Pengambil-alihan beberapa wilayah Kesultanan Mataram Islam oleh VOC tertuang dalam (Pasal II Perjanjian 5 Oktober [[1705]]) yang berbunyi bahwa jurisdiksi dan pemilikan tanah di sebelah barat gunung-gunung dan sungai-sungai diserahkan kepada [[VOC]] dimulai dari muara Sungai Donan di Laut Selatan, sepanjang sungai tersebut ke arah barat sampai Passorouan, awal dari danau dalam ([[Segara Anakan]]), ke arah utara sepanjang tepi timur dan utara dari danau sampai muara Sungai Tsiborom (sekarang ''Ciberem''), sepanjang tepi timur dan utara dari rawa yang tak dapat dilalui sampai Tsisatia (sekarang ''Cisatya'') sekitar Negeri Madura, ke arah utara sebelah timur melalui pegunungan Dailoer (Dayeuhluhur) sampai gunung Sumana setelah Subang, sebelah tenggara Gunung Bongkok, ke arah utara sampai di Sungai Lassarij ([[Losari]]).<ref>Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010)</ref><ref>Soedarmadji, Hari Jadi Kabupaten Cilacap Alternatif Dari Alternatif (Cilacap: Setda Kabupaten Cilacap, 1990)</ref><ref>Soedarto, dkk, Buku Sejarah Cilacap (Cilacap: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap, 1975)</ref>
==Sejarah==
Berdasarkan kajian Epigrafi, nama Donan (Handaonan) jauh lebih tua dibanding nama Cilacap (Chelachap) didasarkan pada beberapa temuan prasasti era [[Kerajaan Mataram Kuno|Mataram Kuno]], seperti:
#[[Prasasti Salingsingan]] berangka tahun [[880]] Masehi.
#[[Prasasti Er Hangat]] berangka tahun [[885]] Masehi.
#[[Prasasti Panunggalan]] berangka tahun [[896]] Masehi.
#[[Prasasti Pabuharan]] berangka tahun [[900]] Masehi.
#[[Prasasti Luitan]] berangka tahun [[901]] Masehi.<ref>Casparis, J.G. de. Prasasti Indonesis I-Inscripties Uit de Cuilenders-Tijd. Bandung.</ref>
Ke 5 prasasti ini menceritakan adanya nama-nama desa/daerah/wilayah yang terletak di daerah sepanjang aliran [[sungai Serayu]], di daerah [[Kabupaten Purbalingga|Purbalingga]], [[Banjarnegara]], [[Wonosobo]], [[Banyumas]], dan [[Cilacap]].<ref>MM. Sukarto K. Atmodjo. 1990. Menelusuri Sejarah Cikal Bakal Hari Jadi Cilacap Berdasarkan Data Prasasti Kuno.</ref><ref>Dewi, Laela Nurhayati, SS.,M.Hum, dkk. 2014. Arca Hindu : Koleksi Museum Jawa Tengah Ranggawarsita. Semarang : Museum Ranggawarsita Jateng.</ref><ref>Ahmad, Zainollah. 2015. Topographia Sacra: Menelusuri Jejak Sejarah Jember Kuno. Jogyakarta : Penerbit Araska.</ref><ref>Museum Nasional Jakarta. Koleksi Prasasti Museum Nasional Jilid I.</ref><ref>Priyadi, Prof. Dr. Sugeng, M.Hum. 2015. Menuju Keemasan Banyumas. Purwokerto : Pustaka Pelajar.</ref><ref>Poesponegoro, Marwati Djoened. 2010. Sejarah Nasional Indonesia II : Zaman Kuno Cetakan Keempat. Jakarta : Balai Pustaka</ref><ref>Dwiyanto, Bambang, dkk. 2011. Sejarah Kabupaten Cilacap. Cilacap : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.</ref> Selain itu nama Donan juga terdapat pada [[Naskah Bujangga Manik]] dari tahun [[1500]] M, yang disebut sebagai Donan Kalicung. Sedangkan nama Cilacap atau Chelachap belum disebut.<ref>Noorduyn. J. 1983. Bhujangga Manik‟s Journeys Through Java : Topogropical data From an Old Sundanese Source. Dalam BKI deel 138 4e, S-Gravenhage Martinus Nihoff.</ref>
Dalam Peta perjalanan [[Francois Valentyn]], pada [[1726]] Masehi, juga tidak menyebut nama Cilacap, yang dikenal hanya nama-nama desa dan sungai seperti; Souse River ([[Sungai Serayu]]), Lonbong Negory, Dainu, Doman, Calomprit, Oetiong Klang, Kali Kams, Kara Doea, Kali Balampang, Pagalangan, Pasongon, Oeloebontoe, Boeykota, Careong dan sungai besar ditulisnya dengan istilah ''De Schey River''. Semua tempat dan sungai-sungai tersebut terletak di sebelah Utara [[Pulau Nusakambangan]] serta di sebelah Timur dan Utara [[Segara Anakan]].<ref>Wibowo, M. Unggul. 2001. Nusakambangan: Dari Pulau Boei Menuju Pulau Wisata. Jogjakarta: Mitra Gama Widya.</ref>
Nama Cilacap baru muncul atau disebut pada buku '''The History of Java''' (volume I) karya [[Thomas Stamford Raffles]], terbitan tahun [[1817]] (Peta Raffles dibuat pada zaman pemerintahan Inggris di [[pulau Jawa|Jawa]] pada 1817) yang kemudian diterbitkan kembali oleh penerbit [[Kuala Lumpur]], Oxford University Press, pada [[1978]]. Berikut petikan aslinya, ''To the easward of these districts, and crossing the island from north to south, is the province of Cheribon, divided into the principal, districts. To the South is the island of NOESA KAMBANGAN which from the harbour of Chelachap.''<ref>The History of Java. Kuala Lumpur: Oxford University Press. 1978.</ref><ref>Priyadi, Prof. Dr. Sugeng, M.Hum. 2017. Masa Hindu–Budha : Sejarah Indonesia Abad IV –XV. Purwokerto : Pustaka Pelajar</ref><ref>Soedarto. 1975. Buku Sejarah Cilacap. Cilacap : Pemerintah Daerah Tk. II.</ref>
===Prasasti Salingsingan===
Menceritakan Dana Kebaktian milik Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala kepada Bathara di Salingsingan tentang sebuah dharma atau Bangunan Suci (sekarang [[Candi Wulan]], [[Candi Asu]], dan [[Candi Pendem]]) yang terletak di dekat bertemunya sungai Pabelan dan sungai Tlising di lereng [[Gunung Merapi]].
