Dialek bahasa Sunda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
Baris 16:
Dialek bahasa Sunda sebagai bentuk vernakular berfungsi sebagai [[alat]] [[komunikasi]] [[Bahasa lisan|lisan]] yang biasanya digunakan sehari-hari oleh masyarakat yang letak [[tempat tinggal]]nya jauh dari pusat pemakai bahasa Sunda baku ([[Parahyangan]]), meskipun demikian, bahasa Sunda baku (''lulugu'' {{Script/Sund|ᮜᮥᮜᮥᮌᮥ}}) tetap diterima dan dipahami secara [[universal]] oleh orang-orang yang [[Melek aksara|melek huruf]] dalam bahasa Sunda, atau setidaknya oleh orang-orang yang pernah mengenyam [[pendidikan]] [[sekolah]] yang menerapkan bahasa Sunda Priangan sebagai bahasa pengantar atau sebagai salah satu [[Disiplin ilmiah|mata pelajaran]].''{{Sfnp|Abdurrachman|Umsari|Zarkasih|1985|pp=1}}''
 
Dalam perkembangannya, bentuk standar dan vernakular bahasa Sunda lambat laun mengalami pengutuban hingga seakan-akan tinggal menyisakan dua [[laras bahasa]], yakni bahasa Sunda Priangan (baku) dianggap sebagai bahasa yang [[Hormat|halus]]{{Sfnp|Arifin|2016|pp=3}}{{Sfnp|Arifin|2016|pp=12-13}} dan dialek-dialek bahasa Sunda lainnya dianggap sebagai bahasa yang [[Loma|kasar]],{{Sfnp|Arifin|2016|pp=16}} hal ini disebabkan bahasa Sunda Priangan memiliki sebuah sistem tingkatan berbahasa yang dinamakan [[tatakrama bahasa Sunda|''undak usuk'']] atau tatakrama bahasa Sunda yang membedakan penggunaan bahasa oleh pembicara ketika bertutur dengan lawan bicara yang sudah akrab dan dengan lawan bicara yang dihormati, sedangkan, dialek-dialek bahasa Sunda non-standar kebanyakan tidak mengenal sistem tingkatan berbahasa seperti ini, dan hanya menggunakannya secara terbatas.''{{Sfnp|Abdurrachman|Umsari|Zarkasih|1985|pp=8}}'' Oleh karena itu, pengertian bahasa halus dan bahasa kasar dalam bahasa Sunda seharusnya tidak dipandang dari variasi bahasa menurut wilayah geografisnya, melainkan dari tingkat tutur berdasarkan konteks pembicaraan antara pembicara dengan lawan bicara (''[[Tatakrama bahasa Sunda|Tatakrama basa Sunda]]'').
 
Bahasa Sunda Priangan sebagai ragam baku secara [[linguistik]] merupakan sebuah dialek juga. Ragam ini menjadi baku karena munculnya prestise sosial tertentu. Faktor penentu ragam baku pada bahasa Sunda adalah digunakannya ragam bahasa pada kalangan terdidik atau [[ilmuwan]] yang dianggap oleh masyarakat sebagai golongan yang terdiri atas orang-orang yang berpengetahuan lebih dari orang kebanyakan. Nilai tinggi yang diberikan oleh masyarakat terhadap penutur itu memberikan prestise kepada ragam bahasanya.{{Sfnp|Arifin|2016|pp=11-12}}
Baris 85:
 
==== Dialek Tengah-Timur ====
Dialek yang wilayah penuturannya terkonsentrasi di [[Kabupaten Majalengka]] ini dikenal sebagai bahasa Sunda dialek Majalengka atau [[bahasa Sunda Majalengka]].{{Sfnp|Asteka|2019|pp=210}} Secara gramatikal, dialek Tengah-Timur tidak menunjukan perbedaan yang signifikan dengan dialek Selatan. Perbedaannya hanya terdapat pada perbedaan [[kosakata]], [[fonologi]], [[intonasi]], dan [[Leksikon|leksikonnyaleksikon]]nya saja.{{Sfnp|Asteka|2019|pp=215}} [[Ajip Rosidi]] merupakan seorang sastrawan Sunda yang berasal dari Majalengka, beberapa karyanya menggunakan bahasa Sunda dialek Majalengka.
 
== Kajian diakronis ==
Baris 104:
=== Ciri ===
[[Berkas:Phonotactics changes from Old Sundanese to Modern Sundanese.svg|jmpl|Evolusi pola fonotaktik eu-u dari [[Bahasa Sunda Kuno|bahasa Sunda kuno]] menjadi o-u; a-u (dialek non-standar) atau i-u (dialek standar) dalam bahasa Sunda modern pada contoh kata ''teulu'' → ''tolu''/''talu'' & ''tilu'' '[[3 (angka)|tiga]]'.{{Sfnp|Noorduyn|Teeuw|pp=72-73|2006}}{{Sfnp|Noorduyn|Teeuw|pp=332|2006}}|245x245px]]
Secara umum, perdedaan dialek geografis bahasa Sunda yang menonjol tampak pada perbedaan [[kosakata]], misalnya, ada dialek h dan dialek non-h dan ada dialek berciri fonotaktik eu-u, o-u, a-u, pada satu sisi dan dialek berciri fonotaktik i-u pada sisi lain (misalnya, ''leuntuh'', ''lontuh'', ''lantuh'' dengan ''lintuh'' ‘gemuk’). Ciri fonotaktik pertama menonjol dalam perbandingan leksikon baku dengan dialek Cirebon (dalam hal ini dialek Indramayu), sedangkan ciri fonotaktik kedua menonjol dalam perbandingan leksikon dialek Banten dan dialek Cirebon dengan leksikon baku dan dialek daerah lain.
 
Perbedaan lain yang juga cukup menonjol dalam dialek Sunda adalah aksen, yakni perbedaan dalam intonasi, misalnya, dikenal aksen [[Cigondewah Kaler, Bandung Kulon, Bandung|Cigondewah]] dan [[Kabupaten Cianjur|Cianjur]], yang berbeda dengan aksen baku dan dialek di daerah lain umumnya.{{Sfnp|Wahya|2002|pp=4}}
 
=== Relasi ===
Baik dialek standar (Priangan) maupun dialek non-standar, sebagaimana disinggung sebelumnya, dapat menampakkan pewarisan etimon dalam beberapa leksikonnya.
 
Di bawah ini disajikan tabel yang menunjukkan relasi leksikon antar dialek bahasa Sunda.{{Sfnp|Wahya|2002|pp=4-5}}
Baris 290:
 
== Pranala luar ==
* {{Id}} [[b:Bahasa_SundaBahasa Sunda|Bahasa Sunda]] di [[Wikibuku]]
* {{Id}} [[b:Adikamus_SundaAdikamus Sunda-Indonesia|Adikamus Sunda-Indonesia]] di [[Wikibuku]]
* {{Id}} [[wikt:Kategori:Kata_wewengkonKata wewengkon|Kategori:Kata wewengkon]] Daftar lema dialek non-standar bahasa Sunda di [[Wiktionary]]
{{Bahasa Sunda}}