Dampak pandemi Covid-19 terhadap pendidikan perempuan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Driwid (bicara | kontrib)
k Penambahan referensi dan pranala dalam
Baris 2:
'''Dampak pandemi COVID-19 terhadap pendidikan perempuan''' mempunyai dampak yang signifikan di seluruh dunia. Selama bertahun-tahun, kesenjangan pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan telah menjadi isu yang sangat penting. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk norma sosial yang menekankan peran tradisional gender dan diskriminasi terhadap perempuan dalam sistem pendidikan.<ref>{{Cite journal|last=Aristovnik|first=Aleksander|last2=Keržič|first2=Damijana|last3=Ravšelj|first3=Dejan|last4=Tomaževič|first4=Nina|last5=Umek|first5=Lan|date=2020-01|title=Impacts of the COVID-19 Pandemic on Life of Higher Education Students: A Global Perspective|url=https://www.mdpi.com/2071-1050/12/20/8438|journal=Sustainability|language=en|volume=12|issue=20|pages=8438|doi=10.3390/su12208438|issn=2071-1050}}</ref>
 
Data dari tahun 2018 menunjukkan bahwa terdapat 130 juta anak perempuan di seluruh dunia yang tidak bersekolah dan hanya dua dari tiga anak perempuan yang menempuh pendidikan menengah. Jika dilihat dari data ini saja, kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan perempuan sudah dalam keadaan yang rentan sebelum pandemi [[Penyakit koronavirus 2019|COVID-19]]. Namun, pandemi ini jelas memperburuk situasi tersebut.<ref>{{Cite web|title=Leaving no girl behind in education|url=https://www.unwomen.org/en/news-stories/feature-story/2022/10/leaving-no-girl-behind-in-education|website=UN Women – Headquarters|language=en|access-date=2023-04-17}}</ref>
 
Selama pandemi COVID-19, banyak sekolah di seluruh dunia telah ditutup untuk mencegah penyebaran virus. Ini berdampak pada akses pendidikan bagi anak-anak, terutama anak perempuan. Anak-anak yang tidak dapat mengakses pembelajaran online dan tidak mampu menghadiri kelas dalam bentuk tatap muka lebih terancam kehilangan akses pendidikan. Lebih dari 11 juta anak perempuan di seluruh dunia saat ini terancam kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan mereka karena pandemi.<ref>{{Cite web|title=The Challenges of Home Learning during the COVID-19 Pandemic {{!}} UNICEF Indonesia|url=https://www.unicef.org/indonesia/education-and-adolescents/coronavirus/stories/learning-home-during-covid-19-pandemic|website=www.unicef.org|language=en|access-date=2023-04-17}}</ref>
Baris 24:
 
=== Memperburuk kekerasan dalam rumah tangga dan pernikahan paksa ===
Perempuan remaja rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, perundungan di dunia maya, dan kekerasan seksual selama karantina wilayah (''lockdown''), karena sepanjang waktu di rumah dan hal ini memperburuk kekerasan dalam rumah tangga. Di [[Prancis]], misalnya, kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan meningkat hingga 30 persen. <ref name="four">{{Cite book|last=UN Women|year=2020|url=|title=COVID-19 and ending violence against women and girls|location=New York|publisher=|isbn=}}</ref> Perkiraan awal menunjukkan bahwa krisis COVID-19 dapat menyebabkan hampir 13 juta [[Pernikahan anak|pernikahan dini]] dalam dekade berikutnya dan, untuk setiap tambahan tiga bulan karantina wilayah, hingga 15 juta lebih banyak kasus kekerasan berbasis gender. <ref name="five">{{Cite book|year=2020|url=|title=Impact of the COVID-19 pandemic on family planning and ending gender-based violence, female genital mutilation and child marriage|location=New York|publisher=FNUAP|isbn=}}</ref>
 
=== Pendidikan seksual yang menyeluruh menghadapi risiko ===
Saat krisis Ebola di [[Guinea]], [[Liberia]], dan [[Sierra Leone]], terdapat peningkatan kematian ibu sebesar 75 persen akibat dari kehamilan dini dan tidak diinginkan. <ref name="six">{{Cite book|last=Global Working Group to End SRGBV|year=2020|url=|title=Learning with Violence and Inequality:the Prevalence, Experience and Impactof School-Related Gender-Based Violence|location=|publisher=|isbn=}}</ref> Krisis COVID-19 dapat memiliki konsekuensi serupa dalam beberapa konteks.
 
