Salafiyah: Perbedaan antara revisi
[revisi terperiksa] | [revisi terperiksa] |
Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
RaFaDa20631 (bicara | kontrib) |
||
Baris 24:
Penggunaan "yang cukup berbeda" kedua yang lebih disenangi oleh para salafy kontemporer secara sepihak, mendefinisikan seorang salafi sebagai Muslim yang mengikuti "perintah kitab suci ... secara literal, tradisional" dan bukannya "penafsiran yang tampak tak berbatas" dari "salafi" awal. Para Salafi ini melihat ke [[Ibnu Taimiyah]], bukan ke figur abad ke-19 [[Muhammad Abduh]], [[Jamaluddin Al-Afghani|Jamal al-Din]], [[Rashid Rida]].<ref name="KepelJihad"/>
==
Menurut [[Bernard Haykel]], "kedekatan temporal terhadap sunnah Muhammad dikaitkan dengan bentuk Islam yang paling benar" di antara kelompok Sunni.<ref>{{cite book|last=Haykel|first=Bernard|year=2009|title=Global Salafism: Islam's New Religious Movement|publisher=Columbia University Press|isbn=978-0-231-15420-8|editor-last=Meijer|editor-first=Roel|page=34|chapter=Chapter 1: On the Nature of Salafi Thought and Action}}</ref>
Pemikiran Salafi mencari re-orientasi [[Fiqih]] (yurisprudensi Islam) jauh dari [[Taqlid]] (ketaatan pada preseden hukum Madhhab tertentu) dan langsung kembali ke [[Muhammad|Nabi]], [[Sahabat Nabi|Sahabat]]nya dan [[Salafus Shalih]]. Pengembalian yang lebih disukai ke jalan murni Nabi disebut ''"[[Ittiba']]"'' (mengikuti Nabi dengan langsung merujuk pada Kitab Suci).<ref>{{Cite journal|last=ElMasry|first=Shadee|year=2010|title=The Salafis in America|url=http://dx.doi.org/10.1080/13602004.2010.494072|journal=Journal of Muslim Minority Affairs|location=Koninklijke Brill NV, Leiden|publisher=Routledge Publishers|volume=56|pages=219–220|doi=10.1080/13602004.2010.494072|s2cid=144096423|via=tandfonline}}</ref> Dalam pendekatan hukum, Salafi terbagi antara mereka yang, atas nama penilaian hukum independen ([[ijtihad]]), menolak kepatuhan yang ketat ([[taqlid]]) terhadap empat madzhab ([[madzahib]]) dan lainnya yang tetap setia pada ini.<ref name="al-Yaqoubi" /><ref>{{Cite journal|last=Hamdeh|first=Emad|date=9 June 2017|title=Qurʾān and Sunna or the Madhhabs?: A Salafi Polemic Against Islamic Legal Tradition|journal=Islamic Law and Society|language=en|volume=24|issue=3|pages=211–253|doi=10.1163/15685195-00240A01|issn=1568-5195|url=https://commons.erau.edu/publication/1480}}</ref><ref>''The Princeton Encyclopedia of Islamic Political Thought,'' p. 484</ref>▼
Salafi adalah gerakan pembaharu agama dan sosial yang pertama dan banyak terlibat dalam menciptakan dan mereproduksi bentuk otoritas dan identitas tertentu, baik secara pribadi maupun komunal. Mereka mendefinisikan proyek reformis pertama [mereka] terutama melalui prinsip-prinsip akidah. Yang lebih penting lagi, metodologinya yang dikenal sebagai '''manhaj salaf''' adalah seperangkat hukum-hukum serta bentuk sosial-politik.<ref>{{Cite book|last=Haykel|first=Bernard|year=2009|title=Global Salafism: Islam's New Religious Movement|publisher=Columbia University Press|isbn=978-0-231-15420-8|editor-last=Meijer|editor-first=Roel|pages=34–35|chapter=Chapter 1: On the Nature of Salafi Thought and Action|quote="Salafis are first and foremost religious and social reformers who are engaged in creating and reproducing particular forms of authority and identity, both personal and communal. Indeed, Salafis are determined to create a distinct Muslim subjectivity, one with profound social and political implications.It is important to understand Salafis as constituting a group that defines its reformist project first and foremost through credal tenets (i.e., a theology).Also important, though secondary, for their self-definition are certain legal teachings as well as forms of sociability and politics. I hope to show in this study that Salafism is a term that is heuristically useful because it is a marker of a distinctive form of engagement with the world, and one that is identifiable as such to many Muslims"}}</ref>
