Kembali ke [[Kerajaan Belanda]], pada tahun 1926, [[Mohammad Hatta]] diangkat sebagai Ketua Perhimpoenan Indonesia dan sejak dalam kepemimpinannya, organisasi ini semakin gencar menyuarakan dukungan terhadap pergerakan nasional dan mengutuk penindasan pihak pemerintah kolonial di Hindia Belanda.<ref>Majalah Tempo, Edisi Khusus 80 Tahun Sumpah Pemuda, 27 Oktober 2008</ref> Pada Desember 1926, [[Semaoen]] menemui Hatta untuk menawarkan kerja sama pergerakan nasional. Namun, Hatta tidak dapat menyetujui paham komunisme, sehingga kerja sama batal, meskipun pembatalan tersebut mendapat pertentangan dari anggota-anggota yang telah terpapar paham [[komunisme]] dalam Perhimpoenan Indonesia.<ref>{{cite book|last=Noer|first=Deliar|year=2012|title=Mohammad Hatta:Hati Nurani Bangsa|location=[[Jakarta]]|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-979-709-633-5|editor=Jaap Erkelens|ref={{sfnRef|Noer|2012}}|authorlink=Deliar Noer}}</ref> Pada tanggal 23 September 1927, Hatta beserta tiga anggota organisasi lainnya ditangkap dan diadili karena diduga terlibat dalam pemberontakan PKI yang terjadi di Jawa dan Sumatra. Setelah dipenjara selama beberapa bulan, keempat orang yang ditangkap tersebut dibebaskan dari tuduhan karena kurangnya bukti.<ref name="hardjosoediro">{{cite book|last=Soejitno|first=Hardjosoediro|year=1984|title=Kronologi Pergerakan Kemerdekaan Indonesia|location=[[Jakarta]]|publisher=Pradnya Parmita|ref={{sfnRef|Hardjosoediro|1984}}}}</ref> Pada tahun 1931, Hatta mundur dari jabatan sebagai ketua, dan setelah itu, organisasi ini mulai dikuasai oleh para komunis. Di tahun yang sama, Hatta bersama beberapa tokoh berpaham [[nasionalisme]] lainnya dikeluarkan dari organisasi. Sejak saat itu, organisasi ini dijadikan sebagai organisasi boneka oleh Partai Komunis Belanda.<ref name="hardjosoediro" />
Sementara di [[Hindia Belanda]], [[Soekarno]], yang pada saat itu tengah mengenyam [[pendidikan tinggi]] di [[Technische Hoogeschool te Bandoeng]] ("Sekolah Tinggi Teknik di Bandung", sekarang [[Institut Teknologi Bandung]]), terinspirasi oleh
[[Berkas:MuseumSumpahPemuda.jpg|kiri|jmpl|300x300px|[[Museum Sumpah Pemuda]], yang dahulu bernama Indonesische Clubhuis, merupakan lokasi rapat terakhir [[Kongres Pemuda Kedua|Kongres Pemuda II]] sekaligus menjadi tempat lahirnya [[Sumpah Pemuda]].]]
SementaraSetelah dimengadakan [[Hindiakongres Belanda]]tahun 1926, kelompokgerakan-kelompokgerakan kepemudaan tersebut kembali merencanakan kongres lanjutan sejak bulan Agustus 1928. Mereka bersepakat bahwa kongres tersebut, yang saat ini disebut [[Kongres Pemuda Kedua|Kongres Pemuda II]], akan diadakan pada tanggal 27–28 Oktober 1928 di tiga gedung berbeda di [[Batavia]], serta akan diketuai oleh [[Sugondo Djojopuspito|Soegondo Djojopoespito]]. Para perwakilan yang mengikuti kongres ini bukan saja berasal dari perhimpunan-perhimpunan kepemudaan, tetapi juga dari kelompok-kelompok berbasis [[nasionalisme]] dan [[agama]] serta kelompok-kelompok belajar dari tempat pengajaran tertentu.<ref name="kongres-ii">{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-04-09|title=Kongres Pemuda II, Lahirnya Sumpah Pemuda Halaman all|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/29/110000979/kongres-pemuda-ii-lahirnya-sumpah-pemuda|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-06-09}}</ref> Rapat pertama berlangsung pada tanggal 27 Oktober pukul 19.30–23.30 waktu setempat di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (Persatuan Anak Muda Katolik),{{efn|Pada lokasi bekas Katholieke Jongenlingen Bond tersebut didirikan Gedung Aula [[Gereja Katedral Jakarta]].<ref>{{Cite web|last=Hariyadi|first=Mathias|date=2019-10-29|title=Mapping Video di Gereja Katedral Jakarta: Kilas Balik Sejarah Sumpah Pemuda 1928 (1) {{!