Jurnalis amplop: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 19:
 
== Dampak dan Kaitannya dengan Kode Etik Jurnalistik ==
Dari Kasus-kasus diatas tentu tidak terlepas karena Pertumbuhan media yang pesat setelah era reformasi yang telah menyebabkan munculnya tantangan baru dan berbagai masalah bagi dunia pers di Indonesia. Tidak semua media patuh dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh Dewan Pers sebagai badan pengawas. Begitu pula dalam menjalankan tugas jurnalistik, tingkat pelanggaran media terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ) cenderung tinggi. Seperti contoh Praktik "wartawan amplop" sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan wartawan, baik di media cetak maupun media elektronik. Mereka menerima "amplop" yang berisi sejumlah uang dari narasumber.<ref>Dwicahyani, M. N. (2018). PELAKSANAAN PASAL 4 KODE ETIK JURNALISTIK WARTAWAN INDONESIA TERHADAP PRAKTEK “PENERIMAAN AMPLOP” OLEH WARTAWAN DALAM LINGKUP PWI JATIM. NOVUM: JURNAL HUKUM, 5(3), 76-83.</ref>. Posisi tersebut membuat wartawan sulit untuk mempertahankan kepatuhan terhadap Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia serta Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Padahal wartawan memiliki kewajiban untuk menerapkan prinsip-prinsip etika yang terdapat dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang telah ditandatangani Dewan Pers bersama 29 organisasi wartawan pada 2006.
Selain itu, terdapat Pasal 1 dan Pasal 2. Pasal 1 juga menjelaskan terkait independensi yang seharusnya dimiliki oleh jurnalis di mana Pasal 1 tersebut berbunyi, “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.” Adapun penafsiran dari Pasal 1 yang juga dijelaskan dalam Kode Etik Jurnalistik, yaitu<ref>Metrotimes. (2016). Kode Etik Jurnalistik. Diakses pada 22 Mei 2023, dari <nowiki>https://metrotimes.news/kode-etik/</nowiki> </ref>
 
Salah satu ayat yang dirumuskan dalam KEJ pasal 6 berbunyi, ”Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.” Penafsiran dari pasal tersebut juga dijelaskan dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ), sebagai berikut:<ref>BAYA, A. C. (2018). Strategi Menghadapi Wartawan Abal-Abal. IJIC: Indonesian Journal of Islamic Communication, 1(1), 125-141.</ref>
 
# Penyalahgunaan profesi adalah segala tindakan yang menggunakan informasi yang diperoleh saat bertugas untuk keuntungan pribadi sebelum informasi tersebut menjadi diketahui oleh publik umum.
# Suap adalah segala bentuk pemberian dalam bentuk uang, barang, atau fasilitas dari pihak lain yang dapat mempengaruhi kemandirian dan independensi wartawan.
 
Maraknya fenomena ini memiliki dampak yang merusak citra positif wartawan Indonesia dan dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap profesi jurnalistik, terutama wartawan. Fenomena ini juga menyebabkan kekacauan dalam masyarakat dan kalangan wartawan, serta mempengaruhi kesadaran hukum di antara wartawan dan masyarakat. Selain itu, terdapat Pasal 1 dan Pasal 2. Pasal 1 juga menjelaskan terkait independensi yang seharusnya dimiliki oleh jurnalis di mana Pasal 1 tersebut berbunyi, “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.” Adapun penafsiran dari Pasal 1 yang juga dijelaskan dalam Kode Etik Jurnalistik, yaitu<ref>Metrotimes. (2016). Kode Etik Jurnalistik. Diakses pada 22 Mei 2023, dari <nowiki>https://metrotimes.news/kode-etik/</nowiki> </ref>
 
# Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.