#ALIH [[Kabupaten Indramayu#Sejarah]]
{{hapus|u1}}
{{gabung|Kabupaten Indramayu#Sejarah}}
{{Pp-vandalism|anti-vandalism}}{{Multiple issues|
{{One source|date=Februari 2022}}
{{Lead missing|date=Januari 2023}}
{{Netralitas|date=Maret 2023}}{{Catatan kaki|date=Maret 2023}}}}
Teori kedatangan manusia ke Nusantara, diantaranya adalah pendapat yeng menyatakan
pada asal mula penghuni pertama daerah ini adalah bangsa Austronesia<ref name="Gray-et-al2009">{{cite journal | doi = 10.1126/science.1166858 | last1 = Gray | first1 = RD | last2 = Drummond | first2 = AJ | last3 = Greenhill | first3 = SJ | year = 2009 | title = Language Phylogenies Reveal Expansion Pulses and Pauses in Pacific Settlement | journal = Science | volume = 323 | issue = 5913| pages = 479–483 | pmid = 19164742 }}</ref><ref name="Diamond-2000">{{cite journal | doi = 10.1038/35001685 | last1 = Diamond | first1 = JM | year = 2000 | title = Taiwan's gift to the world | journal = Nature | volume = 403 | issue = 6771| pages = 709–710 | pmid = 10693781 }}</ref> yang datang dari [[penduduk asli Taiwan|Taiwan]] atau Yunan sejak periode 2000 SM, sampai 500 SM<ref>{{Cite web|last=|title=mengetahui asal usul lahirnya suku jawa|url=https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/04/07/mengetahui-asal-usul-lahirnya-suku-jawa/|access-date=2020-4-7}}</ref>. Hal itu dapat diketahui melalui Genetika Manusia atau DNA <ref>{{Cite web|last=|title=Pemetaan Genetika Manusia|url=http://assets.kompas.com/data/photo/2015/10/12/1113035menyusuri-jejak-leluhur780x390.JPG/|access-date=2016-2-23|archive-date=2016-02-23|archive-url=https://web.archive.org/web/20160223131403/http://assets.kompas.com/data/photo/2015/10/12/1113035menyusuri-jejak-leluhur780x390.JPG/|dead-url=unfit}}</ref> di Indonesia termasuk daerah Indramayu<ref>{{Cite web|last=|title=Mongoloid Indramayu|url=https://suryamalang.tribunnews.com/2019/10/17/temuan-tengkorak-misterius-di-indramayu-diduga-perempuan-ras-mongoloid-yang-hidup-di-abad-16/|access-date=2019-10-17}}</ref><ref>{{Cite web|last=|title=Austronesia Indramayu|url=https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4748160/tengkorak-misterius-di-indramayu-diduga-hidup-pada-abad-16/|access-date=2019-10-16}}</ref>.
Berdasarkan teori Out of Taiwan, penutur bahasa Austronesia tiba terlebih dahulu di Filipina sekitar tahun 4500 hingga 3000 SM. Kemudian sekitar tahun 3500 hingga 2000 SM, manusia yang mendiami Filipina melakukan migrasi ke Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara.
Mereka terus menyebar ke Jawa, Sumatra, Nusa Tenggara, Papua bagian Barat, Oseania, hingga Melanesia di Pasifik. Ketika singgah di setiap pulau yang dilalui, mereka kemudian memperkenalkan kebudayaannya kepada masyarakat setempat, termasuk bahasa.
Oleh sebab itu terdapat beberapa kata yang mirip di berbagai daerah, baik dalam segi pengucapan maupun maknanya. Salah satu contohnya adalah kata manuk dalam bahasa Sunda yang berarti burung, dalam bahasa Tagalog disebut manok. Orang Fiji menyebutnya manu-manu. Sementara bagi orang Samoa burung adalah manu.
Mengutip dari Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia yang ditulis oleh Bellwood, selain bahasa, kebudayaan lainnya yang mereka bawa antara lain pertanian (padi, jewawut, tebu, ubi, dan keladi raksasa), hasil laut berupa ikan dan kerang, domestikasi ternak (ayam), menguasai teknologi perkapalan, pembuatan gerabah, penggunaan beliung persegi, perhiasan kerang, tenun, dan kebiasaan makan sirih.
Sementara pada abad 21 era milenial generasi Z dimana pendidikan semakin merata, transportasi yang lebih maju dengan dukungan teknologi informasi yang cepat. Muncul Teori of Sundaland, yang menyatakan bahwa peradaban dari Nusantara/Sundaland yang menyebar dan mempengaruhi dunia lainnya
== Latar belakang ==
Salakanagara, Tarumanagara, Sunda, Galuh, hingga Pajajaran dari abad 2 masehi hingga 17 masehi meninggalkan banyak jejak prasasti dan tulisan sejarah dalam berbagai kitab kuno. Yang dilestarikan oleh Keraton Cirebon, Keraton Surakarta juga perpustakaan dalam dan luar negeri tentang wilayah yang terbentang dari barat dari Pulau Jawa hingga Sungai Cipamali adalah wilayah kekuasannya.
Diantaranya tertulis dalam '''''Suma Oriental que trata do Mar Roxo até aos Chins''''' ("Ikhtisar Wilayah Timur, dari Laut Merah hingga Negeri Cina") adalah [[kompendium]] (''[[summa]]'') yang ditulis oleh [[Tomé Pires]] pada tahun 1512-1515, berisi informasi tentang kehidupan di wilayah [[Asia Timur]] dan [[Asia Tenggara]] pada abad ke-16.
Naskah ini sebenarnya merupakan laporan resmi yang ditulis Tomé Pires kepada [[Emanuel dari Portugal|Raja Emanuel]] tentang potensi peluang ekonomi di wilayah yang baru dikenal oleh [[Portugis]] saat itu sehingga tidak pernah diterbitkan.
[[Buku]] ini terdiri dari enam jilid, dua jilid pertama berisi informasi tentang wilayah antara [[Mesir]] dan [[Malabar]], dan sisanya berisi informasi tentang wilayah [[Bengali]], [[Indocina]], [[Malaysia]], [[Indonesia]], [[Cina]], dan [[Jepang]]. Tentang Indonesia, ''Suma Oriental'' memuat informasi terutama tentang [[Pulau Jawa]] dan [[Pulau Sumatra]].
Setelah sempat "menghilang" berabad-abad, pada tahun [[1944]], Armando Z. Cortesão menerbitkan terjemahan ''Suma Oriental'' ke dalam [[bahasa Inggris]], berdasarkan versi salinannya yang ditemukan di Perpustakaan Chambre des Deputes di [[Paris]].
Dalam Suma Oriental tersebut, Tomé Pires memberitakan bahwa ''Çumda/Sunda'' mempunyai enam pelabuhan yaitu ''Bantam, Pomdam, Cheguide, Tamgaram, Calapa,'' dan ''Chemano/Cimanuk (Cotesao, 1967:166)''.
Sementara pelaut Portugis lainnya, Catatan de Barros, Kerajaan Sunda pada abad 15 masehi mempunyai enam pelabuhan yaitu ''Chiamo, Xacatra'' atau ''Caravam, Tangaram, Cheguide, Pondang,'' dan ''Bantam'' (Djajadiningrat, 1983:83).
