Kadipatèn Mangkunagaran: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{Infobox Country
| conventional_long_name = Kadipaten Mangkunegaran
| native_name = {{jav|​ꦑꦢꦶꦥꦠꦺꦤ꧀ꦩꦁꦏꦸꦤꦒꦫꦤ꧀}}<br>{{sub|''Kadipatèn Mangkunagaran''}}
| p1 = Kesunanan Surakarta
| s1 = Daerah Istimewa Surakarta
| year_start = 1757
| year_end = Sekarang
| date_start = 17 Maret
| date_end = 19 Agustus 1945
| date_post = 16 Juni 1946
| event_start = [[Perjanjian Salatiga|Hadeging Praja Mangkunegaran]]
| event_end = Pendirian [[Daerah Istimewa Surakarta]]
| event_post = Pengundangan Penetapan Pemerintah No. 16/SD tahun 1946 (Pembekuan DIS)
| flag_p1 = Radyalaksana The Emblem of Surakarta Kingdom.svg
| s2 = Provinsi Jawa Tengah
| flag_s2 = Flag of Indonesia.svg
| flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
| image_flag = Flags of Pura Mangkunegaran fixed.svg
| image_coat = Emblem of Mangkunagaran.svg
| symbol_type = Lambang (Surya Sumirat)
| image_map = Mataram Baru 1830.png
| image_map_caption = Wilayah Kadipaten Mangkunegaran, yang ditampilkan dalam warna merah muda di sebelah tenggara.
| capital = [[Banjarsari, Surakarta|Mangkunegaran, Surakarta]]
| religion = {{unbulleted list|[[Islam]] (Resmi)|[[Kejawen]]}}
| common_languages = [[Jawa]]
| government_type = Monarki
| title_leader = [[Adipati]]
| leader1 = [[Mangkunegara I]]
| year_leader1 = 1757-1795
| leader2 = [[Mangkunegara IV]]
| year_leader2 = 1853-1881
| leader3 = [[Mangkunegara VII]]
| year_leader3 = 1916-1944
| leader4 = [[Mangkunegara VIII]]
| year_leader4 = 1944-1987
(1946 status diturunkan)
| leader5 = [[Mangkunegara X]]
| year_leader5 = 2022-Sekarang
| currency =
| footnotes =
| today = [[Kota Surakarta]], [[Jawa Tengah]], Indonesia<br>[[Kabupaten Karanganyar]], [[Jawa Tengah]], Indonesia<br>[[Kabupaten Wonogiri]], [[Jawa Tengah]], Indonesia
| official_website = {{url|www.puromangkunegaran.com}}
}}
 
Baris 62:
}}
 
'''Kadipaten Mangkunegaran''' ({{lang-jv|ꦑꦢꦶꦥꦠꦺꦤ꧀ꦩꦁꦏꦸꦤꦒꦫꦤ꧀|Kadipatèn Mangkunagaran}}) atau disebut pula '''Praja Mangkunegaran''' adalah sebuah praja ([[kadipaten|monarki kadipaten]] [[otonomi|otonom]]) di [[Pulau Jawa]] bagian tengah yang merupakan [[negara vasal]] [[wilayah dependensi|dependen]] dari [[Kesunanan Surakarta|Kasunanan Surakarta]] dan [[Hindia Belanda]],<ref name="mangkunegaran">Wasino (2014). ''Modernisasi di Jantung Budaya Jawa: Mangkunegaran 1896-1944''. Jakarta: Kompas Media Nusantara.</ref> yang berdiri sejak tahun [[1757]] sampai sekarang. Penguasanya merupakan bagian dari [[Wangsa Mataram]], yang dimulai dari [[Mangkunagara I|KGPAA. Mangkunagara I]] (Raden Mas Said). Meskipun secara pemerintahan memiliki status otonom yang sama dengan tiga [[monarki]] pecahan [[Kesultanan Mataram|Mataram]] lainnya, penguasa PuraKadipaten Mangkunegaran tidak memiliki otoritas yang sejajar dengan [[Kesunanan Surakarta|Kasunanan Surakarta]] dan [[Kesultanan Yogyakarta]], khususnya secara [[adat]]. Para penguasa PuraKadipaten Mangkunegaran tidak berhak menyandang gelar [[Susuhunan]] (Sunan) ataupun [[Sultan]], melainkan hanya sebagai Pangeran Miji yang bergelar [[Adipati]].<ref name="mangkunegaran" />
 
