Harbintoro|first=Sony|last2=Krisnadi|first2=Luky|last3=Hafid|first3=Hafid|date=2016-08-24|title=Penelitian Penggunaan Bahan Bakar Nabati (Bbn) pada Mesin Diesel Stasioner sebagai Upaya Mengurangi Ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak|url=http://dx.doi.org/10.26578/jrti.v7i14.1539|journal=Jurnal Riset Teknologi Industri|volume=7|issue=14|pages=110|doi=10.26578/jrti.v7i14.1539|issn=2541-5905}}</ref>
[[Kelapa sawit|Sawit]] merupakan bahan baku bahan bakar hayati yang populer di Indonesia, sementara di [[Amerika Serikat]] banyak menggunakan jagung sebagai bahan baku biofuelnya. Sekitar 40% produksi jagung di Amerika digunakan untuk produksi etanol. Cina dan Kanada adalah negara lainnya yang memproduksi biofuel dari jagung. Penelitian menunjukkan bahwa nilai sosial dan ekonomi untuk memproduksi jagung sebagai pangan di Amerika Serikat adalah $1.492 per hektare, sementara untuk produksi biofuel hanya $10 per hektare. Artinya, penggunaan jagung sebagai pangan jauh lebih menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan dibandingkan biofuel.<ref>{{Cite web|last=Zuhra|first=Wan Ulfa Nur|title=Biofuel dari Jagung, Lebih Besar Biaya dari Manfaatnya|url=https://tirto.id/biofuel-dari-jagung-lebih-besar-biaya-dari-manfaatnya-csAP|website=tirto.id|language=id|access-date=2022-01-29}}</ref>
[[Kedelai]] adalah komoditas yang permintaanya tinggi karena produk hilirnya sangat beragam dan bernilai tinggi, meliputi pakan, pangan, energi dan bahan baku industri. Ketergantungan masyarakat terhadap produk turunan kedelai, seperti tahu dan tempe, menjadikan kedelai sebagai bagian dari bahan pangan pokok. Minyak dari kedelai dikonsumsi secara intensif sebagai minyak sayur di seluruh dunia. Minyak kedelai kegunaan utamanya adalah sebagai bahan lemak dalam industri pangan, yang bersama-sama dengan minyak sawit merupakan lemak nabati yang paling banyak digunakan. Peran potensi kedelai juga semakin besar dalam industri biodiesel, karena terbukti bahwa minyak kedelai adalah bahan baku pembuatan biodiesel yang sangat baik. Produksi biodiesel yang menggunakan minyak kedelai semakin banyak selama dekade terakhir ini. Penyebarluasan ke Asia yang semakin luas dan tumbuh relatif cepat menyebabkan kenaikan harga minyak kedelai. Budidaya kedelai sangat terkonsentrasi secara geografis pada empat negara, yaitu Amerika Serikat, Brazil, Argentina dan Cina, dengan pangsa produksi hampir 90% dari output dunia. Sementara Asia dan Afrika yang merupakan dua kawasan rawan pangan, hanya berkontribusi sekitar 5% dari produksi tersebut. Dengan demikian, dinamika penawaran kedelai dunia sangat ditentukan oleh keempat negara tersebut, terutama AS. Situasi seperti ini sangat rawan, karena pemasok yang terbatas melayani banyak permintaan, sehingga dapat terjadi kompetisi pembelian yang berakhir pada kesetimbangan dengan tingkat harga yang tinggi.<ref>{{Cite journal|last=Bantacut|first=Tajuddin|date=2017|title=Pengembangan Kedelai untuk Kemandirian Pangan, Energi, Industri, dan Ekonomi.|url=http://www.jurnalpangan.com/index.php/pangan/article/view/346/299|journal=Pangan|volume=26|issue=1}}</ref>
|