Keterangan antara Barros dan Pires sama-sama menyebutkan adanya enam pelabuhan. Kalau Barros menyebutkannya dari arah timur ke barat, sebaliknya Pires menyebutnya dari barat ke timur. Perbedaan yang ada selain ucapannya ialah bahwa ''Calapa'' yang disebut Pires, oleh Barros disebutnya ''Xacatra'' atau ''Caravam (Saptono, 1998:241).''
Tomé Pires juga memberikan gambaran keadaan masing-masing pelabuhan tersebut (Cotesao, 1967:170–173). ''Bantam'' merupakan pelabuhan besar terletak di tepi sungai. Dari pelabuhan ini perdagangan berlangsung hingga Sumatra dan Kepulauan Maladewa. Barang-barang yang diperdagangkan antara lain beras dan lada.
''Pomdam'' juga merupakan pelabuhan yang baik. Berada pada muara sungai. Kapal besar (''junk'') dapat berlabuh di sini. Barang dagangan berupa bahan makanan terutama beras, buah-buahan, bahan makanan dan lada. ''Cheguide'' merupakan pelabuhan bagus yang bisa didarati kapal besar. Pelabuhan ini merupakan pintu gerbang ke Jawa dari Pariaman, Andalas, Tulangbawang, Sekampung dan tempat-tempat lain.
Pelabuhan ''Tamgaram'' juga merupakan pelabuhan dan kota dagang yang bagus. Barang dagangannya sama sebagaimana pelabuhan yang lain.
''Pelabuhan Calapa'' merupakan bandar yang paling bagus. Pelabuhan ini sangat penting dan terbagus di antara yang lain. Jalinan perdagangannya sangat luas yaitu hingga Sumatra, Palembang, ''Laue,'' ''Tamjompura,'' Malaca, Makasar, Jawa dan Madura, serta beberapa tempat lain.
''Pelabuhan Chemano/Cimanuk'' di Indramayu merupakan pelabuhan yang cukup ramai meskipun kapal besar tidak dapat berlabuh di sini. Di kota ini sudah banyak warga muslim. Perdagangan yang dijalin hingga seluruh Jawa.
Barang komoditas utama Kerajaan Sunda adalah lada dengan kualitas tinggi. Produksi lada diperkirakan 1000 bahar per tahunnya. Selain lada komoditas penting Kerajaan Sunda adalah cabai jawa dan buah asam. Kedua komoditas ini mampu memenuhi kebutuhan seribu kapal.
Kerajaan Sunda sudah mendapat juga pasokan barang-barang berharga dari Kepulauan Maladewa. Perjalanan dari Sunda ke Maladewa ditempuh sekitar enam hingga tujuh hari. Dalam aktivitas perdagangan telah digunakan semacam mata uang terbuat dari emas yang dicetak dengan 8 ''mate'', yaitu semacam goresan atau cetakan emas yang digunakan di Timur (Cotesao, 1967:172).
Hubungan dagang antara masyarakat pesisir dilakukan dengan perahu yang menyusuri laut pinggir pantai. Sebagaimana pemberitaan Tomé Pires, aktivitas perdagangan di pantai utara Jawa juga terjalin secara antar kota pelabuhan.
Berlangsungnya perdagangan semacam ini, di Indramayu ditandai dengan adanya temuan perahu di Desa Lombang, Juntinyuat. Perahu berukuran panjang 11,5 m dan lebar 3 m serta tinggi sekitar 1,5 m menunjukkan fungsinya sebagai sarana angkut dalam jarak yang tidak begitu jauh, dalam arti tidak untuk mengarungi samodra (Michrob, 1992).
Hubungan antar pemukiman di pedalaman dan pesisir dihubungkan dengan jaringan jalan raya. Jalan-jalan darat menghubungkan pusat kerajaan di Pakwan Pajajaran ke pemukiman-pemukiman di pedalaman dan pelabuhan-pelabuhan di pantai utara. Jaringan jalan ada dua yaitu ke arah timur dan barat. Jalan ke arah timur dari Pakwan Pajajaran menuju Karangsambung di tepi Ci Manuk melalui Cileungsi dan Cibarusah.
Dari Cibarusah menuju Tanjungpura di tepi Ci Tarum, Karawang kemudian terus ke Cikao, Purwakarta dan lanjut ke Karangsambung. Di Karangsambung jalan ini bercabang, satu jalur menuju Cirebon lalu berbelok ke arah Kuningan dan berakhir di Galuh atau Kawali. Jalur jalan lain dari Karangsambung menuju Sindangkasih, lalu ke Talaga dan berakhir di Galuh atau Kawali. Jalan ke arah barat dari Pakwan Pajajaran menuju Jasinga lalu ke Rangkasbitung dan berakhir di Banten.
Satu jalur lagi dari Pakwan Pajajaran ke arah Ciampea dan kemudian ke Rumpin. Dari Rumpin kemudian dilanjutkan menggunakan jalan sungai (Ci Sadane) menuju muara. Dengan menggunakan prasarana transportasi jalan darat ini, barang-barang komoditas dari pedalaman dan dari luar dapat dipertukarkan (diperdagangkan) dengan perantara pelabuhan-pelabuhan di pesisir (Poesponegoro & Notosusanto, 2009:420).
Berdasarkan beberapa sumber dapat diketahui bahwa Kerajaan Sunda pada dasarnya merupakan kerajaan yang bercorak agraris khususnya pada sektor perladangan. Secara teoritis, kerajaan yang ditopang sektor perladangan akan tidak dapat berlangsung lama. Dalam kenyataannya Kerajaan Sunda bertahan pada kurun waktu antara abad ke-7 hingga ke-17. Bertahan lamanya Kerajaan Sunda ternyata didukung aktivitas kemaritiman berupa perdagangan ''insuler'' dan ''interinsuler''.
Kerajaan Sunda merupakan penghasil lada dengan kualitas bagus. Selain itu terdapat barang-barang komoditas lain yang sangat laku di pasaran. Barang-barang komoditas tersebut adalah cabai jawa, asam, beras, sayur-mayur, daging (babi, kambing, domba, sapi), anggur, pinang, air mawar, dan emas. Komoditas yang masuk ke Sunda antara lain budak, kain/tekstil, dan akar-akaran.
Perdagangan secara insuler dilakukan dengan beberapa pelabuhan dagang di Pulau Jawa, sedangkan secara interinsuler dilakukan dengan beberapa daerah di Sumatera misalnya Pariaman, Andalas, Tulangbawang, Sekampung, Palembang, Laue, dan Tanjungpura; di Sulawesi dengan Makasar; dan secara internasional dengan Malaka, Maladewa, Pagan, dan Cina. Distribusi barang dari pelabuhan ke beberapa lokasi di pedalaman melalui jaringan jalan darat.
Kerajaan Sunda yang sebagian besar masyarakatnya sebagai petani sangat bergantung pada aktivitas kemaritiman untuk keberlangsungannya. Dalam hal ini peran pelabuhan dagang sangat vital. Pelabuhan bukan sekedar tempat berlabuh tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu sebagai tempat berlabuh dengan aman, terlindungi dari ombak besar, serta terlindung dari angin dan arus yang kuat.