Dakwah salafi adalah manhaj, bukan [[mazhab]] [[fikih]], sebagaimana masyarakat awam mengira. Salafi dapat berasal dari mazhab [[Mazhab Maliki|Maliki]], [[Mazhab Syafi'i|Syafii]], [[Mazhab Hambali|Hanbali]], [[Mazhab Hanafi|Hanafi]], atau [[Mazhab Zhahiri|Zhahiri]]. Secara akidah, Salafi banyak merujuk kepada pemikiran dari mazhab Hanbali.{{cn|date=April 2023}} Pengikut-pengikut manhaj ini mengeklaim dirinya sebagai ''[[Sunni Islam|Ahlussunnah wal-Jama'ah]]'' dan juga [[Ahli Hadis]].<ref>{{Cite book|last=Asadullah al-Ghalib|first=Muhammad|year=2012|title=AHLE HADEETH MOVEMENT What and Why?|location=Kajla, Rajshahi, Bangladesh H.F.B. Publication: 35|publisher=Oxford University Press|isbn=978-984-33-4799-2|pages=625–643|quote="In different books of Hadeeth and in reliable books of Fiqh, the Ahle hadeeth have been described as Ahle hadeeth, Ashabul Hadeeth, Ahle Sunnah wal Jama‘at, Ahlul Athar, Ahlul Haq, Muhadditheen etc. As the followers of Salaf-i-Saleheen, they are also known as Salafi."}}</ref> Gerakan ini juga menganut teologi tradisionalis, yaitu mazhab akidah [[Atsariyah]].<ref>{{Cite book|last=Schmidtke|first=Sabine|year=2016|title=The Oxford Handbook of Islamic Theology|location=New York|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-969670-3|pages=625–643}}</ref>
Salafi sangat menekankan amalan sesuai hadis-hadis ''shahih'' dan ''hasan'' Nabi Islam [[Muhammad]], tidak hanya dalam ibadah ''mahdah'' seperti [[salat]], juga dalam ibadah ''gairu mahdah,'' serta setiap aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, banyak menggunakan tiga jari saat makan, minum air dalam tiga tegukan, dan memegangnya dengan tangan kanan sambil duduk.<ref name="roy-266">{{cite book|last1=Roy|first1=Olivier|year=2004|url=https://books.google.com/books?id=b9eFGcsWnwEC&q=use+three+fingers+when+eating+roy&pg=PA266|title=Globalized Islam: The Search for a New Ummah|publisher=Columbia University Press|isbn=9780231134996|page=266|access-date=13 October 2016}}</ref>
=== Pandangan terhadap taklid ===
▲Pemikiran Salafi mencari re-orientasi [[Fiqih|fikih]] (yurisprudensi Islam) jauh dari [[Taqlid|taklid]] (ketaatan pada preseden hukum Madhhab tertentu) dan langsung kembali ke [[Muhammad|Nabi]], [[Sahabat Nabi|
Meskipun [[Muhammad bin Abdul Wahhab]] secara pribadi menolak praktik Taqlid, ulama Wahhabi dan Salafi lebih memilih mengikuti madzhab [[Hambali]] dan umumnya mengizinkan Taqlid mengikuti Fatwa (pendapat hukum hukum) dan mendorong mengikuti mazhab.<ref>{{Cite book|last=H. Warren|first=David|title=Rivals in the Gulf|publisher=Routledge: Taylor & Francis|year=2021|isbn=978-0-367-28062-8|location=Abingdon, Oxon|pages=5|quote="While Wahhab personally rejected the practice of adhering (taqlīd) to a particular legal school, the Wahhabi ʿulamāʾ who follow his thought do, in effect, practice a taqlīd of the Hanbali school.."}}</ref> Sementara mereka secara doktrinal mengutuk Taqlid dan menganjurkan Ijtihad, secara historis praktik hukum Wahhabisme sebagian besar didasarkan dalam batas-batas sekolah Hambali, sampai saat ini. Penolakan doktrin Taqlid oleh Salafi akan menyebabkan munculnya ulama Salafisme terkemuka seperti [[Sa'ad bin Atiq]], [[Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di]], [[Ibnu Utsaimin]], [[Ibnu Baz]], dan yang lainnya; yang akan menyimpang secara signifikan dari hukum Hambali .<ref name="al-Yaqoubi" /><ref>{{Cite book|last=Lacroix|first=Stéphane |title=Awakening Islam: The Politics of Religious Dissent in Contemporary Saudi Arabia |url=https://archive.org/details/awakeningislampo0000lacr|publisher=Harvard University Press|year=2011|isbn=978-0-674-04964-2 |location=Cambridge, Massachusetts, London, England|pages=[https://archive.org/details/awakeningislampo0000lacr/page/83 83]–84|chapter=Chapter 3: Resistance to Sahwa Ascendancy}}</ref><ref name="muslimmatters.org">{{cite web|last=Qadhi|first=Dr. Yasir|date=22 April 2014|title=On Salafi