Majapahit: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Surijeal (bicara | kontrib)
Militer: Memperjelas
Baris 182:
Kebesaran Majapahit mencapai puncaknya pada zaman pemerintahan Ratu Tribhuwanatunggadewi Jayawishnuwardhani ([[1328]]–[[1350]]). Dan mencapai zaman keemasan pada masa pemerintahan Prabhu Hayam Wuruk ([[1350]]–[[1389]]) dengan Mahapatih Gajah Mada-nya yang kesohor dipelosok Nusantara itu. Pada masa itu kemakmuran benar-benar dirasakan seluruh rakyat nusantara.<ref>Purwadi, The History of Javanese Kings, 79.</ref>
 
Hayam Wuruk ([[Hayam Wuruk|Sri Rajasanegara]]) sebagai raja Majapahit berlangsung sesudah mangkatnya [[Gayatri|Sri Rajapatni]] pada tahun saka [[1272]] ([[1350]]), hal ini juga dibuktikan dalam piagam [[Singhasari]] yang menjelaskan bahwa dengan penobatan Hayam Wuruk sebagai raja Majapahit, [[Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani]] berhenti memagung tampuk pimpinan negara.<ref name=":16">Muljana, Negarakertagama dan terjemahanya, 135.</ref> Hayam Wuruk dibantu dengan patihnya Yaitu Gadjah Mada yang dikenal dengan “[[Sumpah Palapa]]” dia bersumpah tidak akan merasakan [[palapa]] (menikmati istirahat) sebelum menyatukan Nusantara di bawah naungan Majapahit.<ref>Gatot Astriantha , Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia (Surabaya: Bima Peraga Nusantara, 2010), 30</ref>
 
Pada masa Hayam Wuruk hampir seluruh wilayah nusantara dapat dipersatukan dengan Panji-panji kerajaan Majapahit. Pengaruh kekuasaan dan kerjasama Majapahit meluas sampai ke luar nusantara. Pada era Hayam Wuruk agama Hindu menjadi agama para rakyat Majapahit secara keseluruhan. Berbeda dengan Hayam Wuruk yang beragama Hindu agama mahapatih Gadjah Mada adalah Budha.<ref>Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, 31.</ref>
Baris 364:
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret–April) ketika semua utusan dari semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar [[upeti]] atau [[pajak]]. Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang menikmati [[otonomi]] luas.<ref name="Millet 107">{{cite book |last =Millet |first =Didier|title =Indonesian Heritage Series: Ancient History |publisher =Archipelago Press |date = August 2003 |location =Singapore 169641|pages =107 |url = |doi = |isbn = 981-3018-26-7 |editor= John Miksic }}</ref>
 
Ibu kota Majapahit di [[Trowulan]] adalah kota besar dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. [[Agama Buddha]], [[Siwa]], dan [[Waisnawa]] (pemuja [[Wisnu]]) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang [[Islam]], akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu.<ref name="Ricklefs_192:16" />
 
Walaupun [[batu bata]] telah digunakan dalam [[candi]] pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya.<ref name="Schoppert1997">{{cite book|author=Schoppert, P., Damais, S.|title=Java Style|date=1997|publisher=Periplus Editions|editor=Di dalam Didier Millet (editor):|location=Paris|pages=33–34|id=ISBN 962-593-232-1}}</ref> Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan [[Gula#Gula Merah .28Gula jawa.29|gula merah]] sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah [[Candi Tikus]] dan [[Gapura Bajang Ratu]] di Trowulan, Mojokerto. Beberapa elemen arsitektur berasal dari masa Majapahit, antara lain gerbang terbelah [[candi bentar]], gapura [[paduraksa]] (kori agung) beratap tinggi, dan [[pendopo]] berdasar struktur bata. Gaya bangunan seperti ini masih dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan Bali.