Tempat ideal untuk pelabuhan adalah muara sungai besar. Pada jaringan lalu lintas, fungsi pelabuhan juga sebagai penghubung antara jalan maritim dan jalan darat atau penghubung antara pelabuhan dengan kawasan pedalaman. Melalui sungai penduduk pedalaman dapat mengangkut hasil bumi ke pantai (Poesponegoro & Notosusanto, 2009 a:141).
Pelabuhan sebagai kota pantai harus memiliki fungsi kelautan. Laut tidak hanya dilihat sebagai faktor distorsi mobilitas tetapi juga sebagai lintas enerji barang, manusia, dan informasi dari pelabuhan satu ke kota lainnya (Nurhadi, 1995:87).
Pada masa akhir Kerajaan Sunda, peran pelabuhan-pelabuhan dagang tersebut mengalami kemunduran akibat serangan bertubi-tubi dari Demak dan Banten hingga VOC - Belanda yang datang pada abad 17 masehi. Dalam perkembangannya ada yang terus berlangsung tetapi ada pula yang surut dan berubah fungsi hanya sebagai pelabuhan nelayan saja.
Keadaan pada 1775–1778 di Tatar Sunda tersisa hanya ada tiga pelabuhan yaitu Bantan, Batavia, dan Cheribon (Stockdale, 1995:193).
Penyebab menurunnya fungsi pelabuhan terjadi karena beberapa faktor. Hal yang umum terjadi karena adanya perebutan kekuasaan. Utamanya pada abad 17 adalah blokade oleh VOC terhadap pelabuhan-pelabuhan Sunda, selain memonopoli perdagangan komoditi-komoditi mahal dan penting yang berasal dari Tatar Sunda juga membatasi pergerakan orang yang masuk dan keluar.
Perebutan kekuasaan selain terjadi di Cheguide juga di Sunda Kelapa. Pada 1527 Sunda Kelapa berhasil direbut oleh pasukan Banten. Kondisi seperti ini menyebabkan terputusnya hubungan antara kawasan pesisir dengan pusat Kerajaan Sunda di pedalaman. Jalan niaga Kerajaan Sunda satu persatu jatuh ke tangan pasukan Banten, sehingga raja hanya dapat bertahan di pedalaman (Poesponegoro & Notosusanto, 2009:395).
Selain karena perebutan kekuasaan, tidak berfungsinya pelabuhan juga disebabkan faktor alam. Sebagai contoh adalah pelabuhan Chemanuk (Cimanuk, Indramayu).
'''Tatar Sunda, Tanah Idola'''
[[Bangsa Austronesia]] yang datang mendiami daerah Indramayu dan bercampur baur dengan penduduk yang lebih dulu bermukim, memunculkan ciri-ciri khas dalam berbahasa. Misalnya migrasi dari wilayah tengah dan timur Pulau Jawa karena mobilitas sosial maupun karena bencana alam gunung Merapi yang meletus dan peperangan Mataram dengan Trunajaya dari Madura di wilayahnya.
Sementara Tatar Sunda yang sedang mengalami masa damai, maka muncul kelompok-kelompok dari pendatang yang masih setia mempertahankan asal usul bahasa dan budaya suku bangsanya walau telah menetap di Indramayu. Yang meliputi pendatang dari wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Utara Kabupaten Karawang, Utara Kabupaten Subang (Jawa Barat), Kabupaten Cilegon dan Kota Serang (Banten)<ref>{{Cite web|last=|title=suku jawa di Indonesia|url=https://www.gramedia.com/literasi/mengenal-asal-usul-dan-adat-istiadat-5-suku-terbesar-di-jawa/|access-date=2021}}</ref>.
Menurut penulis Portugis [[Tomé Pires]] tersebut, Kalapa adalah pelabuhan terbesar di Jawa Barat, selain [[Kerajaan Sunda|Sunda]] (Banten), [[Pontang]], [[Cigede]], [[Tamgara]] dan [[Cimanuk]] yang juga dimiliki Pajajaran. Sunda Kelapa yang dalam teks ini disebut ''Kalapa'' dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama ''Dayo'' (dalam bahasa Sunda modern sekarang: '''dayeuh''' berarti kota) dalam tempo dua hari.
Nama ''Dayo'' didengarnya dari penduduk atau pembesar Pelabuhan Kalapa. Orang Pelabuhan Kalapa menggunakan kata ''dayeuh'' bila bermaksud menyebut ibu kota dalam percakapan sehari-hari.
Pelabuhan ini telah dipakai sejak zaman Tarumanagara dan diperkirakan sudah ada sejak [[abad ke-5]] dan saat itu disebut Sundapura. Pada [[abad ke-12]], pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan [[lada]] yang sibuk milik [[Kerajaan Sunda]], yang memiliki ibu kota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran yang saat ini menjadi [[Kota Bogor]].
Kapal-kapal asing yang berasal dari [[Tiongkok]], [[Jepang]], [[India]] Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti [[porselen]], [[kopi]], [[sutra]], [[kain]], wangi-wangian, [[kuda]], [[anggur]], dan zat warna untuk ditukar dengan [[rempah-rempah]] yang menjadi komoditas dagang saat itu.
Seperti diketahui pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, para penjelajah Eropa mulai berlayar mengunjungi sudut-sudut dunia. Bangsa Portugis berlayar ke Asia dan pada tahun 1511, mereka bahkan bisa merebut kota pelabuhan Malaka, di [[Semenanjung Malaka]]. Malaka dijadikan basis untuk penjelajahan lebih lanjut di Asia Tenggara dan Asia Timur.
[[Tome Pires]] sendiri adalah salah seorang penjelajah Portugis, mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa antara tahun 1512 dan 1515. Ia menggambarkan bahwa pelabuhan Sunda Kelapa ramai disinggahi pedagang-pedagang dan pelaut dari luar seperti dari [[Sumatra]], [[Kesultanan Malaka|Malaka]], Sulawesi Selatan, Jawa dan Madura. Menurut laporan tersebut, di Sunda Kelapa banyak diperdagangkan lada, beras, asam, hewan potong, emas, sayuran serta buah-buahan.
Laporan Portugis menjelaskan, bahwa (Sunda) Kalapa terbujur sepanjang satu atau dua kilometer di atas potongan-potongan tanah sempit yang dibersihkan di kedua tepi sungai Ciliwung. Tempat ini ada di dekat muaranya yang terletak di teluk yang terlindung oleh beberapa buah pulau. Sungainya memungkinkan untuk dimasuki 10 kapal dagang yang masing-masing memiliki kapasitas sekitar 100 ton. Kapal-kapal tersebut umumnya dimiliki oleh orang-orang [[Suku Melayu|Melayu]], Jepang dan Tionghoa.
Di samping itu ada pula kapal-kapal dari daerah yang sekarang disebut Indonesia Timur. Sementara itu kapal-kapal Portugis dari tipe kecil yang memiliki kapasitas muat antara 500 - 1.000 ton harus berlabuh di depan pantai. Tome Pires juga menyatakan bahwa barang-barang komoditas dagang Sunda diangkut dengan ''lanchara'', yaitu semacam kapal yang muatannya sampai kurang lebih 150 ton.