Islam|url=https://muslimmatters.org/2014/04/22/on-salafi-islam-dr-yasir-qadhi/|url-status=live|archive-url=https://web.archive.org/web/20170117190311/https://muslimmatters.org/2014/04/22/on-salafi-islam-dr-yasir-qadhi/|archive-date=17 January 2017|website=Muslimmatters}}</ref><ref>{{Cite book|last=Meijer|first=Roel|title=Global Salafism: Islam's New Religious Movement |publisher=Oxford University Press|year=2014|isbn=978-0-19-933343-1|location=New York|pages=43, 61–62, 63 |chapter=Between Revolution and Apoliticism: Nasir al-Din al-Albani and his Impact on the Shaping of Contemporary Salafism}}</ref><ref>{{Cite book|last=Gauvain|first=Richard|title=Salafi Ritual Purity: In the Presence of God|publisher=[[Routledge]]|year=2013|isbn= 978-0-7103-1356-0 |location=New York|pages=8, 293}}</ref>
Baris 31 ⟶ 40:
Gerakan Salafi lainnya, bagaimanapun, percaya bahwa taqlid adalah melanggar hukum dan menantang otoritas sekolah hukum. Dalam perspektif mereka, sejak mazhab muncul setelah era [[Salafus Shalih]] (pendahulu yang saleh); orang-orang Muslim yang mengikuti madzhab tanpa langsung mencari dalil-dalil Kitab Suci akan menyimpang.<ref>{{Cite book|last=Olidort|first=Jacob|url=https://www.brookings.edu/wp-content/uploads/2016/07/Brookings-Analysis-Paper_Jacob-Olidort-Inside_Final_Web.pdf|title=The Politics of "Quietist Salafism"|publisher=Harvard University Press|year=2015|location=Cambridge, Massachusetts, London, England|pages=7, 8}}</ref><ref>{{Cite book|last=Cooke, B. Lawrence|first=Miriam, Bruce|title=Muslim Networks from Hajj to Hip Hop|publisher=The University of North Carolina Press|year=2005|isbn=0-8078-2923-4|location=London|pages=212–213|chapter=Chapter 10: The Salafi Movement}}</ref> Ini termasuk ulama gerakan [[Ahlul Hadits]], [[Muhammad Nashiruddin al-Albani]], Muḥammad Ḥayāt al-Sindhī, Ibn 'Amir al-Ṣanʿānī, al-Shawkānī, dan yang lainnya; yang sama sekali mengutuk taqlid (peniruan), menolak otoritas mazhab, dan mewajibkan umat Islam untuk mencari fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh para ulama yang hanya berdasarkan [[Al-Qur'an]] dan [[Hadis]]; tanpa melibatkan perantara.<ref name="muslimmatters.org"/><ref name="Bennett, p. 174">"From there he [Albani] learned to oppose taqlid in a madhab." Bennett, ''The Bloomsbury Companion to Islamic Studies'', p. 174. "Al-Albani had denounced Wahhabi attachment to the Hanbali school." Stephane Lacroix, George Holoch, ''Awakening Islam,'' p. 85</ref><ref>{{Cite book|last=Meijer|first=Roel|title=Global Salafism: Islam's New Religious Movement|publisher=Oxford University Press|year=2014|isbn=978-0-19-933343-1|location=New York|pages=62–63|chapter=Between Revolution and Apoliticism: Nasir al-Din al-Albani and his Impact on the Shaping of Contemporary Salafism}}</ref> Ulama Ahl-i Hadits akan membedakan diri mereka dari Wahhabi yang mengikuti mazhab Hanbali sementara mereka menganggap diri mereka tidak mengikuti mazhab tertentu. Di era kontemporer, Albani dan murid-muridnya, khususnya, akan langsung mengkritik Wahhabi dalam masalah Taqlid. karena afinitas mereka terhadap mazhab Hanbali dan menyerukan regenerasi [[Wahhabisme]] yang dimurnikan dari unsur-unsur yang bertentangan dengan doktrin Salaf.<ref>{{Cite book|last=Krawietz, Tamer|first=Birgit, Georges|title=Islamic Theology, Philosophy and Law: Debating Ibn Taymiyya and Ibn Qayyim al-Jawziyya|publisher=Walter De Gruyter|year=2013|isbn=978-3-11-028534-5|location=Berlin, Germany|pages=165–166}}</ref>
