'''Riya'''' adalah perbuatan baik yang dilakukan hanya untuk memperoleh pujian dari orang lain.{{Sfn|Jauzi|2020|p=32}} Perbuatan riya' termasuk jenis [[syirik]] tersembunyi.{{Sfn|Jauzi|2020|p=33}} Selain itu, riya' merupakan salah satu bentuk [[penyakit]] jiwa.<ref>{{Cite book|last=Mu'adz, dkk.|date=2016|url=http://eprints.umsida.ac.id/2914/1/aik-4.pdf|title=Islam dan Ilmu Pengetahuan: Buku Ajar Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) 4|location=Sidoarjo|publisher=UMSIDA Press|isbn=978-979-3401-40-9|pages=115-116|url-status=live}}</ref>
Menurut Imam Al-‘Izz bin Abdus Salam rahimahullah , “Riya’ adalah menampakkan amal ibadah untuk meraih tujuan dunia, mungkin mencari manfaat duniawi, atau pengagungan, atau penghormatan”. [Qawa’idul Ahkâm 1/147] sedangkan Imam Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Hakekat riya’ adalah mencari apa yang ada di dunia dengan ibadah, asalnya mencari kedudukan di hati manusia”. [Tafsir al-Qurthubi 20/212]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Riya’ adalah menampakkan ibadah karena niat dilihat manusia, lalu mereka akan memuji pelaku ibadah tersebut”.<ref>Imam Ibnu Hajar Al Asqolani, Fathul Bari</ref> [Fathul Bari 11/136]
Imam Al-Ghazali berpendapat riya adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Imam Habib Abdullah Haddad juga berpendapat mengenai riya, ia berkata riya adalah menuntut kedudukan atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat.
== Bentuk ==
Kata "riya’" diambil dari kata dasar ''ar-ru’yah.'' Kata ini berarti mengarahkan perhatian orang lain agar dianggap sebagai orang baik. Riya’ juga berarti memperlihatkan diri kepada orang lain. Perbuatan riya' merupakan segala perbuatan baik yang tidak dilakukan secara ikhlas karena Allah. Sifat riya' adalah sifat ingin dipuji oleh orang lain. Riya’ dapat terjadi pada kegiatan ibadah, ber[[sedekah]] maupun ber[[pakaian]].<ref>{{Cite book|last=Hasbi|first=Muhammad|date=2020|url=http://repositori.iain-bone.ac.id/93/1/AKHLAK%20TASAWUF.pdf|title=Akhlak Tasawuf: Solusi Mencari Kebahagiaan dalam Kehidupan Esoteris dan Eksoteris|location=Bantul|publisher=TrustMedia Publishing|isbn=978-602-5599-36-1|editor-last=Najmah|editor-first=St.|pages=92|url-status=live}}</ref>
== Dalil ==
Sayyidina Ali bin Abi Thalib (RA) yang menyebutkan empat tanda orang riya, yakni sebagai berikut.
# Malas beramal jika sendirian
# Tangkas (semangat) beramal shaleh jika di depan orang banyak.
# Menambahkan amal kebaikannya jika dipuji.
# Mengurangi amal shalehnya dan putus asa jika amalannya dicela.
== Dalil Keharamannya ==
Dalam [[Surah Al-Ma'un]] ayat 1–7 disebutkan mengenai ciri-ciri orang yang mendustakan agama. Salah satu diantaranya adalah orang yang berbuat riya'.<ref>{{Cite book|last=Rohmansyah|date=2018|url=http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/25550/Buku%20Ajar%20Kemuhammadiyahan-ok.pdf|title=Kuliah Kemuhammadiyahan|location=Bantul|publisher=Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta|isbn=978-602-5450-06-8|pages=96-97|url-status=live}}</ref>Riya' termasuk dalam jenis syirik kecil. Dalilnya pada ''[[Musnad Ahmad]]'' yang diriwayatkan oleh [[Ahmad bin Hanbal]].{{Sfn|Bakhtiar|2018|p=76}} Riya' menghapuskan amalan yang telah dikerjakan oleh pelakunya. Penghapusan amal ini terjadi karena perbuatan baik itu dilakukan tidak secara ikhlas kepada Allah.{{Sfn|Bakhtiar|2018|p=77}}
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadikan ia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunujuk kepada orang-orang kafir”. [Al-Baqarah/2:264].