Tome Pires ikut mencatat juga kemajuan zaman keemasan pemimpin besar Sri Baduga yang menjabat Raja waktu itu dengan komentar "''The Kingdom of Sunda is justly governed; they are honest men''" (Kerajaan Sunda diperintah dengan adil; mereka adalah orang-orang jujur).
Juga diberitakan kegiatan perdagangan Sunda dengan Malaka sampai ke kepulauan Maladewa (Maladiven). Jumlah merica bisa mencapai 1000 bahar (1 bahar = 3 pikul) setahun, bahkan hasil ''tammarin'' (asem) dikatakannya cukup untuk mengisi muatan 1000 kapal.
Lalu pada tahun 1522 Gubernur [[Alfonso d'Albuquerque]] yang berkedudukan di Malaka mengutus Henrique Leme untuk menghadiri undangan raja Sunda untuk membangun benteng keamanan di Sunda Kalapa
Maka pada tanggal [[21 Agustus]] [[1522]] dibuatlah suatu perjanjian yang menyebutkan bahwa orang Portugis akan membuat loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng) di Sunda Kelapa, sedangkan (Sunda) Kalapa akan menerima barang-barang yang diperlukan.
Raja Sunda akan memberikan kepada orang-orang Portugis 1.000 keranjang lada sebagai tanda persahabatan. Sebuah batu peringatan atau [[Padraõ|''padraõ'']] dibuat untuk memperingati peristiwa itu.
[[Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal|Padrao dimaksud]] disebut sebagai layang salaka domas dalam cerita rakya Sunda [[Mundinglaya Dikusumah]]. Padraõ itu ditemukan kembali pada tahun 1918 di sudut Prinsenstraat (Jalan Cengkeh) dan Groenestraat (Jalan Nelayan Timur) di Jakarta.
Demak (di Jawa bagian tengah) menganggap perjanjian persahabatan Sunda-Portugal tersebut sebagai sebuah provokasi dan suatu ancaman bagi ekonomi kerajaannya. Sehingga melakukan serangan loncat katak, melalui Banten dengan pimpinannnya yaitu Fatahillah, seorang menantu Sultan Demak namun juga menantu Sultan Gunung Jati dari Cirebon.
Tome Pires (1513) dalam catatan perjalanannya, “Summa Oriental (1513 – 1515)”, dia menuliskan bahwa:
''The Sunda kingdom take up half of the whole island of Java; others, to whom more authority is attributed, say that the Sunda kingdom must be a third part of the island and an eight more. It ends at the river chi Manuk. They say that from the earliest times God divided the island of Java from that of Sunda and that of Java by the said river, which has trees from one end to the other, and they say the trees on each side line over to each country with the branches on the ground.''
Tentang Kerajaan Sunda ini, Tome Pires menggambarkan bahwa, menurut berita lokal, Kerajaan Sunda luasnya setengah pulau Jawa dan ada juga yang menyebut luasnya sepertiga ditambah seperdelapan luas pulau Jawa.
Jadi, jelaslah bahwa perpaduan kedua [[kerajaan]] ini disebut dengan nama [[Kerajaan Sunda]].
Keterangan keberadaan kedua kerajaan tersebut juga terdapat pada beberapa sumber sejarah lainnya. Prasasti di [[Bogor]] banyak bercerita tentang [[Kerajaan Sunda]] sebagai kelanjutan dari Tarumanagara, sedangkan [[prasasti]] di daerah [[Sukabumi]] bercerita tentang keadaan Kerajaan Sunda sampai dengan masa [[Sri Jayabhupati|Sri Jayabupati.]]
Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa, pada tahun 670 M, ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda.
Kerajaan Sunda sangat kaya. Kerajaan ini memiliki empat ribu kuda yang didatangkan dari Pariaman dan pulau-pulau lain. Raja memiliki empat puluh gajah. Emas enam karat juga ditemukan di kerajaan ini. Asam berlimpah yang berguna untuk dibuat cuka oleh penduduk.
Kota tempat raja berada disebut kota besar atau dayeuh. Kota tersebut memiliki bangunan-bangunan yang dibuat dengan baik dari kayu dan daun palem. Rumah raja memiliki 330 tiang kayu setebal drum anggur yang tingginya 8 meter. Kota tersebut dapat ditempuh selama 2 hari dari pelabuhan utama.
Raja Sunda merupakan olahragawan dan pemburu ulung. Tahta kerajaan turun dari ayah kepada anak laki-laki. Orang Sunda sangat jujur. Perempuan bangsawannya cantik-cantik. Penduduknya ramah (tidak garang). Mereka gemar akan senjata yang dihias. Kerisnya mengkilat.
Orang Sunda di pantai bergaul denga para pedagang dari pedalaman. Mereka terbiasa berdagang, Orang Sunda sangat sering datang ke Malaka. Mereka membawa lancara (kapal kargo yang beratnya seratus lima puluh ton). Kerajaan Sunda memiliki 6 kapal jung dan banyak lancara.
Keterbukaan, toleransi dan kerjasama menjadi awal terbentuknya [[Yawadwipa|Jawa Dwipa]]<ref>{{Cite web|last=|title=mengetahui asal usul lahirnya suku jawa|url=https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/04/07/mengetahui-asal-usul-lahirnya-suku-jawa/|access-date=2020-4-7}}</ref>. Dalam pengertian Jawa Dwipa atau ''yavadvip(a)'' (''dwipa'' berarti "pulau", dan ''yava'' berarti "jelai" atau juga "biji-bijian"). <ref name="Raffles, Thomas E. 1965. Page 3" /><ref>[http://veda.wikidot.com/malay-words-sanskrit-origin Malay Words of Sanskrit Origin]</ref> maksud dari biji-bijian ini adalah [[jewawut]] (''Setaria italica'') atau [[padi]], keduanya banyak ditemukan di pulau jawa sebelum masuknya pengaruh dari India dan bisa dikatakan, bahwa pulau ini memiliki banyak nama sebelumnya, termasuk kemungkinan berasal dari kata ''jau'' yang berarti "jaúh".<ref name="Raffles, Thomas E. 1965. Page 3">Raffles, Thomas E.: "The History of Java". Oxford University Press, 1965 </ref>. Mengenai hal biji-bijian seperti padi sebagai peradaban jawa dwipa masih bertahan di Indramayu sebagai penghasil biji padi<ref>{{Cite web|last=|title=Pertanian Indramayu|url=https://matapantura.republika.co.id/posts/171699/indramayu-raih-penghargaan-dari-mentan-capai-produksi-padi-tertinggi-di-indonesia/|access-date=2022-8-14}}</ref>.