}} SESAWI.NET|url=https://www.sesawi.net/mapping-video-di-gereja-katedral-jakarta-kilas-balik-sejarah-sumpah-pemuda-1928-1/|language=en-US|access-date=2023-06-09}}</ref>}} serta membahas mengenai gagasan wadah nasional dan cara mempererat hubungan antarkelompok demi persatuan dan kesatuan nasional. Dalam rapat ini, [[Mohammad Yamin|Moehammad Jamin]] kembali mempromosikan [[bahasa Melayu]] (dalam bentuk "[[bahasa Indonesia]]") sebagai bahasa persatuan.<ref name="kongres-ii" /> Rapat kedua berlangsung pada keesokan harinya pukul 8.00–12.00 di Oost-Java Bioscoop (Bioskop Jawa Timur),{{efn|Lokasi bekas Gedung Oost-Java Bioscoop ini diperkirakan di dekat atau di sekitar kompleks Gedung [[Mahkamah Agung Republik Indonesia]].<ref>{{Cite web|date=2019-10-28UTC10:30:43|title=Menguak 3 Tempat Yang Jadi Saksi Lahirnya Sumpah Pemuda|url=https://travelingyuk.com/bangunan-saksi-sumpah-pemuda/248776|website=Traveling Yuk|language=en|access-date=2023-06-09}}</ref>}} dan membahas mengenai peran penting pendidikan dalam membantu mewujudkan cita-cita kemerdekaan.<ref name="kongres-ii" /> Rapat ketiga berlangsung pada hari yang sama pukul 17.30–23.30 di Indonesische Clubhuis/Clubgebouw ("Gedung Perkumpulan Indonesia", sekarang [[Museum Sumpah Pemuda]]), serta membahas tentang [[kepanduan]] ([[pramuka]]) dan rangkuman seluruh rapat dalam kongres tersebut. Di sela-sela rapat terakhir kongres ini, lagu "Indonesia Raja" ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: "[[Indonesia Raya]]"), yang kelak menjadi [[lagu kebangsaan]] [[Indonesia]], diperdengarkan untuk pertama kalinya melalui gesekan [[biola]] oleh [[Komponis|penggubah lagu]] tersebut, yaitu [[Wage Rudolf Soepratman]], di hadapan seluruh hadirin rapat, yang terharu oleh lantunan nada biola Soepratman. Oleh karena permintaan hadirin yang menginginkan agar lagu "Indonesia Raja" dinyanyikan dengan [[Lirik (lagu)|lirik]], [[Dolly Salim]], putri sulung [[Agus Salim|Agoes Salim]], ditunjuk untuk menyanyikan lagu ini dengan perubahan kata ''merdeka'' menjadi ''moelia'' untuk menghindari pemboikotan kongres oleh aparat pemerintah kolonial yang menjaga kongres ini.<ref>{{Cite web|last=Haryanto|first=Alexander|title=Sejarah Lirik Lagu Indonesia Raya dalam Hari Sumpah Pemuda|url=https://tirto.id/sejarah-lirik-lagu-indonesia-raya-dalam-hari-sumpah-pemuda-ekvL|website=tirto.id|language=id|access-date=2023-06-12}}</ref> Akhirnya, sebagai penutup dan untuk menyimpulkan hasil kongres tersebut, Soegondo membacakan suatu naskah resolusi yang dibuat oleh Jamin di depan para peserta kongres dan resolusi tersebut disetujui dan menjadi ikrar bagi seluruh peserta kongres yang hadir. Ikrar tersebut saat ini dikenal dengan nama [[Sumpah Pemuda]], yaitu kesatuan pengakuan para pemuda sebagai "[[Orang Indonesia|bangsa Indonesia]] pada [[tanah air]] [[Indonesia]] yang [[Bahasa Indonesia|berbahasa Indonesia]]". Sejak keputusan tersebut, gerakan-gerakan nasional di Hindia Belanda mulai menggunakan nama "Indonesia" sebagai identitas mereka.<ref>{{Cite web|title=Museum Sumpah Pemuda|url=http://www.museumsumpahpemuda.go.id/index_files/Page525.htm|archive-url=https://web.archive.org/web/20090625190339/http://www.museumsumpahpemuda.go.id/index_files/Page525.htm|archive-date=2009-06-25|dead-url=yes|access-date=2009-09-27}}</ref>
Pada masa [[Perang Dunia II]], sewaktu Belanda sedang diduduki oleh [[Jerman Nazi]], [[Jepang|Kekaisaran Jepang]] berhasil menguasai Indonesia. Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa para pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia mengerahkan prajurit bila diperlukan. [[Soekarno]], [[Hatta|Mohammad Hatta]], [[Mas Mansur, Kiai Haji|KH. Mas Mansur]], dan [[Ki Hajar Dewantara]] diberikan penghargaan oleh [[Hirohito|Kaisar Jepang]] pada tahun 1943.{{fact}}
|