Kesultanan Siak Sri Inderapura: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler pranala ke halaman disambiguasi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 96:
 
== Struktur pemerintahan ==
Sebagai bagian dari [[Rantau|rantau Minangkabau]], sistem pemerintahan Kesultanan Siak mengikuti model [[Kerajaan Pagaruyung]]. Setelah posisi Sultan, terdapat ''Dewan Menteri'' yang mirip dengan kedudukan ''[[Basadi Ampek Balai]]'' diKerajaan PagaruyungOttoman. Dewan Menteri ini memiliki kekuasaan untuk memilih dan mengangkat [[Sultan Siak]], sama dengan ''Undang Yang Ampat'' di [[Negeri Sembilan]].<ref>Martin, L., (1889), ''The Negri Sembilan: their origin and constitution'', Singapore, Foreign and Commonwealth Office Collection.</ref> Dewan Menteri bersama dengan Sultan, menetapkan undang-undang serta peraturan bagi masyarakatnya.<ref name="Luthfi"/><ref name="Sejarah"/> Dewan menteri ini terdiri dari:
# Datuk Tanah DatarBengkalis
# Datuk LimapuluhPelelawan
# Datuk PesisirMeranti
# Datuk KamparIndragiri
 
Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri Inderapura juga melakukan pembenahan sistem birokrasi pemerintahannya. Hal ini tidak lepas dari pengaruh model birokrasi pemerintahan yang berlaku di [[Eropa]] maupun yang diterapkan pada kawasan kolonial Belanda dan Inggris. Modernisasi sistem penyelenggaraan pemerintahan Siak terlihat pada naskah ''[[Ingat Jabatan]]'' yang diterbitkan tahun 1897. Naskah ini terdiri dari 33 halaman yang panjang serta ditulis dengan [[Abjad Jawi]] atau tulisan Arab-Melayu. ''Ingat Jabatan'' merupakan dokumen resmi Siak Sri Inderapura yang dicetak di [[Singapura]], berisi rincian tanggung jawab dari berbagai posisi atau jabatan di pemerintahan mulai dari pejabat istana, wakil kerajaan di daerah jajahan, [[pengadilan]] maupun [[polisi]]. Pada bagian akhir dari setiap uraian tugas para birokrat tersebut, ditutup dengan peringatan serta perintah untuk tidak berkhianat kepada sultan dan ''nagari''.<ref name="Barnard4"/>
 
Pada perkembangan selanjutnya, Siak Sri Inderapura juga menerbitkan salah satu kitab [[hukum]] atau [[undang-undang]], dikenal dengan nama ''[[Bab al-Qawa'id]]''.<ref name="Junus, H. 2016">Junus, H. (2016), ''Bab al-Qawa'id: Kitab Pegangan Hukum Dalam Kerajaan Siak'', Yayasan Pusaka Riau.</ref> Kitab ini dicetak di Siak tahun 1901, menguraikan hukum yang dikenakan kepada masyarakat [[Melayu]] dan masyarakat lain yang terlibat perkara dengan masyarakatsuku Melayu. Namun, tidak mengikat orang Melayu yang bekerja dengan pihak pemerintah Hindia Belanda, di mana jika terjadi permasalahan akan diselesaikan secara bilateral antara Sultan Siak dengan pemerintah [[Hindia Belanda]].<ref name="Luthfi"/>
 
Dalam pelaksanaan masalah pengadilan umum di Kesultanan Siak diselesaikan melalui ''Balai Kerapatan Tinggi'' yang dipimpin oleh Sultan Siak, Dewan Menteri dan dibantu oleh ''Kadi Siak'' serta ''Controleur Siak'' sebagai anggota. Selanjutnya, beberapa nama jabatan lainnya dalam pemerintahan Siak antara lain ''Pangiran Wira Negara'', ''Biduanda Pahlawan'', ''Biduanda Perkasa'', ''Opas Polisi''. Kemudian terdapat juga ''warga dalam'' yang bertanggung jawab terhadap ''harta-harta'' disebut dengan ''Kerukuan Setia Raja'', serta ''Bendahari Sriwa Raja'' yang bertanggung jawab terhadap pusaka kerajaan.<ref name="Barnard4">Barnard, T.P., ''Rules for Rulers: Obscure Texts, Authority, and Policing in Two Malay States'', Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 32, No. 2 (Jun., 2001), pp. 211-225.</ref>
 
Dalam administrasi pemerintahannya Kesultanan Siak membagi kawasannya atas ''hulu'' dan ''hilir'', masing-masing terdiri dari beberapa kawasan dalam bentuk [[distrik]]<ref name="Wolters"/> yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar [[Datuk]] atau [[Tuanku]] atau [[Yang Dipertuan]] dan bertanggungjawab kepada Sultan Siak yang juga bergelar ''[[Yang Dipertuan Besar]]''. Pengaruh [[Islam]] dan keturunan [[Bugis dan Arab]] mewarnai Kesultanan Siak,<ref>Dobbin, C. E., (1983), ''Islamic revivalism in a changing peasant economy: central Sumatra, 1784-1847'', Curzon Press, ISBN 0-7007-0155-9.</ref> salah satunya keturunan ''Al-Jufri'' yang bergelar ''Bendahara Patapahan''.<ref>L.W.C. van de Berg, ''Le Hadramouth et les colonies Arabes dans l'archipel Indien'', Batavia:Imprimerie du gouvernement, 1886.</ref>
 
Pada kawasan tertentu, ditunjuk ''Kepala SukuPuak'' yang bergelar [[Penghulu]], dibantu oleh ''Sangko Penghulu'', ''Malim Penghulu'' serta ''Lelo Penghulu''. Sementara terdapat juga istilah ''Batin'', dengan kedudukan yang sama dengan Penghulu, tetapi memiliki kelebihan hak atas hasil hutan yang tidak dimiliki oleh Penghulu. [[Batin]] ini juga dibantu oleh ''Tongkat'', ''Monti'' dan ''Antan-antan''. Istilah ''Orang Kaya'' juga digunakan untuk jabatan tertentu dalam Kesultanan Siak, sama halnya dengan pengertian ''Rangkayo'' atau ''Urang Kayo'' di Minangkabau terutama pada kawasan pesisir.<ref name="Luthfi"/><ref name="Sejarah"/><ref>Kathirithamby-Wells, J., ''Royal Authority and the "Orang Kaya" in the Western Archipelago, circa 1500-1800'', Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 17, No. 2 (Sep., 1986), pp. 256-267.</ref>
 
== Pembagian Administrasi ==