Di abad ke-1, sampai abad ke-6 atau tahun 671 masehi, penduduk Tatar Sunda termasuk di Indramayu memiliki beragama bahasa, selain bahasa Sunda kuno, bahasa internasional dari India, Cina dan lainnya, maka di daerah ini mulai membentuk kelompok berdasarkan bahasa asal-usul daerah asalnya. Seperti [[Bahasa Jawa Banyumasan|Bahasa Ngapak]] yang digunakan oleh masyarakat jawa lama<ref>{{Cite web|last=|title=Jawa Dwipa|url=https://www.rmoljawatengah.id/galuh-purba-kerajaan-tertua-di-jawa-ada-di-purbalingga-ini-jawabannya/|access-date=2022-3-28}}</ref> yang meliputi [[Indramayu]], [[Cirebon]], [[Brebes]], [[Tegal]], [[Pemalang]], [[Bumiayu]], [[Banyumas]], [[Cilacap]], [[Purbalingga]], [[Banjarnegara]], [[Kebumen]], [[Kedu]], [[Kulonprogo]] dan [[Purwodadi]] termasuk juga penggunaan bahasa jawa ngapak pada wilayah tersebut<ref>{{Cite web|last=|title=Bahasa Jawa Ngapak|url=https://m.merdeka.com/histori/menguak-jejak-kerajaan-galuh-purba-di-tanah-jawa.html/|access-date=
2021-11-24}}</ref>.
Berdasarkan catatan sejarawan Belanda Van der Meulen, telah berdiri Kerajaan Galuh Purba yang bertahan hingga abad ke-6 M dengan wilayah kekuasaan yang meliputi daerah Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Kedu, Kulonprogo dan Purwodadi.
Berdasarkan prasasti Bogor, pamor kerajaan Galuh Purba sempat mengalami penurunan saat Dynasti Syilendra, di Jawa Tengah, mulai berkembang. Pusat kota Kerajaan Galuh Purba sempat dipindah ke Kawali (dekat Garut).
Di sini, kerajaan itu mengganti namanya menjadi Kerajaan Galuh Kawali. Inilah zaman kemunduran Kerajaan Galuh Purba. Pada saat itu, di wilayah timur berkembang Kerajaan Kalingga yang konon merupakan kelanjutan dari Kerajaan Galuh Kalingga, sebuah Kerajaan di wilayah Galuh Purba. Di barat Pulau Jawa berdiri Kerajaan Tarumanegara yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Salakanegara, maka ketika Purnawarman menjadi Raja Tarumanegara, kerajaan Galuh Kawali berada di bawah Kerajaan Tarumanegara.
Masa kejayaan Kerajaan Galuh Purba mulai beranjak naik, saat Tarumanegara diperintah oleh Raja Candrawarman. Saat itu, kerajaan bawahan Tarumanegara mendapatkan kekuasaannya kembali, termasuk Galuh Kawali. Pada masa Tarumanegara, Pemerintahan Raja Tarusbawa Wretikandayun, Raja Galuh Kawali memisahkan diri (merdeka) dari Tarumanegara dan mendapat dukungan dari Kerajaan Kalingga.
Lalu kerajaan ini mengubah kembali namanya menjadi Kerajaan Galuh, dengan pusat pemerintahan di Banjar Pataruman.
Jejak Kerajaan Galuh ini bisa dilihat dari kajian bahasa E.M. Uhlenbeck tahun 1964, dalam bukunya: “A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura” yang menyatakan, bahasa keturunan Galuh Purba masuk ke dalam rumpun basa Jawa bagian kulon atau Bahasa Jawa Ngapak-ngapak (atau Banyumasan).
'''Kerajaan Sriwijaya'''
[[Berkas:Srivijaya Empire id.svg|thumb|Wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya]]
Berawal dari [[Kerajaan Sriwijaya]] tahun 671 sampai tahun 1274 berkuasa di Sumatera<ref>{{Cite web|last=|title=Wilayah Kekuasaan Sriwijaya|url=https://amp.kompas.com/stori/read/2021/04/09/114212579/wilayah-kekuasaan-kerajaan-sriwijaya/|access-date=2021-4-9}}</ref>. Di Indramayu konon terdapat peninggalan yang diperkirakan dipengaruhi Kerajaan Sriwijaya karena berupa candi buddha<ref>{{Cite web|last=|title=Arkeologi Universitas Indonesia|url=https://jabar.tribunnews.com/2022/05/16/guru-besar-arkeologi-uidatangi-lokasi-candi-sambimaya-di-indramayu-ini-katanya/|access-date=2022-5-16}}</ref><ref>{{Cite web|last=|title=Candi Sambimaya Indramayu|url=https://m.merdeka.com/jabar/4-fakta-penemuan-struktur-candi-di-indramayu-diduga-pengaruh-kerajaan-sriwijaya.html/|access-date=2020-12-8}}</ref> seperti halnya Candi Borobudur di Jawa tengah. Tapi di Indramayu tidak dipelihara dalam waktu seribuan tahun. Karena telah masuknya Peradaban Islam awal yang kuat ke wilayah barat Pulau Jawa ini
'''Kerajaan Tarumanagara'''
Pada abad 4 hingga 5 masehi wilayah Indramayu dikenal sebagai Kerajaan Manukrawa. Tersebut sebagai bawahan kerajaan Tarumanagara. Dalam naskah Sunda Kuno (NSK), menurut Undang A Darsa, Manukrawa adalah sebuah Mandala. Kemandalaan adalah kata benda untuk Mandala yang berarti tempat suci sekaligus kawasan perdikan yang memiliki kewenangan khusus di bidang keagamaan. Sebagian masyarakat di tatar Sunda menyamakan Mandala dengan Kabuyutan.
Mandala Manukrawa termasuk dalam daftar Kabuyutan atau Kemandalaan di Tatar Pasundan.
Mandala Manukrawa adalah 1 dari 73 Mandala yang tercantum dalam naskah Sunda Kuno. Selain itu Mandala Manukrawa juga disebut sebagai Kerajaan Manukrawa dan sevagai bawahan Kerajaan Tarumanegara. Manukrawa adalah 1 dari 48 kerajaan bawahan Tarumanagara.
'''Lokasi Kerajaan Manuk Rawa'''
Lokasi kerajaan Manukrawa dekat dengan sungai muara sungai Cimanuk di daerah Indramayu sekarang. Dalam Naskah wangsakerta dari Keraton Cirebon, Kerajaan manukrawa tersebut muncul sejaman dengan kerajaan Tarumanegara.
Dalam Kitab Negara Kertabumi Kerajaan Manukwara dipimpin oleh seorang Raja bernama Bongalpati Kerajaan tersebut terletak di tepian muara sungai Cimanuk, dan musnah akibat banjir bandang.
Dalam catatan sejarah, pada tahun 413, Raja Tarumanagara Purnawarman memperkokoh parit dan memperindah aliran Sungai Sarasah / Manukrawa yang terletak di Kerajaan Manukrawa (kerajaan bawahan Tarumanagara). Proyek ini dikerjakan selama kurang lebih 2 bulan, antara Oktober/November sampai Desember/Januari.
Pada saat upacara selamatan tanda selesainya pekerjaan besar ini, Purnawarman berhalangan hadir dan mengutus Mahamantri Cakrawarman sebagai perwakilan. Sang Mahamantri bersama pembesar kerajaan lainnya ikut hadir dalam upacara tersebut dengan mengendarai perahu besar, dan kali ini Purnawarman menghadiahkan 400 ekor sapi, 80 ekor kerbau, pakaian bagi para brahmana, 10 ekor kuda, 1 buah bendera Tarumanagara, 1 buah patung Wisnu, dan bahan makanan.
