Tafsir Al-Qur'an: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k fix |
||
Baris 148:
Kata ''{{'}}alaq'' disini diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz ''{{'}}alaqah'' yang berarti segumpal darah yang kental.
Adapun istilah ''tafsir bir-ra’yi'' dijadikan sebagai lawan dari ''tafsir bil ma’tsur'', dengan makna ra’yu adalah logika, pendapat, akal dan opini. Maksudnya sumber penafsiran suatu ayat bukan didasarkan pada riwayat dan sanad yang sampai ke shahabat atau Rasulullah SAW, melainkan penjelasannya datang dari diri sang mufassir sendiri. Kadang juga diistilahkan dengan tafsir bid-dirayah
Tafsir bi al-ra’yi disebut juga dengan istilah tafsir bi al-ma’qul, tasfir bi al-ijtihad atau tafsir bi al-istinbath yang secara selintas mengisyratkan tafsir ini lebih berorentasi kepada penalaran ilmiah yang bersifat aqli (rasional) dengan pendekatan kebahasaan yang menjadi dasar penjelasannya. Itulah sebabnya mengapa para ulama berbeda-beda pendapat dalam menilai tafsir bi al-ra’yi. Akan halnya ijtihad yang memungkinkan hasilnya benar atau salah, maka tafsir bi al-ra’yi juga demikian adanya. Ada yang dianggap benar yang karenanya maka layak dipedomani, tetapi ada juga yang dianggap salah atau menyimpang dan karenanya maka harus dijauhi.
Misalnya ketika menjelaskan makna bahasa suatu kata dalam Al-Quran, sang mufassir menjelaskan bahwa secara makna bahasa, kata yang dimaksud itu punya akar kata terentu dan juga dijelaskan bagaimana penggunaannya oleh orang Arab. Tentu penjelasan secara kebahasaan seperti ini tidak datang dari Nabi SAW, para shahabat atau tabi’in, melainkan datang dari diri sang mufassir sendiri yang mana dia memang ahli di bidang bahasa Arab. Atau misalnya ketika seorang mufassir menjelaskan pelajaran yang bermanfaat
Dan di masa modern para ilmuwan dan pakar ilmu pengetahuan seringkali mengaitkan informasi di dalam suatu ayat dengan apa-apa yang mereka temukan dalam fakta-fakta ilmiyah. Tentu temuan mereka ini juga tidak bersumber dari atsar, melainkan dari hasil pengamatan mereka sendiri serta fakta-fakta dalam ilmu pengetahuan sendiri. Maka semua hal itu oleh kebanyakan ulama masih dianggap sebagai bagian dari bentuk penafsiran Al-Quran, dan dinamakanlah dengan istilah tafsir ''bir-ra’yi'', sebagai antitesis dari tafsir ''bil ma’tsur''. Dalam implementasinya, tafsir bir-ra’yi ini oleh para ulama dibagi menjadi dua macam, yaitu tafsir dengan logika yang terpuji dan tasfir dengan logika yang tidak terpuji. Memang begitulah istilah yang digunakan, yaitu terpuji dan tidak terpuji. Nampaknya penggunaan istilah ini ingin menghindari klaim benar atau salah
|