Maneron, Sepulu, Bangkalan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Arahmanap (bicara | kontrib)
Tradisi: Perbaikan sedikit kesalahan penulisan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k fix
Baris 46:
<br />
<br />
Versi lain menyebutkan, yang biasa diceritakan saat ada pengajian di [[Masjid Jami' Maneron]] bahwa nama Maneron berasal dari bahasa arab, yaitu '''Muniran''' yang berarti cahaya. Jika itu mengacu pada nama tempat, maka bisa bermakna sebagai '''tempat yang bercahaya''', namun jika mengacu untuk sebutan bagi penduduk (atau orang) setempat, maka bermakna penduduk yang "bercahaya" yang artinya '''mendapat keberkahan'''. 
<br />
<br />
Baris 238:
Tradisi di '''Desa Maneron''' tidak lepas dari Budaya [[Hindu]], karena memang sebelum [[Islam]] masuk ke pulau [[Madura]] pada abad ke 14 - 16 Masehi melalui perdagangan di bagian timur [[Sumenep]], mayoritas penduduk [[Suku Madura]] khususnya didaerah '''Seppolo''' atau yang sekarang '''Kecamatan Sepulu''' dulunya beragama Hindu. [[Suku Madura]] memang terkenal akan ketaatannya dalam beragama. Sehingga jika menganut sebuah kepercayaan, maka akan selalu menjaga sampai akhir hayat hidupnya alias tidak akan pernah tergoyahkan.
 
Di Maneron sendiri, meski penduduknya 100% beragama muslim, namun tidak bisa lepas dari tradisi Hindu yang masih melekat dan mengalami Islamisasi, sehingga terciptalah tradisi baru yang unik dan beragam. Karena Desa Maneron merupakan salah satu Desa yang terletak dipesisir pantai utara Madura, dahulu sering di adakan upacara Rokat Tasé' di dusun Tajhung. Rokat Tasek sendiri adalah upacara adat yang dilaksanakan setiap 6 atau 7 bulan sekali di bulan-bulan masa panen ikan yang melimpah di laut, sebagai  ucapan terima kasih dan ungkapan syukur kepada Tuhan atas kelimpahan ikan di laut yang telah di terima selama satu tahun terakhir, serta bencana dan rintangan apa pun yang sudah dilewatinya. Namun sekarang tradisi tersebut sudah mulai ditinggalkan. Tradisi lain yang masih berbau Hinduisme dan masih tetap dijalankan sampai saat ini, namun do'a-do'anya diganti dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an antara lain:
 
- '''Rebbhâ''' yaitu sesajen yang disiapkan tiap malam jum'at dan hari besar sebagai persembahan kepada keluarga yang sudah meninggal. Tujuan utamanya untuk mendo'akan orang yang sudah meninggal. Sesajen tersebut berupa Nasi, minuman entah air putih, kopi, teh ataupun susu, buah-buahan (umumnya pisang), kembang tujuh rupa, beberapa makanan dan jajanan pasar tujuh rupa, tajhin selamat (Bubur hijau daun suji), dan terakhir ada dupa yang dibakar sambil menyebut nama-nama keluarga yang sudah meninggal agar hadir dan memakan makanan yang sudah disediakan. Kemudian diakhiri dengan pembacaan do'a ayat suci Al-Qur'an. Hari besarnya di bulan Sya'ban, sehingga warga kadang menyebut bulan Sya'ban dengan sebutan '''Bulân Rebbhâ'''. Jika dalam tradisi Hindu sesajen akan dibiarkan untuk dimakan hewan, untuk tradisi Rebbhâ Madura, setelah didoakan, sesajen tersebut akan diberikan kepada tetangga dan tidak boleh dimakan oleh keluarga yang tinggal di satu rumah karena pamali akan dapat keburukan.