'''Bumi Sagandu Indramayu'''
Di Indramayu juga terdapat kelompok adat '''Bumi Sagandu.''' Yang memiliki akar sejarah panjang hubungan kekerabatan antara Salakanagara, Tarumanagara, Kendan, Sunda dengan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.
'''Kerajaan Singhasari'''
[[Berkas:Singhasari Kingdom map.jpg|thumb|Kekuasaan Pamalayu Kerajaan Singhasari]]
Pada tahun 1274, [[Kerajaan Singhasari]] memperluas wilayah kekuasannya pada era Kertanagara meliputi [[Bali]] dan Jawa Tengah- Timur, sebagian [[Kalimantan]], bahkan sebagian [[Sumatra]] hingga kawasan [[Selat Malaka]]<ref>{{Cite web|last=|title=Kekuasaan Singhasari|url=https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-kerajaan-singhasari/|access-date=2021}}</ref><ref>{{Cite web|last=|title=Kerajaan Singhasari|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/21/123313679/kerajaan-singasari-letak-silsilah-kehidupan-sosial-dan-peninggalan/|access-date=2021-5-21}}</ref>. Sementara dengan Kerajaan Sunda melakukan hubungan kekerabatan yang erat bukan penguasaan. Apalagi pada masa Mataram Sanjaya, wilayah Singasari adalah daerah taklukan Sanjaya dari Kerajaan Sunda - Galuh abad 7 masehi hingga 17 masehi.
[[Kerajaan Singhasari]] mulai digantikan oleh [[Kerajaan Majapahit]], yang mana wilayah kekuasaan Singhasari di nusantara menjadi kekuasaan Majapahit abad ke 13 masehi. Pada tahun 1351 masehi Prabu Hayam Wuruk membagi wilayah kekuasaannya menjadi 11 administratif kerajaan bawahan atau vasal yakni:<ref>{{Cite web|last=|title=Kerajaan vasal Majapahit.net|url=https://idsejarah.net/|access-date=2020-2-12}}</ref>.
* Kerajaan Daha.
* Kerajaan Wengker.
* Kerajaan Matahun.
* Kerajaan Lasem.
* Kerajaan Pajang.
* Kerajaan Paguhan.
* Kerajaan Kahuripan.
* Kerajaan Singhasari.
* Kerajaan Mataram.
* Kerajaan Wirabhumi.
* Kerajaan Pawanukan.
Raja Pertama Majapahit adalah Keturunan Sunda dan Singasari yaitu Raden Wijaya seperti yang tertulis dalam Babad Tanah Jawi.
{{Infobox former country
| demonym = Indramayu
| conventional_long_name = Kadewatan Pawanukan{{small|{{nobold|<br/>''Kerajaan Pawanukan''}}}}
| official_languages = [[Bahasa Jawa]]
| ethnic_groups = [[suku jawa]] </br> [[Tionghoa-Indonesia|tionghoa]]
| religion = [[Buddha]] </br> [[Khonghucu]]
| life_span = 1351-1470
| year_start = 1351
| year_end = 1470
| title_leader = Maharaja
| leader1 = Putri Swardhani
| year_leader1 = 1351-1367
| leader2 = Raden Bagus Gentong
| year_leader2 = 1367-1394
| year_leader3 = 1394-1424
| leader3 = Raden Darma Kusuma
| leader4 = Raden Aria Damar
| year_leader4 = 1424-1447
| p1 = Kerajaan Majapahit
| status = Kerajaan bawahan
| leader5 = Dyah Sudharmini </br> (Raja Kembang Jenar).
| year_leader5 = 1447-1470
| common_name = Kerajaan Pawanukan
}}
Raja pertama di Kerajaan Pawanukan atau Manukan adalah Putri Swardhani sebagai Cakraningrat<ref>{{Cite web|last=|title=Cakraningrat IV|url=https://silsilahsembilangan.blogspot.com/2016/?m=1/|access-date=2016-10-16}}</ref> yang menjabat sejak tahun 1351 sampai tahun 1367<ref>{{Cite web|last=|title=Kerajaan-kerajaan vasal Majapahit|url=https://sinergipapers.com/|access-date=2022-23-8}}</ref>, setelahnya tahun 1367 sampai tahun 1394 kerajaan ini pimpimpin oleh Raden Bagus Gentong sebagai Bhatara Pawanukan II<ref>{{Cite web|last=|title=Legenda Muntur Losarang|url=https://www.indramayutradisi.com/2016/12/legenda-desa-muntur-losarang.html?m=1/|access-date=2016-12-9}}</ref>.
Pada tahun 1392 sampai tahun 1424, Raden Darmakusuma juga sempat menjadi Raja Manukan III dan diganti oleh Raden Aria Damar yang menjabat dari tahun 1424 sampai 1447, setelahnya kepemerintahan Pawanukan dikelompokan dengan Kerajaan Kembang Jenar dan Dermayu (nama lama Indramayu) dibentuk atau didirikan setelah Kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan<ref>{{Cite web|last=|title=Naskah Kuno Indramayu|url=https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/web/koleksi-detail/lkk-cirebon2015-trk05a.html#ad-image-0/|access-date=2015}}</ref><ref>{{Cite web|last=|title=Sejarah Dermayu|url=https://archive.org/details/sejarah-kesultanan-dermayu/mode/1up/|access-date=2012-11-15}}</ref><ref>{{Cite web|last=|title=Sebelum Indramayu Berdiri|url=https://archive.org/details/sejarah-sebelum-indramayu-berdiri/mode/1up/|access-date=1983}}</ref>. Beberapa peninggalan [[Kerajaan Majapahit|Kerajaan]] di Indramayu masih dapat di temukan<ref>{{Cite web|last=|title=peninggalan Majapahit di Indramayu|url=https://kerisnews.com/2018/06/11/surya-majapahit-situs-makam-selawe-darmayu/|access-date=2018-6-11}}</ref><ref>{{Cite web|last=|title=Peninggalan Majapahit di Indramayu|url=https://www.detik.com/jabar/budaya/d-6376793/8-jenis-perahu-tradisional-indramayu-ciri-bentuk-dan-fungsinya/2/|access-date=2022}}</ref>.
'''Karesidenan'''
[[Berkas:Peta Pulau Jawa 38 Karesidenan Jawa & Madura 1930.jpg|size=100px]]
Pada tahun 1817 pada kepemimpinan Thomas Raffles membentuk Karesidenan di Pulau Jawa dan awal mula nama Dermayu berubah menjadi Indramajoe (Indramayu)<ref>{{Cite web|last=|title=Peta 38 Karesidenan di Pulau Jawa|url=https://ubl.webattach.nl/cgi-bin/iipview?marklat=-6.2358&marklon=106.7774&sid=3ddsaj4907525&svid=414164&code=04565-1&lang=1#focus/|access-date=}}</ref>.