Pentingnya [[pendidikan seksual]] yang menyeluruh diakui dalam kerangka [[Tujuan Pembangunan Berkelanjutan]] (SDGs 3, 4 dan 5). Menurut [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]], Pendidikan seksual komprehensif atau menyeluruh adalah "sebuah proses pembelajaran dan pengajaran yang berbasis kurikulum mengenai aspek-aspek kognitif, emosional, fisik, dan sosial dari seksualitas. Tujuan dari pendidikan ini adalah untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai pada anak-anak dan remaja sehingga mereka dapat: mencapai kesehatan, kesejahteraan, dan martabat diri; mengembangkan hubungan sosial dan seksual yang saling menghormati; mempertimbangkan bagaimana pilihan mereka memengaruhi kesejahteraan mereka sendiri dan orang lain; serta memahami dan memastikan hak-hak mereka dilindungi sepanjang hidup mereka". <ref name="seven">{{Cite book|vauthors=UNESCO, UNAIDS, UNFPA, UNICEF, UN-Women, WHO|year=2018|url=|title=International technical guidance on sexuality education: An evidence-informed approach|location=Paris|publisher=UNESCO|isbn=|edition=revised}}</ref>
 
== Rekomendasi ==
Dalam situasi kritis dan rapuh, laporan “Beijing+25 menyatakan: kesetaraan generasi dimulai dengan pendidikan remaja putri” ( [[Plan International|Plan International France]], French Ministry for Europe and Foreign Affairs and [[Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa|UNESCO]], 2020) mengusulkan rekomendasi yang ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam kebijakan dan program pendidikan untuk remaja perempuan, serta inisiatif yang lebih luas untuk mempromosikan kesetaraan gender dan SDG secara keseluruhan.<ref>{{Cite web|title=CSW64 preparations|url=https://www.unwomen.org/en/csw/csw64-2020/preparations|website=UN Women – Headquarters|language=en|access-date=2023-04-17}}</ref>
 
Rekomendasi ini memperhitungkan situasi dan risiko spesifik yang dihadapi remaja perempuan, termasuk risiko putus sekolah dan kekerasan yang semakin meningkat akibat pandemi COVID-19:
Baris 41:
 
* Menghadirkan [[Pendidikan jarak jauh|pembelajaran jarak jauh]] jika sekolah ditutup dengan menggunakan teknologi sederhana dan canggih, untuk memastikan kelangsungan pendidikan dan tidak memperparah [[Kesenjangan sosial|kesenjangan]] yang ada untuk remaja putri, termasuk keterampilan teknis dan [[kesenjangan digital]] . <ref name="one">{{Cite book|last=|first=|year=2020|url=https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000374579?posInSet=1&queryId=50f836dd-a0d1-4d46-a4bb-df548dc294cb|title=Beijing+25: generation equality begins with adolescent girls' education|location=France|publisher=Plan International France, French Ministry for Europe and Foreign Affairs and UNESCO|isbn=978-92-3-100410-0}}</ref>
 
== Sumber ==
Artikel yang mengandung karya dari konten bebas. Di bawah lisensi CC-BY-SA IGO 2.0. Pernyataan lisensi : Beijing +25: Kesetaraan akan dimulai dengan pendidikan untuk perempuan, 4,5,15. Plan Internasional, Perancis. Menteri Luar Negeri dan Eropa (Perancis), dan UNESCO.
 
== Referensi ==