Kasus Mortara: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 57:
Dari pertengahan bulan Agustus sampai pertengahan bulan September 1858, Momolo beberapa kali menjenguk Edgardo di bawah pengawasan Rektor Wisma Katekumen, Enrico Sarra. Bermacam-macam keterangan mengenai apa yang terjadi selama berlangsungnya pertemuan kedua anak-beranak ini akhirnya berkembang menjadi dua versi berita yang saling bertentangan mengenai keseluruhan kasus. Versi Momolo, yang disukai komunitas Yahudi dan para pendukung lainnya, adalah berita tentang hancurnya sebuah keluarga akibat fanatisme keagamaan pemerintah. Kabarnya Edgardo, yang tidak berdaya untuk melawan, menangis mencari orang tuanya sepanjang perjalanan menuju Roma, dan hanya ingin pulang ke rumah.{{sfn|Kertzer|1998|pp=50–52, 67–69, 70–71}}{{#tag:ref|Momolo juga mengabarkan bahwa menurut penuturan Rektor Wisma Katekumen, Edgardo mengaku merasa takut saat dijemput polisi, karena menyangka polisi hendak memancung kepalanya.{{sfn|Kertzer|1998|pp=51–52}}|group=lower-alpha|name="behead"}} Versi yang disukai Gereja dan para pendukungnya, dan disebarluaskan lewat media massa Katolik di seluruh Eropa, adalah berita mengharukan tentang terselamatkannya jiwa seorang insan seturut kehendak ilahi, dan tentang seorang kanak-kanak yang terlahir dengan karunia kekuatan rohani yang melampaui taraf pertumbuhannya. Kabarnya si neofitus (mualaf) Edgardo dulunya menempuh jalan hidup sesat yang kelak berbuntut laknat abadi, tetapi kini sudah mantap menempuh jalan keselamatan Kristen, dan merisaukan kedua orang tuanya yang tidak ikut berpindah keyakinan bersama-sama dengannya.{{sfn|Kertzer|1998|pp=50–52, 67–69, 70–71}}
Tema utama dalam hampir semua ulasan tentang berita yang berpihak pada keluarga Mortara adalah kondisi kesehatan Marianna Mortara. Sejak bulan Juli 1858, tersiar kabar di seluruh Eropa bahwa akibat didera dukacita mendalam, ibu Edgardo mengalami guncangan jiwa, kalau tidak bisa dikatakan sudah gila, bahkan sudah sekarat.{{sfn|Kertzer|1998|pp=102–103}} Gambaran pilu seorang ibu yang patah hati sengaja dikedepankan oleh keluarga Mortara kepada khalayak ramai, dan juga kepada Edgardo sendiri. Momolo dan sekretaris komunitas Yahudi kota Roma, Sabatino Scazzocchio, mengabari Edgardo bahwa keselamatan nyawa ibunya bakal berada di ujung tanduk jika ia tidak segera pulang.{{sfn|Kertzer|1998|pp=102–103}} Sabatino Scazzocchio menolak mengirimkan surat yang ditulis Marianna kepada Edgardo pada bulan Agustus, dengan alasan isi surat itu bernada relatif tenang dan menentramkam sehingga akan merusak kesan yang hendak mereka tanamkan di benak Edgardo bahwasanya Marianna sudah hilang akal dan hanya bisa selamat jika Edgardo pulang.{{sfn|Kertzer|1998|pp=102–103}} Pada bulan Januari 1859, salah seorang koresponden surat kabar melaporkan bahwa "si ayah memang terlihat
Ada banyak versi dari berita yang disiarkan pihak Gereja, tetapi intinya sama saja. Semuanya sama-sama memberitakan bahwa Edgardo menerima dengan segera dan penuh semangat, serta berusaha semampunya memahami ajaran agama Kristen.{{sfn|Kertzer|1998|pp=67–70}} Kebanyakan memaparkan kisah dramatis mengenai Edgardo yang konon mengamati lukisan [[Maria|Bunda Maria]] [[Bunda Dukacita|Berdukacita]] dengan pandangan takjub, mungkin di Roma, atau dalam perjalanan dari Bologna.{{sfn|Kertzer|1998|pp=67–70}} Agostini, polisi yang mengantarnya ke Roma, melaporkan bahwa mula-mula Edgardo mati-matian tidak mau masuk bersamanya ke dalam gereja untuk mengikuti [[Misa]], tetapi mendadak secara ajaib berubah sikap setelah memandangi lukisan itu.{{#tag:ref|Agostini bersaksi bahwa segera sesudah Edgardo yang berusia enam tahun itu masuk ke gereja, "berkat mukjizat dari surga, terjadi perubahan mendadak. Ia berlutut dan dengan tenang mengambil bagian dalam Kurban Ilahi," serta tekun menyimak penjelasan Agostini mengenai jalannya perayaan Misa. Agostini mula-mula mengajari Edgardo membuat [[tanda salib]], selanjutnya mengajarinya mengucapkan doa [[Salam Maria]].{{sfn|Kertzer|1998|pp=53–54}} Agostini melaporkan bahwa, sesudah itu Edgardo pun "lupa pada orang tuanya", dan bersikeras berkunjung ke gereja di tiap-tiap kota yang mereka lewati sampai tiba di Roma.{{sfn|Kertzer|1998|pp=53–54}}|group=lower-alpha|name="agostiniaccount"}} Salah satu tema umum adalah Edgardo sudah menjadi semacam anak ajaib. Menurut keterangan seorang saksi mata yang dimuat dalam surat kabar Katolik, ''L'armonia della religione colla civiltà'', Edgardo sudah menguasai [[katekismus]] hanya dalam beberapa hari saja, "memberkati hamba Tuhan yang membaptisnya," dan mengaku ingin menarik semua orang Yahudi menjadi pemeluk agama Kristen.{{sfn|Kertzer|1998|pp=67–70}} Artikel pro-Gereja tentang kasus Mortara yang paling berpengaruh adalah artikel yang dimuat dalam majalah berkala tarekat [[Serikat Yesus|Yesuit]], ''[[La Civiltà Cattolica]]'', pada bulan November 1858, yang lantaran kepopulerannya kemudian dicetak ulang atau dikutip dalam surat-surat kabar Katolik di seluruh Eropa.{{sfn|Kertzer|1998|pp=70–71}} Menurut artikel ini, Edgardo memohon kepada Rektor Wisma Katekumen untuk tidak memulangkannya ke rumah orang tuanya tetapi membiarkannya tumbuh besar dalam sebuah keluarga Kristen. Kisah ini adalah cikal bakal dari pernyataan yang menjadi salah satu unsur utama dari versi berita pro-Gereja, bahwasanya Edgardo sudah punya keluarga baru, yakni Gereja Katolik.{{sfn|Kertzer|1998|pp=70–71}} Dalam artikel ini, Edgardo juga dikisahkan pernah berkata "aku sudah dibaptis, aku sudah dibaptis, dan ayahku adalah Sri Paus."{{sfn|Kertzer|1998|pp=70–71}}
|