Ulama Salafi lainnya seperti [[Rasyid Rida|Rasyid Ridha]] mengikuti jalan tengah, mengizinkan orang awam untuk melakukan Taklid hanya jika diperlukan, mewajibkan dia untuk melakukan Ittiba ketika bukti-bukti Kitab Suci diketahui olehnya. Metodologi hukum mereka menolak keberpihakan pada risalah mazhab tertentu mana pun, dan mengacu pada kitab-kitab semua mazhab. Mengikuti [[Ibnu Taimiyah]] dan [[Ibnul Qayyim]], para ulama ini menerima warisan sastra yang kaya dari Fiqih Sunni dan menganggap literatur dari empat mazhab Sunni sebagai sumber yang bermanfaat untuk mengeluarkan keputusan untuk era kontemporer.<ref name="Bennett, p. 174"/><ref>{{Cite book|last=Meijer|first=Roel|title=Global Salafism: Islam's New Religious Movement|publisher=Oxford University Press|year=2014|isbn=978-0-19-933343-1|location=New York|pages=43|chapter=Between Revolution and Apoliticism: Nasir al-Din al-Albani and his Impact on the Shaping of Contemporary Salafism}}</ref><ref>{{Cite book|last=Lacroix|first=Stéphane|title=Awakening Islam: The Politics of Religious Dissent in Contemporary Saudi Arabia|url=https://archive.org/details/awakeningislampo0000lacr|publisher=Harvard University Press|year=2011|isbn=978-0-674-04964-2|location=Cambridge, Massachusetts, London, England|pages=[https://archive.org/details/awakeningislampo0000lacr/page/84 84]–85, 220|chapter=Chapter 3: Resistance to Sahwa Ascendancy}}</ref> Di ujung spektrum, beberapa Salafi berpendapat bahwa berpegang pada taqlid adalah tindakan syirik (politeisme).
Salafi kontemporer umumnya membuang praktik mengikuti aturan mapan dari setiap Madzhab tertentu, mengutuk prinsip Taqlid (peniruan buta) sebagai [[bid'ah]] (inovasi) dan secara signifikan dipengaruhi oleh prinsip-prinsip hukum mazhab, yang secara historis terkait dengan doktrin anti madzhab yang menentang kanonisasi mazhab hukum. Kecaman ulama Zahir awal [[Ibnu Hazm]] terhadap Taqlid dan seruan untuk membebaskan diri dari sistem penafsiran dari berbagai aliran yang dikanonisasi dengan mendukung Fiqih yang langsung didasarkan pada Qur'an dan Hadits; telah memberikan dampak besar pada gerakan Salafiyya .<ref name="muslimmatters.org"/><ref>{{Cite book|last=Shaham|first=Ron|title=Rethinking Islamic Legal Modernism|publisher=Brill Publishers|year=2018|isbn=978-90-04-36954-2|location=Koninklijke Brill NV, Leiden, The Netherlands|pages=37|quote="In setting forth these premises, Rida appears to prepare the ground to steer a middle course.. Rida did not ignore the rich heritage of Islamic law, as did a number of his strict Salafi contemporaries. Instead, following Ibn Taymiyya and especially his student Ibn al-Qayyim, he viewed the literature of the four Sunni law-schools (without committing himself to the teachings of one school in particular) as a resource from which to draw guidance and inspiration for adapting the law to changing circumstances"}}</ref> Legalisme Salafi paling sering ditandai dengan keberangkatannya dari aturan mapan ( mu'tamad ) dari empat mazhab Sunni, serta sering menyelaraskan dengan pandangan Zahir yang disebutkan oleh Ibn Hazm dalam ringkasan hukumnya ''Al-Muhalla''.<ref name="muslimmatters.org"/><ref>{{cite web|last=Khan|first=Rehan|date=5 February 2020|title=Salafi Islam and its Reincarnations- Analysis|url=https://www.eurasiareview.com/05022020-salafi-islam-and-its-reincarnations-analysis/|url-status=live|archive-url=https://web.archive.org/web/20200205150143/https://www.eurasiareview.com/05022020-salafi-islam-and-its-reincarnations-analysis/|archive-date=5 Feb 2020|website=Eurasia Review}}</ref><ref>{{Cite book|last=Gauvain|first=Richard|title=Salafi Ritual Purity: In the Presence of God|publisher=Routledge|year=2013|isbn=978-0-7103-1356-0|location=New York|pages=8 ,11, 229–230, 328, 347|quote="the identity of many modern Salafis is dependent upon their departure from the established rulings of the four Sunni law schools (madhahib), including that of Ibn Hanbal. Modern Salafis generally dislike the practice of following the established rulings of any particular law school and view the principle of legal “imitation” (taqlid) as a significant factor in the overall decline of the Muslim Umma... Zahiri influence on modern Salafi legal thought occurs almost entirely through the Muhalla of Ibn Hazm, .... more important than Ibn Hazm’s individual opinions to the Salafi scholars and ritual practitioners mentioned here is the unyielding Zahiri-style logic that underscores them... modern Salafis are endeavouring to shift Zahiri legal from the margins of orthodoxy into its centre "}}</ref>
|