Kerajaan Kadiri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 160:
== Hubungan dengan kekuatan regional ==
[[File:Southeast Asia trade route map XIIcentury.jpg|thumb|300px|left|[[Sriwijaya]] dan '''Panjalu''' sekitar abad ke 12 hingga awal abad ke-13]]
 
[[Kerajaan Panjalu]] yang berkuasa di [[Jawa]] bersama dengan [[Sriwijaya|Kedatuan Sriwijaya]] yang berbasis di [[Sumatera]] sepanjang abad ke 12 hingga ke-13, tampaknya telah mempertahankan hubungan perdagangan dengan [[Tiongkok]] dan sampai batas tertentu dengan [[India]]. Catatan Cina mengidentifikasi kerajaan ini sebagai ''Tsao-wa'' atau ''Chao-wa'' (Jawa), sejumlah catatan Tiongkok menandakan bahwa penjelajah dan pedagang [[Cina]] sering mengunjungi kerajaan ini. Hubungan dengan India adalah hubungan budaya, karena sejumlah Rakawi ''(penyair atau sarjana)'' Jawa menulis literatur yang diilhami oleh mitologi, kepercayaan, dan epos [[Hindu]] seperti [[Mahabharata]] dan [[Ramayana]].
 
Pada abad ke-11, hegemoni [[Sriwijaya]] di kepulauan [[Indonesia]] mulai menurun, ditandai dengan invasi Rajendra Chola dari [[Kerajaan Chola]] ke [[Semenanjung Malaya]] dan [[Sumatera]]. Melemahnya hegemoni Sriwijaya telah memungkinkan terbentuknya kerajaan-kerajaan [[regional]], seperti Panjalu, yang berbasis pertanian daripada perdagangan. Belakangan Kerajaan Kadiri berhasil menguasai jalur perdagangan rempah-rempah ke [[Maluku]].<ref>https://www.britannica.com/place/Kadiri</ref>
 
''Menurut berita Cina, dan kitab Ling-wai-tai-ta diterangkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang-orang memakai kain sampai di bawah lutut. Rambutnya diurai. Rumah-rumah mereka bersih dan teratur, lantainya ubin yang berwarna kuning dan hijau. Raja mengenakan pakaian sutra, sepatu kulit dan perhiasan emas berukir. Rambutnya disanggul tinggi-tinggi di atas kepala. Setiap hari, dia akan menerima pejabat negara, dan menjalankan kerajaannya, di atas takhta persegi. Setelah pertemuan, pejabat negara akan membungkuk tiga kali kepada raja. Jika raja bepergian ke luar istana, raja naik gajah atau kereta yang diiringi oleh 500 sampai 700 tentara dan pejabat, sementara rakyatnya, orang-orang Panjalu, bersujud saat raja lewat.

''Tiga pangeran ditunjuk sebagai asisten raja. Ada pejabat bergelar simajie dan luojielian (rakryan). Mereka mengelola urusan negara bersama-sama seperti menteri utama di pusat, tetapi tidak memiliki gaji tetap, dihadiahi hasil bumi asli dan barang-barang lainnya. Di bawah mereka ada tiga ratus atau lebih juru tulis yang didelegasikan administrasi kota, perbendaharaan negara, lumbung, dan tentara. Para komandan militer dibayar dua puluh tael emas setahun. Tentara memiliki 30.000 tentara yang juga dibayar dengan jumlah emas yang bervariasi setiap tahun. Adat di negeri ini adalah melangsungkan akad nikah tanpa menggunakan mak comblang. Pihak keluarga laki-laki cukup memberikan hadiah berupa emas kepada keluarga pihak perempuan untuk dinikahkan. Mereka tidak menetapkan hukuman untuk sebagian besar kejahatan. Pihak yang bersalah hanya menebus dirinya dengan membayar denda dalam bentuk emas yang besarnya tergantung dari keseriusan kejahatannya. Hanya perampokan yang dihukum mati.
 