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allâh, dan Allâh akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allâh kecuali sedikit sekali. [An-Nisa’/4:142]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan”. [Al-Anfaal/8:47].
وَالَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ وَمَنْ يَكُنِ الشَّيْطَانُ لَهُ قَرِينًا فَسَاءَ قَرِينًا
"Dan (juga) orang-orang yang menafkankan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya." (QS An-Nisa 38)
عَنْ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُولُ: “سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ، وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ” (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Diriwayatkan dari Umar bin Khattab ''radhiyallahu ‘anhu'', ia berkata: Saya mendengar Rasulullah ''shallallahu ‘alaihi wa sallam'' bersabda: Sesungguhnya semua perbuatan itu tergantung kepada niat, dan bagi seseorang itu apa yang diniatkan. Barangsiapa hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya untuk dunia supaya ia mendapatkannya atau untuk perempuan supaya dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai dengan tujuan hijrahnya itu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : إِنَّ اَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ ِلأَنْ يُقَالَ جَرِيْءٌ, فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ اْلقُرْآنَ فَأُُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ اْلقُرْآنَ, قَالَ:كَذَبْتَ, وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ اْلقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِىءٌ ، فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: مَاتَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيْهَا لَكَ, قَالَ: كَذَبْتَ ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيْلَ, ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ. رواه مسلم (1905) وغيره
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’” (HR Muslim)
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
Allâh Tabâraka wa Ta’âlâ berfirman, “Aku paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa beramal dengan suatu amalan, dia menyekutukan selain Aku bersama–Ku pada amalan itu, Aku tinggalkan dia dan sekutunya. [HR. Muslim, no. 2985]
عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ ». قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِىَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِى الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً »
Dari Mahmud bin Labid, Rasulullah ''shallallahu ‘alaihi wa sallam'' bersabda, “''Sesungguhnya yang paling kukhawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik ashgor''.” Para sahabat bertanya, “''Apa itu syirik ashgor, wahai Rasulullah?''” Beliau bersabda, ''“(Syirik ashgor adalah) '''riya’'''. Allah Ta’ala berkata pada mereka yang berbuat riya’ pada hari kiamat ketika manusia mendapat balasan atas amalan mereka: ‘Pergilah kalian pada orang yang kalian tujukan perbuatan riya’ di dunia. Lalu lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?''’ (HR. Ahmad 5: 429. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini ''shahih'').
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَقَالَ « أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِى مِنَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ ». قَالَ قُلْنَا بَلَى. فَقَالَ « الشِّرْكُ الْخَفِىُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّى فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ »
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami dan kami sedang mengingatkan akan (bahaya) Al Masih Ad Dajjal. Lantas beliau bersabda, “''Maukah kukabarkan pada kalian apa yang lebih samar bagi kalian menurutku dibanding dari fitnah Al Masih Ad Dajjal?''” “''Iya''”, para sahabat berujar demikian kata Abu Sa’id Al Khudri. Beliau pun bersabda, “''Syirik khofi (syirik yang samar) di mana seseorang shalat lalu ia perbagus shalatnya agar dilihat orang lain.''” (HR. Ibnu Majah no. 4204.).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ الرِّيَاءُ ، يَقُوْلُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جَزَى النَّاسَ بِأَعْمَالِهِمْ : اذْهَبُوْا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاؤُوْنَ فِيْ الدُّنْيَا ، فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزاَءً ؟!