Terdapat juga nama-nama desa di daerah kabupaten Cilacap, seperti: desa Gulung (sekarang Grumbul Mengulung, terletak dipinggir kali Kembang kuning, kecamatan Kawunganten) desa Jati (terletak di kecamatan Binangun) desa Sunda (sekarang Surusunda), desa Manghujung (sekarang Ujung Manik, terletak di Kecamatan Kawunganten), dan desa Handaonan (sekarang Donan, kelurahan di kecamatan Cilacap Tengah).
===Prasasti Er Hangat===
Maharaja Dyah Tagwas Sri Jayakirttiwardhana yang berkuasa tahun [[885]] Masehi, mendatangi desa Kapung, dan sang raja singgah di desa Er Hangat atau desa Kali Anget, yang sekarang terletak di wilayah [[Kabupaten Wonosobo|Wonosobo]].
Terdapat juga nama-nama desa di daerah Kabupaten Cilacap, seperti: desa Limo manis (sekarang Kecamatan Jeruklegi), desa Nusa (Nusawangka, Nusawungu, terletak di wilayah Kecamatan Nusawungu), Nusajati (terletak di wilayah Kecamatan Binangun), Nusa Tembini, dan [[Pulau Nusakambangan]].
Dalam prasasti ini dikatakan pula bahwa Desa Nusa dipimpin oleh seorang Rama (Kepala Daerah) disebut Pu Sakti, dan Kepala Daerah di Limo Manis (Jeruklegi) menerima pasak-pasak atau pemberian, pisungsung, berupa emas seberat 4 ma. Juga dikatakan, bahwa nama Desa Dalyatan(sekarang Kecamatan Kawunganten), Kayu Hurang, Nusa dan Desa Limo Manis (Jeruklegi) merupakan ''wanwatpi siring'' atau desa perbatasan, yang berstatus desa yang bebas pajak atau desa Salud Mangli. Prasasti ini ditemukan di [[kabupaten Banjarnegara]].
===Prasasti Panunggalan===
Menceritakan beberapa saksi di upacara tertentu, salah satunya seorang Rakupang yang menjabat sebagai Manghingtu (petugas keagamaan) dari Desa Danu (sekarang Kelurahan Donan di Kecamatan Cilacap Tengah, Kabupaten Cilacap).
Terdapat juga nama-nama desa seperti: Air Bulang (sekarang Desa Bolang di Kecamatan Dayehluhur, Kabupaten Cilacap), Maddhyapura (sekarang Desa Madura di Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap), Panunggalan (sekarang Desa ini berada di Kecamatan Cahyana, Kabupaten Purbalingga), serta beberapa nama desa yang lokasinya belum jelas seperti desa Bhratma, Tegangrat, Air Pelung, Rayun Haruan, Tiwuran, Pringn Sungudan, dan Jamwi. Prasasti ini ditemukan di Desa Panunggalan, Kecamatan Cahyana, [[Kabupaten Purbalingga]].
===Prasasti Pabuharan===
Menceritakan nama-nama desa yang berada di daerah perbatasan yang termasuk Desa Sima (desa bebas pajak), seperti Asinan (sekarang Desa Pengasinan, terletak di Kabupaten Banyumas), desa Pabuharan, yang membawahi desa Asinan (sekarang Desa Pabuwaran, terletak di Kabupaten Banyumas), desa Pasir yang merupakan batas sebelah Timur (sekarang Pasir Lor, Pasir Kidul, Pasir Wetan, Pasir Kulon terletak di Kota Purwokerta), desa Ngasinan (sekarang Dusun Ngasin di Kecamatan Karangkandri, Kabupaten Cilacap). Istilah Pasir juga berkaitan dengan babad Pasir Luhur, yang mengacu pada nama desa Pasir yang sudah dikenal sejak tahun [[900]]-an. Prasasti ini ditemukan di aliran sungai Serayu, antara Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap.
===Prasasti Luitan===
Berisi tentang pengaduan penduduk Desa Luitan atau wilayah Kapung kepada Rakyan Mapati I Hino Pu Daksa Sri Bahubaajrapratipaksasaya, sehubungan dengan tanah yang diukur oleh pemungut pajak yang sebenarnya sempit tetapi dikatakan seluas datu tampah, dan ketika diukur ulang ternyata sempit. Akibat dari laporan yang tidak sesuai fakta itulah, menyebabkan penduduk desa Luitan tidak mampu mengisi uddhara (sejenis pajak/PBB). Prasasti ini ditemukan pada [[1977]] di dekat Punden Lingga (oleh warga disebut Punden Mbok Ageng Lingga) Desa Pesanggrahan, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap.
==Referensi==
|