== Pendirian dan wilayah ==
Baris 72:
== Kekuasaan politik ==
 
Secara tradisional, para penguasanya disebut [[Mangkunegara]]. Raden Mas Said merupakan '''Adipati Mangkunegara I'''. Penguasa Mangkunegaran berkedudukan di [[Pura Mangkunegaran]], yang terletak di Kota [[Surakarta]]. Penguasa Pura Mangkunegaran, berdasarkan perjanjian pembentukannya, berhak menyandang gelar Pangeran Adipati (secara formal disebut ''Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara Senapati ing Ayudha Sudibyaningprang''), tetapi tidak berhak menyandang gelar Susuhunan ataupun Sultan. PuraPraja Mangkunegaran merupakan sebuah Kadipaten, sehingga posisinya lebih rendah daripada Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.<ref name="mangkunegaran"/> Status yang berbeda ini tercermin dalam beberapa tradisi yang masih berlaku hingga sekarang, seperti jumlah penari bedhaya yang tujuh, bukan sembilan seperti pada [[Kesunanan Surakarta|Kasunanan Surakarta]]. Namun, berbeda dari Kadipaten pada masa-masa sebelumnya, Pura Mangkunegaran memiliki otonomi yang sangat luas karena berhak memiliki tentara sendiri (dikenal sebagai [[Legiun Mangkunegaran]]) yang independen tanpa intervensi dari Kasunanan.<ref name="Pertumbuhan Kadipaten"/>
 
Setelah kemerdekaan [[Indonesia]], [[Mangkunegara VIII|KGPAA. Mangkunegara VIII]] (penguasa pada waktu itu) bersama [[Pakubuwana XII|Susuhunan Pakubuwana XII]] menyatakan diri bergabung dalam [[Indonesia|Negara Kesatuan Republik Indonesia]] pada [[19 Agustus]] [[1945]] dan diperkuat dengan Maklumat [[1 September]] [[1945]]. Namun karena terjadi ketidakstabilan politik dan pemerintahan di [[Daerah Istimewa Surakarta]] ([[1945]]-[[1946]]) jadi alasan dibekukannya status daerah istimewa tersebut oleh pemerintah pusat pada [[16 Juni]] [[1946]], PuraKadipaten Mangkunegaran yang menjadi bagian dari Daerah Istimewa Surakarta pun kehilangan kedaulatannya sebagai satuan politik. Walaupun demikian, Pura Mangkunegaran masih tetap menjalankan fungsinya sebagai monarki seremonial penjaga [[budaya Jawa]], khususnya budaya Jawa ''gagrag'' (gaya) Surakarta sub-Mangkunegaran. Setelah [[Mangkunegara VIII|KGPAA. Mangkunegara VIII]] mangkat dan putra pertamanya '''GPH. Raditya Prabukusuma''' telah mendahului wafat sebelumnya, maka pewaris tahta selanjutnya digantikan oleh putra laki-laki yang kedua bernama '''GPH. Sujiwakusuma''' yang selanjutnya bergelar [[Mangkunegara IX|KGPAA. Mangkunegara IX]].<ref name="Pertumbuhan Kadipaten"/>
 
Para penguasa PuraPraja Mangkunegaran tidak dimakamkan di [[Pemakaman Imogiri|Astana Imogiri]], melainkan di [[Astana Mangadeg]] dan [[Astana Girilayu]], yang terletak di lereng [[Gunung Lawu]], [[Kabupaten Karanganyar]]. Terkecuali makam dari [[Mangkunegara VI|KGPAA. Mangkunegara VI]] yang dimakamkan di Astana Utara, [[Surakarta]].
 
