Gereja Kristen Jawa Salib Putih: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 23:
Gereja ini berada di Jalan Hasanudin km. 4 (Kota Salatiga–Kopeng) dan satu kompleks dengan Agrowisata Salib Putih.<ref name=":0">{{Cite news|last=Setiawan|first=Hendra|date=29 Desember 2019|title=Gereja Salib Putih, Sejarah Perjalanan Agama Kristen di Salatiga|url=https://www.suaramerdeka.com/news/baca/211993/gereja-salib-putih-sejarah-perjalanan-agama-kristen-di-salatiga|work=[[Suara Merdeka]]|access-date=21 Mei 2020}}</ref>''{{sfnp|Wikarsa|Ambarsari|p=3–4|ps=|Kurniawati|2017}}'' Gereja tersebut merupakan salah satu gereja Kristen tertua di Jawa Tengah.''{{sfnp|Mulyati|2020|p=306|ps=|}}'' Menurut Purnomo dan Sastrosupono dalam buku berjudul ''Gereja-Gereja Kristen Jawa, GKJ: Benih yang Tumbuh dan Berkembang di Tanah Jawa'', gereja tua lain yang berada di Jawa Tengah adalah [[GPIB Immanuel Semarang]] (Gereja Blenduk) di Semarang yang dibangun tahun 1753 dan [[Gereja Kristen Jawa Tengah Utara]] di [[Kabupaten Grobogan|Grobogan]] yang dibangun tahun 1898.''{{sfnp|Purnomo|Sastrosupono|p=108 dan 131|ps=|1988}}''
[[Berkas:Tugu Peringatan 50 Tahun Gereja Kristen Jawa Salib Putih (2).jpg|jmpl|
Berdasarkan tulisan angka di tugu peringatan yang berada satu kompleks dengan gereja tersebut, disebutkan bahwa peringatan 50 tahun berdirinya gereja pada 1952.''{{sfnp|Mulyati|2020|p=306|ps=|}}'' Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa gereja ini dibangun tahun 1902.<ref name=":0" /> Tulisan di tugu berbentuk tiang batu yang dilengkapi dengan bola dan salib berwarna putih itu juga memuat Injil [[Yohanes 3:16]] dalam [[bahasa Jawa]], yaitu:''{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=76|ps=}}''
Baris 40:
Mereka berdua datang ke [[Hindia Belanda]] tahun 1882 sebagai amtenar.<ref name=":0" />''{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=72|ps=}}'' Peran mereka diawali ketika [[Gunung Kelud]] meletus tahun 1901.<ref name=":2" /> Wolterbeek dalam ''Babad Zending in Java'' menengarai bahwa letusan tersebut tidak hanya menimbulkan masalah sosial dan ekonomi saja, tetapi juga epidemi penyakit [[kolera]] yang menimpa penduduk.''{{sfnp|Mulyati|2020|p=304|ps=|}}'' Chao turut menambahkan bahwa sekitar <u>+</u> 300 orang penduduk yang berada di sekitar gunung itu lantas mengungsi hingga ke wilayah Kota Salatiga.''{{sfnp|Chao|2017|p=62|ps=}}'' Mereka ditampung sementara di Alun-Alun Salatiga (saat ini bernama [[Alun-Alun Pancasila Salatiga]]) dalam barak-barak darurat, serta mendapatkan penanganan dari tenaga medis ''Militair Hospital'' (saat ini bernama [[Rumah Sakit Dinas Kesehatan Tentara Dokter Asmir]]; disingkat RS DKT dr. Asmir).''{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=72|ps=}}''
[[Berkas:SMK Kristen Salatiga (1).jpg|jmpl|
Komite pelayanan sosial{{efn|GKJ memakai dua term dalam Pekabaran Injil, yaitu ''hoofddienst'' (pekabaran yang dilakukan langsung oleh pendeta konsul pemerintah Belanda) dan ''nevendienst'' (pekabaran tidak langsung melalui berbagai yayasan Kristen, yaitu klinik, rumah sakit, panti asuhan, panti jompo, sekolah, dan sebagainya). Kedua term ini diperoleh dari Laporan Komisi Lima mengenai “Pengintegrasian Badan-Badan dan Yayasan-Yayasan Pelayanan Kristen”, dengan lokasi di Salatiga dan tanggal 1 November 1966. Namun, terkadang term ''nevendienst'' disebut juga dengan ''hulpdienst'' atau pekabaran sampingan. Term ini diperoleh dari ''Notulen Rapat Majelis GKJ Gondokusuman dengan Deputat-Deputat Pekabaran Injil dan Deputat-Deputat Gereja Miskin'', tertanggal 29 Desember 1950. Sebelum meletus Perang Dunia Kedua (PD II), ''hoofddienst'' dan ''nevendienst'' merupakan tanggung jawab dari gereja. Hampir semua gereja mempunyai komisi pekabaran yang dipilih oleh majelis gereja. Para komisi itu diperintahkan untuk menggerakkan pekabaran di lingkungan gerejanya masing-masing. Ketika menjalankan kewajibannya, para komisi itu terbagi lagi menjadi beberapa seksi, yaitu seksi wanita, seksi sekolah, seksi klinik, seksi panti jompo, seksi hari besar Kristen, dan sebagainya. Pada 1942, tugas dan kewajiban ''nevendienst'' dipisahkan dari gereja. Hal tersebut dikarenakan ''nevendienst'' yang menjadi pelayanan sosial zending diambil alih fungsinya oleh Jepang untuk kepentingan perang. Selain itu, pemisahan ini juga dikarenakan para zending tidak memberikan tanggung jawab pengelolaan pelayanan sosial kepada GKJ agar pemerintah Belanda dapat menjalankannya lagi jika kembali ke Indonesia ({{harvnb|Raharjo|2019|pp=117–118}}). Adapun pelaksanaan pelayanan sosial yang dilakukan oleh Adolph dan Alice di Kota Salatiga itu termasuk ke dalam ''nevendienst'' atau ''hulpdienst'' karena dilakukan melalui perantara lembaga-lembaga Kristen ({{harvnb|Mulyati|2020|pp=305}}).
}} yang dipimpin oleh Adolph dan Alice ini sebenarnya mengajak para pengungsi untuk pindah ke Semarang (pusat awal [[Bala Keselamatan Indonesia]]).''{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=72|ps=}}'' Namun, menurut arsip YSKSP, mereka disarankan untuk menempati kawasan yang sekarang bernama Salib Putih atas dasar pertimbangan kemanusiaan, jarak, dan fasilitas di Semarang yang tidak memungkinkan.''{{sfnp|Mulyati|2020|p=304|ps=|}}'' Komite tersebut lantas mendirikan barak-barak penampungan untuk tempat tinggal dan perawatan di lahan seluas <u>+</u> 40 hektare secara swadaya, sedangkan para pengungsi ditampung dan dirawat sementara di rumah keluarga Emmerick, yang sekarang menjadi [[SMK Kristen Salatiga]].''{{sfnp|Ismael|1954|p=42|ps=}}'' Mereka mulai menempati kawasan itu pada 14 Mei 1902.<ref name=":2" />''{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=72|ps=}}''<ref name=":22">{{Cite web|url=https://www.sinodegkj.or.id/2020/01/29/doa-untuk-salib-putih/|title=Doa untuk Salib Putih|last=Sinode Gereja Kristen Jawa|first=|date=29 Januari 2020|website=Sinode Gereja Kristen Jawa|access-date=22 Mei 2020|archive-date=2020-07-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20200725132727/https://www.sinodegkj.or.id/2020/01/29/doa-untuk-salib-putih/|dead-url=yes}}</ref>
|