Abu al-Mafakhir dari Banten: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 19:
|predecessor=[[Maulana Hasanuddin]]|successor=[[Sultan Ageng Tirtayasa]]|office1=Sultan [[Kesultanan Banten|Banten]] Ke - 4|term_start1=1624|term_end1=1651|predecessor1=[[Maulana Muhammad]]|successor1=[[Abu Al-Ma'ali Ahmad]]|title=|region=|dynasty=[[Azmatkhan]]|resting_place=Pemakaman Kenari Banten, [[Kasemen, Serang|Kasemen]]}}
'''Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir''' atau dikenal dengan '''Pangeran Ratu''' atau '''Sultan Agung''' adalah raja ke-4 [[Kesultanan Banten]] yang bertakhta dari tahun 1596 hingga 1651. Dia merupakan putra [[Maulana Muhammad dari Banten|Sultan Maulana Muhammad]]<ref>{{Cite
== Kehidupan awal ==
Baris 27:
=== Konflik dengan VOC ===
Keinginan [[VOC]] untuk melakukan monopoli perdagangan lada di Banten merupakan sumber konflik antara Banten dan VOC, karena sultan Abulmufakhir menolak mentah-mentah kemauan [[VOC]] tersebut yang hendak memaksakan monopoli perdagangan. Dengan kokohnya kedudukan VOC di [[Batavia]] sejak 1619 setelah berganti nama dari [[Jayakarta]], konflik antara kedua belah pihak kian memuncak. VOC menerapkan blokade terhadap pelabuhan niaga Banten dengan melarang dan mencegat jung-jung dari Cina dan perahu-perahu dari [[Maluku]] yang akan berdagang ke pelabuhan Banten. Blokade ini mengakibatkan pelabuhan Banten menjadi tidak berkembang sehingga mendorong orang-orang Banten untuk memprovokasi VOC. Tindakan ini dibalas oleh VOC dengan melakukan ekspedisi ke Tanam, [[Anyer]], dan [[Lampung]]. Bahkan [[
=== Konflik dengan Mataram ===
Di timur, [[Kesultanan Mataram]] yang dipimpin oleh [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]] sejak [[1613]] menerapkan politik ekspansi yang bertujuan untuk menyatukan seluruh [[Jawa]] di bawah kepemimpinan Mataram.<ref>{{Cite web|last=Arizal|first=Masril|title=Mataram Punya Ambisi Kuasai Jawa, tapi Selalu Gagal, karena Kerajaan di Jawa Barat Tak Pernah Bisa Dikalahkan|url=https://indramayu.pikiran-rakyat.com/nusantara/pr-114638213/mataram-punya-ambisi-kuasai-jawa-tapi-selalu-gagal-karena-kerajaan-di-jawa-barat-tak-pernah-bisa-dikalahkan|website=indramayu.pikiran-rakyat.com|language=id|access-date=2023-02-27}}</ref><ref>{{Cite web|last=Yogyakarta|first=Taman Budaya|title=Puncak Kekuasaan Mataram Politik Ekpansi Sultan Agung|url=https://tby.jogjaprov.go.id/post/buku-perpustakaan/detail/puncak-kekuasaan-mataram-politik-ekpansi-sultan-agung.html|website=Taman Budaya Yogyakarta {{!}} buku-perpustakaan|language=en|access-date=2023-02-27}}</ref> Sultan Agung menganggap Banten harus menjadi bagian dari Mataram karena Banten dahulunya adalah bagian dari [[Kesultanan Demak]] yang mendahului Mataram.<ref>{{Cite book|last=Sidiq|first=Ricu|last2=Najuah|first2=Najuah|last3=Lukitoyo|first3=Pristi Suhendro|date=2020-09-25|url=https://books.google.com/books?id=Fh3_DwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA29&dq=Banten+bagian+Demak+%22Sultan+Agung%22&hl=en|title=Sejarah Indonesia Periode Islam|publisher=Yayasan Kita Menulis|isbn=978-623-6761-12-0|language=id}}</ref> Di tahun [[1619]], [[Kesultanan Cirebon]] tunduk sebagai vasal Mataram.<ref>{{Cite book|date=1991|url=https://books.google.com/books?id=CIhxAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Cirebon+Mataram+1619&q=Cirebon+Mataram+1619&hl=en|title=Pustaka rajya rajya i bhumi Nusantara|publisher=Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi), Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|language=id}}</ref> Setahun kemudian, [[Kerajaan Sumedang Larang]] di [[Parahyangan]] yang memiliki hubungan buruk dengan Banten menyatakan bergabung dengan Mataram.<ref name=":3">{{Cite book|date=2005|url=https://books.google.co.id/books?id=mjZwAAAAMAAJ&q=%22Rangga+Gempol+Kusumadinata%22&dq=%22Rangga+Gempol+Kusumadinata%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjKsMSiyIvkAhWSILcAHWTFCGUQ6AEILzAB|title=West Java Miracle Sight: A Mass of Verb and Scene Information|publisher=MPI Foundation|language=id}}</ref> Dengan bergabungnya Sumedang Larang dengan Mataram, wilayah Banten menjadi berbatasan langsung dengan Mataram. Setelah Mataram berhasil [[Penaklukan Surabaya oleh Mataram|menaklukan Surabaya]] di tahun 1625, Sultan Agung mempersiapkan tentaranya untuk berekspansi ke arah barat.
