Jalan Tengah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tjmoel (bicara | kontrib)
Tjmoel (bicara | kontrib)
Baris 52:
|5=}}
 
Dalam khotbah ini, Sang Buddha kemudian menjelaskan asal-mula penyebab penderitaan (dukkha) - dari kebodohoan (avijja) kepada penuaan dan kematian (jaramarana) - dan urutan sebalik-nya yang paralel akan hilangnya faktor-faktor tersebut (lihat pula - [[Hukum sebab akibat]] dan [[dua belas nidana]]). Dengan demikian, SOTERIOLOGY Mazhab Theravada, tidak terdapat baik diri yang sejati atau ketiadaan sepenuhnya akan 'manusia' pada saat kematian'; hanya terdapat kemunculan atau ketiadaan akan keadaan yang sesungguhnya terjadi.
Lihat pula: [[Anatta]]
 
In this discourse, the Buddha next describes the conditioned origin of suffering (dukkha) — from ignorance (avijja) to aging and death (jaramarana) — and the parallel reverse-order interdependent cessation of such factors (see Dependent Origination and Twelve Nidanas).[12] Thus, in Theravada Buddhist soteriology, there is neither a permanent self nor complete annihilation of the 'person' at death; there is only the arising and ceasing of causally related phenomena.[13]
See also: Anatta
 
== Ajaran Mahayana ==