Warna resmi bendera Mangkunagaran adalah kuning emas dan hijau yang dijuluki '''''Pareanom''''' (pare muda), yang dapat dilihat pada lambang, bendera, pataka, serta samir yang dikenakan para [[abdi dalem]], sentana dalem maupun kerabat Pura Mangkunegaran.
Baris 87:
[[Berkas:Legiunmangkunegaran.jpg|jmpl|250px|[[Legiun Mangkunegaran]], prajurit resmi Mangkunegaran.]]
 
PuraKadipaten Mangkunegaran sebagai sebuah wilayah otonom di [[Hindia Belanda]] memiliki struktur birokrasi yang baik. Birokrasi Mangkunegaran mewarisi birokrasi pendahulunya, [[Kesultanan Mataram|Mataram Islam]]. Pada masa-masa awal berdiri, birokrasi ala Mataraman masih kuat dalam kehidupan PuraKadipaten Mangkunegaran. Namun corak birokrasi Mataraman akhirnya mengalami perubahan pada akhir abad XIX hingga pada awal abad XX. Birokrasi PuraKadipaten Mangkunegaran mengadaptasi birokrasi Barat yang bersifat legal-rasional.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Wasino|first=|date=2012|title=Moderenisasi Pemerintahan Praja Mangkunagaran Surakarta|url=https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/paramita/article/view/1842|journal=Paramita: Historical Studies Journal|language=|volume=22|issue=1|pages=31-33|doi=10.15294/paramita.v22i1.1842|issn=2407-5825}}</ref>
 
Dalam tatanan birokrasi Mangkunegaran, Pengageng Pura (Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara), merupakan jabatan tertinggi dan berkuasa penuh atas aparat-aparat yang ada di bawahnya. Awalnya pengangkatan Pengageng Pura atas kehendak Pemerintah Hindia Belanda dengan persetujuan Susuhunan di Surakarta. Namun pada akhir abad XIX dan awal abad XX, pengangkatan Pengageng Pura tidak harus mendapat persetujuan dari [[Pakubuwana|Susuhunan Surakarta]]. Dalam akta pengangkatan [[Mangkunegara VI|KGPAA. Mangkunegara VI]] dan [[Mangkunegara VII|KGPAA. Mangkunegara VII]] hanya dicantumkan bahwa penguasa diangkat oleh Belanda dan hanya tunduk kepada [[Wilhelmina dari Belanda|Ratu Belanda]] sehingga dalam pengambilan keputusan pemerintahan tidak boleh bertentangan dengan Pemerintah Hindia Belanda. Dalam hal ini, Pengageng Pura yang diangkat harus mendapat persetujuan dari Residen Surakarta.<ref name=":0" />
 
Di bawah Pengageng Pura adalah Pepatihdalem PuraKadipaten Mangkunegaran. Awalnya jabatan ini adalah jabatan yang bersifat pribadi. Namun dalam perkembangannya, jabatan ini menjadi bersifat resmi dalam mengurus pemerintahan sejak [[Mangkunegara II|KGPAA. Mangkunegara II]] dengan pangkat Bupati Patih serta memiliki sebutan Tumenggung. Perubahan status ini tidak dapat diketahui secara pasti, kemungkinan berkaitan dengan keyakinan KGPAA. Mangkunegara II bahwa dalam skala kecil PuraKadipaten Mangkunegaran tetaplah merupakan sebuah kerajaan sehingga diperlukan adanya jabatan Patih yang bersifat resmi.<ref name=":0" />
 
Aparat birokrasi di bawah Bupati Patih sejak berdirinya PuraKadipaten Mangkunegaran hingga abad XX telah mengalami beberapa kali perubahan. Mulai dari masa [[Mangkunegara I|KGPAA. Mangkunegara I]] hingga [[Mangkunegara III|KGPAA. Mangkunegara III]], di bawah Patih terdiri atas empat pejabat dengan nama Priyayi Punggawa. Mereka adalah dua orang Lurah dan dua orang Bekel. Masing-masing Priyayi Punggawa dibantu oleh 14 orang Jajar. Tugas dan kewajiban para Punggawa ini adalah menjalankan perintah yang berasal dari PuraKadipaten Mangkunegaran seperti menerima pajak tanah, menerima kayu bakar, dan lain-lain.<ref name=":0" />
 
=== Struktur pemerintahan ===
 
[[Berkas:Lokasi-Surakarta-Banjarsari.png|jmpl|250px|Lokasi kecamatan [[Banjarsari, Surakarta|Banjarsari]] di [[kota]] [[Surakarta]], yang merupakan wilayah ibu kota PuraKadipaten Mangkunegaran.]]
 
