Perang Enam Hari: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: halaman dengan galat kutipan
k ~
Baris 126:
Langkah Israel yang pertama dan terpenting adalah serangan dadakan terhadap [[Angkatan Udara Mesir]]. Mula-mula Israel maupun Mesir mengumumkan bahwa mereka telah diserang oleh negara lain.
 
Pada tanggal 5 Juni, pukul 7 lebih 45 menit waktu Israel, diiringi kumandang bunyi [[sirene pertahanan sipil]] di seluruh Israel, AUI melancarkan [[Operasi Fokus]] ({{lang-he|מבצע מוקד‎מוקד}}, ''Mivtza Moked''). Terkecuali 12 unit, seluruh jet operasional Israel yang jumlahnya mendekati 200 unit<ref>Oren 2002, hlm. 172</ref> melancarkan serangan massal atas lapangan-lapangan terbang Mesir.<ref>Bowen 2003, hlm. 99 (wawancara penulis dengan Mordechai Hod, 7 Mei 2002).</ref> Kondisi prasarana pertahanan Mesir sangat tidak layak, dan tak satu pun lapangan terbangnya diperlengkapi dengan [[hanggar beton]] untuk melindungi pesawat-pesawat tempur Mesir. Sebagian besar pesawat tempur Israel diarahkan ke kawasan udara [[Laut Tengah]], terbang rendah agar luput dari deteksi radar, sebelum berbalik arah menuju kawasan udara Mesir. Pesawat tempur Israel selebihnya terbang melintasi [[Laut Merah]].<ref name="Oren 2002">Oren 2002, edisi elektronik, Bagian "The War: Day One, June 5".</ref>
 
Sementara itu, Mesir justru menghambat usaha pertahanannya sendiri dengan menghentikan seluruh sistem pertahanan udara lantaran khawatir para serdadu Mesir pemberontak akan menembak jatuh pesawat terbang yang ditumpangi Jenderal Besar [[Abdul Hakim Amir]] dan Letnan Jenderal Sidqi Mahmud dari Al Maza menuju Bir Tamada di [[Sinai]] untuk bertatap muka dengan para komandan pasukan yang ditempatkan di sana. Ditutup atau dibukanya sistem pertahanan udara Mesir tidak sesungguhnya tidak berpengaruh apa-apa karena pilot-pilot Israel menerbangkan pesawat-pesawat mereka di bawah pantauan [[radar]] Mesir sekaligus di bawah titik terendah yang dapat dijangkau tembakan rudal darat-ke-udara [[S-75 Dvina|SA-2]].<ref>Bowen 2003, hlmn. 114–115 (wawancara penulis dengan Jenderal Salahudin Hadidi yang mempimpin sidang mahkamah militer yang mengadili para petinggi angkatan udara dan sistem pertahanan udara seusai perang).</ref>