Di tahun 1627, anak dari bupati wedana [[Parahyangan]] [[Rangga Gempol I]] yang bernama [[Kartajiwa]] menghadap Abulmafakhir dikarenakan kekecewaannya karena jabatan bupati wedana ayahnya tidak turun kepada dirinya namun pamannya yaitu [[Rangga Gede]]. Kartajiwa mengusulkan untuk memimpin tentara Banten menyerbu daerah Parahyangan, dimana apabila Parahyangan berhasil dikuasai olehnya, maka daerah tersebut akan menggabungkan diri sebagai bagian dari Banten.<ref>{{Cite book|last=Lubis|first=Nina Herlina|date=2001|url=https://books.google.com/books?id=4RZxAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Suriadiwangsa+II&q=Suriadiwangsa+II&hl=en|title=Konflik elite birokrasi: biografi politik Bupati R.A.A. Martanagara|publisher=Humaniora Utama Press|isbn=978-979-9231-52-9|language=id}}</ref> Abulmafakhir menyanggupi usulan tersebut, dimana ia memberikan Kartajiwa pasukan untuk dipimpin olehnya. Dalam penyerbuan ini daerah-daerah perbatasan di Parahyangan sebelah barat berhasil diduduki oleh Banten, meskipun hanya bersifat sementara karena pasukan Mataram di bawah pimpinan [[Dipati Ukur]] berhasil mengusir pasukan Banten keluar dari daerah Parahyangan.<ref>{{Cite book|last=Lubis|first=Nina Herlina|date=1998|url=https://books.google.com/books?id=QZBuAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Dipati+Ukur+%22Suriadiwangsa+II%22&q=Dipati+Ukur+%22Suriadiwangsa+II%22&hl=en|title=Kehidupan kaum ménak Priangan, 1800-1942|publisher=Pusat Informasi Kebudayaan Sunda|language=id}}</ref>
Sultan Agung juga memiliki niatan untuk menaklukan Banten, namun sebelumnya ia [[Penyerbuan di Batavia|menyerbu Batavia]] terlebih dahulu agar bisa mengusir VOC kemudian menjadikan Batavia sebagai pangkalan militer sebelum menyerbu Banten secara langsung. Serbuan Mataram yang dilakukan tahun 1628 & 1629 ini gagal menaklukan Batavia.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-06-21|title=Mengapa Serangan Sultan Agung ke Batavia Mengalami Kegagalan?|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/21/150000479/mengapa-serangan-sultan-agung-ke-batavia-mengalami-kegagalan|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-02-28}}</ref> Banten dan Mataram lalu terus bermusuhan hingga terjadi [[Pemberontakan Trunajaya]] yang terjadi di tahun 1674.<ref>{{Cite book|last=Kartodirdjo|first=Sartono|date=1987|url=https://books.google.com/books?id=TYYeAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Pemberontakan+Trunajaya+Banten&q=Pemberontakan+Trunajaya+Banten&hl=en|title=Pengantar sejarah Indonesia baru, 1500-1900: Dari emporium sampai imperium|publisher=Gramedia|isbn=978-979-403-129-2|language=id}}</ref>
=== Misi Diplomatik ===
Pada masa pemerintahannya,
== Pemberian Gelar Sultan ==
Pada tahun 1636 Syarif Mekah dengan otorisasi Kesultanan Utsmaniyah memberikan pengesahan gelar Sultan kepada Abulmafakhir beserta sang putra mahkota, [[Abu al-Ma'ali Ahmad dari Banten|Abu al-Ma'ali Ahmad]], yang menjadikannya sebagai raja Islam di Nusantara yang pertama kali resmi menggunakan gelar Sultan.{{bio muslim butuh rujukan}}
|