Pada awal pendiriannya, struktur pemerintahan masih sederhana, mengingat lahan yang dikuasai berstatus "tanah lungguh" ([[apanase]]) dari [[Kesunanan Surakarta|Kasunanan Surakarta]].<ref name=Soedar>Soedarmono, Warto, Susanto, Supariadi, W.W. Wardoyo, I. Febriary S. 2011. ''Tata Pemerintahan Mangkunegaran''. Penerbit Balai Pustaka dan Yayasan Suryasumirat. Jakarta. Hal. 42.</ref> Ada dua jabatan Pepatih Dalem, masing-masing bertanggung jawab untuk urusan istana dan pemerintahan wilayah. Selain itu, [[Mangkunagara I]] sebagai Adipati Anom membawahi sejumlah Tumenggung (komandan satuan prajurit).<ref>Soedarmono et al. 2011. ''Ibid.'' Hal. 129.</ref>
Baris 103:
Pada masa pemerintahan [[Mangkunegara II|KGPAA. Mangkunegara II]], situasi politik berubah. Status kepemilikan tanah beralih dari tanah lungguh menjadi tanah [[negara vasal|vasal]] yang bersifat diwariskan turun-temurun.<ref>Soedarmono et al. 2011. ''Ibid.'' Hal. 131.</ref> Hal ini memungkinkan otonomi yang lebih tinggi dalam pengelolaan wilayah. Perluasan wilayah juga terjadi sebanyak 1500 ''karya''. Perubahan ini membuat diubahnya struktur jabatan langsung di bawah Adipati Anom dari dua menjadi tiga, dengan sebutan masing-masing adalah Patih Jero (Menteri utama urusan domestik istana), Patih Jaba (Menteri Utama urusan wilayah), dan Kapiten Ajudan (Menteri urusan kemiliteran).
 
Semenjak pemerintah [[Mangkunegara III|KGPAA. Mangkunegara III]], struktur pemerintahan menjadi tetap dan relatif lebih kompleks. Raja (Adipati Anom) semakin mandiri dalam hubungan dengan Kasunanan Surakarta. Wilayah praja dibagi menjadi tiga Kabupaten Anom (Karanganyar, Wonogiri, dan Malangjiwan) yang masing-masing dipimpin oleh seorang Wedana Gunung.<ref>Soedarmono et al. 2011. ''Ibid.'' Hal. 133.</ref> Ketiga Wedana Gunung tersebut merupakan bawahan dari seorang Pepatihdalem PuraKadipaten Mangkunegaran. Patih tersebut juga bertanggung jawab langsung kepada Adipati Anom. Kemudian di bawah setiap Kabupaten Anom juga terdapat sejumlah Kapanewon yang dipimpin seorang Panewu.
 
Penyatuan administrasi bulan [[Agustus]] [[1873]] membuat pemerintahan otonom PuraKadipaten Mangkunegaran harus terintegrasi dengan pemerintahan residensial dari pemerintah [[Hindia Belanda|Belanda]]. Wilayah PuraKadipaten Mangkunegaran dibagi menjadi empat Kabupaten Anom (Kota Mangkunegaran, Karanganyar, Wonogiri, dan Baturetno) yang masing-masing membawahi desa/kampung.<ref>Soedarmono et al. 2011. ''Ibid.'' Hal. 122</ref>
 
== Daftar Adipati Pura MangkunegaraMangkunegaran ==
 
{{Utama|Mangkunegara}}