==Catatan sejarah==
Berdirinya pedukuhan Darma Ayu memang tidak jelas tanggal dan tahunnya namun berdasarkan fakta sejarah Tim Peneliti menyimpulkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada jum’at kliwon, 1 sura 1449 atau 1 Muharam 934 H yang bertepatan dengan tanggal [[7 Oktober]] [[1527]].<ref name="suara"/><ref name="jurnalP"/>
=== Babad Dermayu ===
{{pindah-iw|wikisource}}
Menurut Babad Dermayu datang ke daerah [[Indramayu]] adalah Raden Aria Wiralodra yang berasal dari Bagelen [[Jawa Tengah]] putra Tumenggung Gagak Singalodra yang gemar melatih diri olah kanuragan, tirakat dan bertapa.
Suatu saat Raden Wiralodra tapa brata dan semedi di perbukitan melaya di kaki gunung sumbing, setelah melampau masa tiga tahun ia mendapat wangsit “Hai wiralodra apabila engkau ingin berbahagia berketurunan di kemudian hari carilah lembah [[Sungai Cimanuk]]. Manakala telah tiba disana berhentilah dan tebanglah belukar secukupnya untuk mendirikan pedukuhan dan menetaplah disana, kelak tempat itu akan menjadi subur makmur serta tujuh turunanmu akan memerintan disana”.
Dengan didampingi Ki Tinggil dan berbekal senjata Cakra Undaksana berangkatlah mereka ke arah barat untuk mencari [[Sungai Cimanuk]]. Suatu senja sampailah mereka di sebuah sungai, Wiralodra mengira sungai itu adalah Cimanuk maka bermalamlah disitu dan ketika pagi hari bangun mereka melihat ada orang tua yang menegur dan menanyakan tujuan mereka. Wiralodra menjelaskan apa maksud dan tujuan perjalanan mereka, tetapi orang tua itu berkata bahwa sungai tersebut bukan cimanuk karna cimanuk telah terlewat dan mereka harus balik lagi ke arah timur laut. Setelah barkata demikian orang tarsebut lenyap dan orang tua itu menurut riwayat adalah Ki Buyut Sidum, Kidang Penanjung dari Pajajaran. Ki Sidum adalah seorang panakawan tumenggung [[Sri Baduga Maharaja|Sri Baduga]] yang hidup antara tahun [[1474]] – [[1513]].
Kemudian Raden Wiralodra dan Ki Tinggil melanjutkan perjalanan menuju timur laut dan setelah berhari-hari berjalan mereka melihat sungai besar, Wiralodra berharap sungai tersebut adalah [[Ci Manuk|Cimanuk]] , tiba-tiba dia melihat kebun yang indah namun pemilik kebun tersebut sangat congkak hingga Wiralodra tak kuasa mengendalikan emosinya ketika ia hendak membanting pemilik kebun itu, orang itu lenyap hanya ada suara “Hai cucuku Wiralodra ketahuilah bahwa hamba adalah Ki Sidum dan sungai ini adalah [[Sungai Cipunegara]], sekarang teruskanlah perjalanan kearah timur, manakala menjumpai seekor Kijang bermata berlian ikutilah dimana Kijang itu lenyap maka itulah [[sungai Cimanuk]] yang tuan cari.”. Ki Sidum adalah seorang ulama besar dari Ligung Majalengka yang pulang berkelana dari Banten untuk pulang ke Ligung Majalengka kemudian bertemu dengan Raden Arya Wiralodra. dan Makom dan petilasannya ada di Desa Bantarwaru Kecamatan Ligung Kabupaten Majalengka.
Saat mereka melanjutkan perjalanan bertemulah dengan seorang wanita bernama Dewi Larawana yang memaksa untuk di persunting Wiralodra namun Wiralodra menolaknya hingga membuat gadis itu marah dan menyerangnya. Wiralodra mengelurkan Cakranya kearah Larawana, gadis itupun lenyap barsamaan dengan munculnya seekor Kijang. Wiralodra segera mengejar Kijang itu yang lari kearah timur, ketika Kijang itu lenyap tampaklah sebuah sungai besar. Karena kelelahan Wiralidra tertidur dan bermimpi bertemu Ki Sidum , dalam mimpinya itu Ki Sidum berkata bahwa inilah hutan Cimanuk yang kelak akan menjadi tempat bermukim.
Setelah ada kepastian lewat mimpinya Wiralodra dan Ki Tinggil membuat gubug dan membuka ladang, mereka menetap di sebelah barat ujung [[sungai Cimanuk]]. Pedukuhan Cimanuk makin hari makin banyak penghuninya. diantaranya seorang wanita cantik paripurna bernama Nyi Endang Darma. Karena kemahiran Nyi Endang dalam ilmu kanuragan telah mengundang Pangeran Guru dari [[Palembang]] yang datang ke lembah Cimanuk bersama 24 muridnya untuk menantang Nyi Endang Darma namun semua tewas dan dikuburkan di suatu tempat yang sekarang terkenal dengan “Makam Selawe”.
Untuk menyaksikan langsung kehebatan Nyi Endang Darma, Raden Wiralodra mengajak adu kesaktian dengan Nyi Endang Darma namun Nyi Endang Darma kewalahan menghadapi serangan Wiralodra maka dia meloncat terjun ke dalam [[Sungai Cimanuk]] dan mengakui kekalahannya. Wiralodra mengajak pulang Nyi Endang Darma untuk bersama-sama melanjutkan pembangunan pedukuhan namun Nyi Endang Darma tidak mau dan hanya berpesan, “Jika kelak tuan hendak memberi nama pedukuhan ini maka namakanlah dengan nama hamba, kiranya permohonan hamba ini tidak berlebihan karena hamba ikut andil dalam usaha membangun daerah ini”.
Untuk mengenang jasa orang yang telah ikut membangun pedukuhannya maka pedukuhan itu dinamakan “Darma Ayu” yang di kemudian hari menjadi “Indramayu”.<ref name="suara">{{cite web|url=https://asumsirakyat.id/endang-darma-ayu-dan-ki-tinggil-pendiri-indramayu|date=Sabtu, 26 Maret 2022|title=Endang Darma Ayu Dan Ki Tinggil Pendiri Indramayu|language=id|access-date=2 Januari 2023|website=asumsirakyat.id}}</ref>
== Kependudukan Indramayu ==
Mayoritas penduduk Indramayu adalah orang Sunda, [[suku jawa|orang jawa]], dengan ethnis [[Tionghoa-Indonesia|tionghoa dermayu]] yang populasinya ikut berkembang dengan signifikan<ref>{{Cite web|last=|title=Kedatangan Tionghoa|url=https://timesindonesia.co.id/amp/peristiwa-daerah/327478/cerita-awal-mula-kedatangan-bangsa-tionghoa-di-cirebon-dan-indramayu/|access-date=2021-2-12}}</ref>.
