Perempuan di Burundi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 18:
=== Kuota gender legislatif ===
Representasi perempuan dalam pemerintahan di [[Afrika]] meningkat tiga kali lipat dari tahun 1990 hingga 2010. Studi menunjukkan bahwa peningkatan dramatis dalam representasi di benua ini dapat dikaitkan dengan pembukaan politik, liberalisasi politik, tekanan internasional, dan munculnya perempuan dalam posisi kekuasaan setelah konflik besar di suatu negara.<ref name=":7">{{Cite book |url=https://www.jstor.org/stable/j.ctvfjcxvh |title=Holding the World Together: African Women in Changing Perspective |date=2019 |publisher=University of Wisconsin Press |doi=10.2307/j.ctvfjcxvh |jstor=j.ctvfjcxvh |isbn=978-0-299-32110-9|s2cid=242928968 }}</ref>
Sebelum tahun 1970-an, hanya lima negara bagian yang menerapkan kuota gender untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam pemerintahan. Pada 2011, lebih dari 100 negara, termasuk Burundi, menerapkan kuota gender dalam pemerintahan mereka. Kuota gender dapat mengambil bentuk yang berbeda; kursi yang dicadangkan, kuota legislatif untuk calon, atau kuota sukarela untuk partai politik. Dikatakan bahwa kuota gender sering diadopsi karena tekanan internasional, alih-alih menjadi tanda modernisasi, itulah sebabnya mereka terlihat terutama di negara-negara berkembang.<ref name=":3">{{Cite journal |last=Bush |first=Sarah Sunn |date=2011 |title=International Politics and the Spread of Quotas for Women in Legislatures |url=https://www.jstor.org/stable/23016105 |journal=International Organization |volume=65 |issue=1 |pages=103–137 |doi=10.1017/S0020818310000287 |jstor=23016105 |s2cid=155022117 |issn=0020-8183}}</ref> Namun, penelitian lain di lapangan menunjukkan tidak ada pola sistematis dalam hal adopsi karena kuota gender muncul di negara-negara dengan karakteristik politik, budaya, dan ekonomi yang beragam.<ref>{{Cite journal |last1=Krook |first1=Mona Lena |last2=O'Brien |first2=Diana Z. |date=2010 |title=The Politics of Group Representation: Quotas for Women and Minorities Worldwide |url=https://www.jstor.org/stable/27822309 |journal=Comparative Politics |volume=42 |issue=3 |pages=253–272 |doi=10.5129/001041510X12911363509639 |jstor=27822309 |issn=0010-4159}}</ref>
Dalam [[Konstitusi Burundi|Konstitusi Republik Burundi]] tahun 2005, pasal 129, 164, dan 182(2) menetapkan kuota gender di negara bagian. Kuota gender legislatif Burundi menetapkan bahwa minimal 30% kursi harus dipegang oleh perempuan di Parlemen, termasuk Majelis Nasional dan Senat, dan di Cabang Eksekutif. Jika hasil pemilu tidak memenuhi minimal 30% kursi yang diduduki oleh perempuan, menurut undang-undang pemilu, Administrasi Pemilu menambahkan kandidat dari kelompok yang kurang terwakili yang menerima setidaknya 5% suara.<ref name=":0">{{Cite web |title=Burundi 2005 Constitution - Constitute |url=https://www.constituteproject.org/constitution/Burundi_2005?lang=en |access-date=2022-04-18 |website=www.constituteproject.org |language=en}}</ref>
=== Dampak politik ===
|