''Ada banyak monyet di pegunungan, dan mereka tidak takut pada manusia. Saat orang memanggil mereka dengan suara "xiao, xiao" (yaitu, bersiul), mereka langsung keluar. Saat buah-buahan dilemparkan ke mereka, monyet terbesar keluar lebih dulu. Penduduk setempat menyebutnya Raja Kera. Setelah selesai makan, monyet lainnya memakan apa yang ditinggalkannya. Di negeri ini terdapat kebun bambu tempat diadakannya sabung ayam dan adu babi hutan. Rumah mereka megah dan dihiasi dengan emas dan batu giok. Pedagang yang berkunjung ditempatkan di wisma tamu. Makanan mereka kaya dan memperhatikan kebersihan. Penduduk setempat membuat rambut mereka terurai dan tidak terikat; pakaian mereka dililitkan di dada dan sampai ke lutut. Saat sakit, mereka tidak minum obat tetapi hanya berdoa kepada dewa dan Buddha. Orang-orang telah memberikan nama tetapi bukan nama keluarga (marga). Mereka terburu nafsu dan suka berperang dan memiliki permusuhan jangka panjang dengan Sanfoqi ([[Sriwijaya]]); kedua negara sering saling menyerang''.
Baris 173 ⟶ 174:
 
'''[[Chau Ju-kua|Chau Ju-Kua]]''', seorang pegawai resmi [[Dinasti Song]] menuliskan dalam bukunya ''[[Zhu Fan Zhi|Zhu-fan-zhi]]'',
menggambarkan bahwa di kepulauan [[Asia Tenggara]] ada dua kerajaan yang kuat dan kaya: Sriwijaya dan Jawa ('''Panjalu'''). Di Jawa ia menemukan bahwa orang-orang menganut dua agama: [[Buddha]] dan agama Brahmana ([[Hindu]]). Orang Jawa adalah pemberani dan pemarah, mereka berani untuk melawan. Waktu luangnya dipergunakan untuk mengadu binatang, hiburan favoritnya adalah [[sabung ayam]] dan adu babi. Mata uangnya dibuat dari campuran [[tembaga]], [[perak]], dan [[timah]]. ''Buku Chu-fan-chi menyebut bahwa maharaja jawa mempunyai wilayah jajahan: Pai-hua-yuan ([[Pacitan]]), Ma-tung ([[Medang]]), Ta-pen (Tumapel, [[Malang]]), Hi-ning ([[Dieng]]), Jung-ya-lu (Hujung Galuh, sekarang [[Kota Surabaya|Surabaya]]), Tung-ki (Jenggi, [[Papua Barat]]), Ta-kang ([[Sumba]]), Huang-ma-chu ([[Papua]]), Ma-li ([[Bali]]), Kulun (Gurun, mungkin Gorong atau Sorong di [[Papua Barat]] atau [[Nusa Tenggara]]), Tan-jung-wu-lo (Tanjungpura di [[Borneo]]), Ti-wu ([[Timor]]), Pingya-i (Banggai di [[Sulawesi]]), dan Wu-nu-ku ([[Maluku]])''.
 
''Mengenai [[Sriwijaya]], '''Chou-Ju-Kua''' melaporkan bahwa Kien-pi ('''Kampe''', di [[Sumatera]] bagian utara) dengan pemberontakan bersenjatanya telah membebaskan diri dari pengaruh Sriwijaya, dan menobatkan raja mereka sendiri. Nasib yang sama menimpa beberapa koloni Sriwijaya di [[Semenanjung Malaya]] yang membebaskan diri dari dominasi Sriwijaya. Namun Sriwijaya masih negara terkuat dan terkaya di bagian barat [[Nusantara]]. ''Koloni Sriwijaya adalah: Pong-fong ([[Pahang]]), Tong-ya-nong ([[Trengganu]]), Ling-ya-ssi-kia ([[Langkasuka]]), Kilan-tan ([[Kelantan]]), Fo-lo-an, Ji-lo-t' ing ('''Jelutong'''), Ts'ien-mai (?), Pa-t'a ('''Paka'''), Tan-ma-ling (Tambralinga, '''[[Ligor''']] atau Nakhon Si Thammarat), Kia-lo-hi (Grahi, bahasa Melayu bagian utara [[semenanjung]]), Pa-lin-fong ([[Palembang]]), Sin-t'o ([[Sunda]]), Lan-wu-li (Lamuri di [[Aceh]]), dan Si-lan. Menurut sumber ini, pada awal abad ke-13 Sriwijaya masih menguasai Sumatera, Semenanjung Malaya, dan Jawa bagian barat (Sunda)''.
 
Mengenai [[Sunda]], buku itu merinci bahwa pelabuhan Sunda ''(Sunda Kelapa)'' sangat bagus dan letaknya strategis, dan lada dari Sunda termasuk yang kualitas terbaik. Orang-orang bekerja di pertanian; rumah mereka dibangun di atas tiang kayu ''(rumah panggung)''. Namun negara itu penuh dengan perampok dan pencuri.