Beberapa ethnis lainnya juga dapat ditemukan di daerah ini yaitu [[Suku Bugis|orang bugis]] yang sudah ada sejak lama <ref>{{Cite web|last=|title=Suku Bugis Indramayu|url=https://asumsirakyat.id/sejarah-desa-di-kecamatan-anjatan/|access-data=2022-3-26}}</ref>, kemudian [[Suku Melayu|orang melayu dan betawi]] migrasi dari Bekasi, [[Suku Sunda|orang sunda]] migrasi dari tegalkalong Sumedang <ref>{{Cite web|last=|title=migrasi Tegalkalong|url=https://jabar.tribunnews.com/2021/04/26/ini-masjid-tertua-di-sumedang-ada-cerita-tragedi-berdarah-saat-idul-fitri-tahun-1678/|access-date=2021-4-26}}</ref>, Tasikmalaya dan Bandung sejak jaman pengungsian <ref>{{Cite web|last=|title=pengungsian suku sunda|url=https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-013380111/jawa-barat-zaman-mengungsi-migrasi-warga-kala-pemberontakan-ditii-dan-bandung-lautan-api?_gl=1%2Aj15uy6%2A_ga%2AclgwTkhpVGpVdk9aUmxzUk1KNm8tM2VScVFrVU1UNGdtck1nNHI3RnBoQ0g5RDVvdFF2bWdiT1ZGYVVudkNaaw..&page=4/|access-date=2022-1-3}}</ref><ref>{{Cite web|last=|title=Perjanjian Renville dan migrasi militer|url=https://www.ruangguru.com/blog/kerugian-indonesia-pada-perjanjian-renville/|access-date=2017-10-5}}</ref>, [[Suku Madura|orang madura]] yang bermigrasi sebagai pembuka usaha kecil, selain itu dari [[Cirebon]], [[Tegal]], [[Pemalang]], [[Pekalongan]] dan [[Minangkabau]].
Sebagai daerah di pesisir utara, Indramayu dikenal sebagai daerah agraria dan maritim melalui potensi alam, selain itu pelabuhan dan jalan raya pantura menjadi pusat perekonomian sebagai daerah pasar yang ramai menjual beberapa komoditas, maka dengan demikian berbagai penduduk dari luar daerah melakukan perpindahan penduduk ke daerah ini.
Pada penduduk Indramayu memiliki keagamaan mayoritas Islam, beberapa agama minoritas yaitu Kristen, Kejawen, Hindu, dan Khonghucu.
=== Sumber lain ===
Cerita pedukuhan Darma Ayu adalah salah satu catatan sejarah daerah Indramayu namun ada beberapa catatan lainnya yang juga berkaitan dengan proses pertumbuhan daerah Indramayu antara lain:
* Berita yang bersumber pada Babad [[Cirebon]] bahwa seorang saudagar China beragama islam bernama Ki Dampu Awang datang ke [[Cirebon]] pada tahun [[1415]]. Ki Dampu Awang sampai di desa Junti dan hendak melamar Nyi Gedeng Junti namun ditolak oleh Ki Gedeng Junti, disini dapat disimpulkan bahwa [[Juntikebon, Juntinyuat, Indramayu|Desa Junti]] sudah ada sejak tahun 1415.<ref>Babad Cirebon (Lihat [[#Daftar pustaka]])</ref>
* Catatan dalam buku [[Cerita Purwaka Caruban Nagari|Purwaka Caruban Nagari]] mengenai adanya [[Babadan, Sindang, Indramayu|Desa Babadan]],dimana pada tahun [[1417]] M Sunan Gunung Jati pernah datang ke Desa Babadan untuk mengislamkan Ki Gede Babadan bahkan menikah dengan puteri Ki Gede Babadan.<ref>{{Cite web|date=2011-12-07|title=Cerita Purwaka Caruban Nagari|url=http://cirebonme.blogspot.com/2008/10/cerita-purwaka-caruban-nagari.html|website=Cirebon Me|access-date=2015-01-16}}</ref>
* Di tengah kota [[Indramayu]] ada sebuah desa yang bernama [[Lemahabang, Indramayu, Indramayu|Desa Lemahabang]], nama itu ada kaitannya dengan nama salah seorang Wali Songo Syeikh Siti Jenar yang dikenal dengan nama Syeikh Lemah Abang, mungkin dimasa hidupnya ([[1450]] – [[1406]]) Syeikh Lemah Abang pernah tinggal di desa tersebut atau setidak-tidaknya dikunjungi olehnya untuk mengajarkan agama islam.
'''Catatan Teori Tome Pires'''
Bangsa Portugal pada tahun [[1511]] saat itu berada di Malaka antara [[1513]]-[[1515]], penguasa Portugal mengirimkan Tome Pires ke nusantara. Dalam catatan harian Tom Pires menjelaskan tentang kedatanganya ke beberapa pelabuhan yang ada dipulau jawa <ref name="Kompas">{{cite web|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/10/133000169/teori-penyebaran-islam-menurut-tome-pires?page=all|website=Kompas|title=Teori Penyebaran Islam Menurut Tome Pires|date=10 Juni 2020|access-date=2 Januari 2022|language=id}}</ref>.
Pada tahun 1513-1515, Tome Pires mendatangi beberapa Pelabuhan dipesisir utara pulau jawa, yakni '''Batavia''', '''Daramayo''' dan '''Damma''', bahwa daerah itu mempunyai Pelabuhan serta memiliki Jalur rempah<ref>{{Cite web|last=|title=Jalur Rempah oleh Tome Pires|url=https://jalurrempah.kemdikbud.go.id/artikel/demak-salah-satu-kota-terkaya-di-pesisir-utara-jawa/|access-date=}}</ref>.
Tome Pires menjelaskan pelabuhan cimanucaon adalah perbatasan wilayah kerajaan dermayu dan kerajaan sunda (pajajaran), yang dimaksud Tome Pires tentang perbatasa kerajaan di cimanucaon adalah [[sungai Cipunagara]] [[Pamanukan, Subang|Pamanukan]] di [[Subang]]. Tome Pires sangat jelas mencatat nama pelabuhan Daramayo (Dermayu) di Indramayu.
Melihat bukti-bukti atau sumber di atas diperkirakan pada akhir abad IV M daerah Indramayu sekarang atau sebagian dari padanya sudah dihuni manusia.<ref name="jurnalP">{{Cite web |url=http://portal.indramayukab.go.id/sejarah-indramayu/ |title=Sejarah Kabupaten Indramayu |access-date=2020-07-20 |archive-date=2020-07-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200720162922/http://portal.indramayukab.go.id/sejarah-indramayu/ |dead-url=yes }}</ref>
== Referensi ==
{{reflist}}
==Daftar pustaka==
* Buku Sejarah Indramayu (cetakan ke 2) terbitan pemerintah Kabupaten DT II Indramayu
* {{cite book|title=Babad Dermayu|author=Tidak diketahui|url=https://luk.staff.ugm.ac.id/itd/Jawa/babad/2019PNRIBP-BabadDermayu.pdf&ved=2ahUKEwi_39y5lqj8AhWJ0XMBHQ1JA4gQFnoECFoQAQ&usg=AOvVaw3vPfMmr5h40_yRs1Up6f4A|volume=170 halaman}}{{Pranala mati|date=Juni 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{cite book|title=Babad Cirebon|url=http://192.168.0.143/inlisnew/KatalogAdd.aspx?edit=1&id=106808|author=Tidak diketahui|publisher=[s.n] : [s.l], [s.a]|volume=No. barcode: 00001940623. No. Panggil: BR 107. 161 hlm.}}{{Pranala mati|date=Juni 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
|