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya’. Allah akan mengatakan kepada mereka pada hari Kiamat tatkala memberikan balasan atas amal-amal manusia “Pergilah kepada orang-orang yang kalian berbuat riya’ kepada mereka di dunia. Apakah kalian akan mendapat balasan dari sisi mereka?” [HR Ahmad, V/428-429
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hadits Qudsi :
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ ، مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِيْ غَيْرِيْ ، تَرَكْتُهُ وَ شِرْكَهُ
“Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan syirik. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang dicampuri dengan perbuatan syirik kepadaKu, maka Aku tinggalkan dia dan (Aku tidak terima) amal kesyirikannya” [HR Muslim, no. 2985 dan Ibnu Majah, no. 4202 dari sahabat Abu Hurairah)]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ سَمَّعَ النَّاسَ بِعَمَلِهِ ، سَمَّعَ اللهُ بِهِ مَسَامِعَ خَلْقِهِ ، وَصَغَّرَهُ وَحَقَّرَهُ
“Barangsiapa memperdengarkan amalnya kepada orang lain (agar orang tahu amalnya), maka Allah akan menyiarkan aibnya di telinga-telinga hambaNya, Allah rendahkan dia dan menghinakannya”. [HR Thabrani dalam al Mu’jamul Kabiir; al Baihaqi dan Ahmad, no. 6509. Dishahihkan oleh Ahmad Muhammad Syakir. Lihat Shahiih at Targhiib wat Tarhiib, I/117, no. 25].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَشِّرْ هَذِهِ الأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ وَالرِّفْعَةِ ، وَالدِّيْنِ ، وَ النَّصْرِ ، وَ التَّمْكِيْنِ فِي الأَرْضِ ، فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ عَمَلَ الأَخِرَةِ لِلدُّنْيَا ، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الأَخِرَةِ نَصِيْبٌ
“Sampaikan kabar gembira kepada umat ini dengan keluhuran, kedudukan yang tinggi (keunggulan), agama, pertolongan dan kekuasaan di muka bumi. Barangsiapa di antara mereka melakukan amal akhirat untuk dunia, maka dia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat”. [HR Ahmad, V/134; dan Hakim, IV/318. Shahih, lihat Shahih Jami’ush Shaghiir, no. 2825]
Abu Musa Al-Asy’ari ''radhiallahu ‘anhu'' berkata,
سُئِلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرَّجُلِ يُقَاتِلُ شَجَاعَةً، وَيُقَاتِلُ حَمِيَّةً، وَيُقَاتِلُ رِيَاءً، أَيُّ ذَلِكَ فِي سَبِيلِ اللهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا، فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ
''“Rasulullah'' ﷺ ''ditanya tentang seseorang yang berperang karena keberaniannya, seseorang berperang karena membela sukunya, seseorang berperang karena ingin dikenal, siapakah di antara mereka yang berperang di jalan Allah? Lalu Rasulullah'' ﷺ ''bersabda, ‘Barang siapa yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah ﷻ, maka dialah yang berperang di jalan Allah’.”''(HR Muslim)
Disebutkan juga di dalam hadits bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
وَرُبَّ قَتِيلٍ بَيْنَ الصَّفَّيْنِ، اللهُ أَعْلَمُ بِنِيَّتِهِ
''“Betapa banyak orang yang tewas di medan pertempuran, namun Allah lebih tahu tentang niatnya.”''([HR Ahmad])
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَل إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidak akan menerima dari semua jenis amalan kecuali yang murni untuk–Nya dan untuk mencari wajah–Nya. [HR.An-Nasâ’i, no: 3140. Lihat: Silsilah Ash-Shahîhah, no: 52; Ahkâmul Janâiz, hlm. 63]
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قِيْلَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ مِنَ الْخَيْرِ ، وَ يَحْمَدُهُ النَّاسُ عَلَيْهِ ؟ قَالَ: تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ
Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang seseorang yang mengerjakan satu amal kebaikan, lalu orang memujinya?” Beliau menjawab,”Itu merupakan kabar gembira bagi orang mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia.” [HSR Muslim, 2642; Ibnu Majah, no. 4225 dan Ahmad, V/156, 157; dari sahabat Abu Dzar].
Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِه
''“Barang siapa yang memperdengarkan (amalannya), maka Allah memperdengarkan tentangnya. Barang siapa yang memperlihatkan (amalannya), maka Allah akan memperlihatkannya. ”(HR Bukhori)''
Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الرِّيَاءُ، يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ: اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً
''“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil. Mereka berkata, ‘Apakah itu syirik kecil?’, beliau ﷺ bersabda, ‘Riya’, pada hari kiamat tatkala Allah membalas perbuatan manusia, maka Allah berfirman kepada mereka, ‘Pergilah kalian kepada orang-orang yang dahulu di dunia kalian riya kepada mereka, maka lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan amalan (riya) kalian di sisi mereka?’.”''(HR Ahmad)
Ibnu Al-Mubarak ''rahimahullah'' berkata, ''“Betapa banyak amalan yang kecil, namun dibesarkan oleh niat dan betapa banyak amalan yang besar, namun dikecilkan oleh niat.”''
Ibnu Taimiyah ''rahimahullah'' berkata, bisa saja ada dua orang yang sedang shalat yang berdampingan di saf yang sama, dengan cara shalat yang sama, namun pahalanya berbeda bagaikan langit dan bumi, karena amalan hati keduanya yang berbeda
Abu Utsman rahimahullah, beliau berkata, ''“Ikhlas adalah melupakan pandangan makhluk dengan senantiasa memandang perhatian Allah'' ﷻ ''Maha Pencipta.”''
'''Keikhlasan Seorang Kesatria'''
''“Sesungguhnya ada seorang Arab badui beriman kepada Rasulullah ﷺ dan berkata, ‘Aku akan berhijrah bersama engkau’, maka Nabi ﷺ berwasiat kepada para sahabat beliau untuk memperhatikannya. Ketika tiba perang Khaibar atau Hunain, Rasulullah ﷺ mendapatkan harta ganimah, lalu beliau ﷺ membaginya dan membagi juga untuknya, lalu beliau ﷺ memberikannya kepada para sahabat untuk memberikan bagian kepadanya. Orang tersebut bertugas menjaga bagian belakang pasukan. Ketika dia datang, para sahabat pun menyerahkan bagiannya, lalu dia berkata, ‘Apa ini?’ mereka berkata, ‘Rasulullah ﷺ memberikan bagian untukmu’, lalu dia pun mengambilnya dan mendatangi beliau ﷺ seraya berkata, ‘Wahai Muhammad! Bukan untuk ini aku mengikutimu, tetapi aku mengikutimu agar aku terkena anak panah di sini -dengan menunjuk ke lehernya- lalu aku mati dan masuk ke dalam surga’. Setelah itu beliau ﷺ bersabda, ‘Jika kau tulus kepada Allah, maka Allah akan membenarkan (niat)mu’, setelah beberapa saat, kemudian mereka bangkit memerangi musuh. Setelah itu, orang tersebut didatangkan, mayatnya dipikul dalam keadaan anak panah menembus ke dalam leher yang telah dia tunjuk, lalu Nabi ﷺ bersabda, ‘Apakah mayat ini adalah orang tersebut?’, mereka berkata, ‘Benar’, maka beliau ﷺ bersabda, ‘Dia telah jujur kepada Allah dengan tulus, maka Allah pun mengabulkan keinginannya’.”(HR AN Nasa’i)''
'''''Kisah 3 Orang Di dalam Gua'''''
Rasulullah ﷺ bersabda,
''“Ada tiga orang dari orang-orang sebelum kalian. Suatu saat mereka mencari tempat bermalam di suatu gua, lalu mereka pun memasukinya. Tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dari gunung lalu menutup gua itu, lalu mereka di dalamnya. Mereka berkata, ‘Tidak ada yang dapat menyelamatkan kalian semua dari batu besar ini, kecuali jika kalian semua berdoa kepada Allah dengan menyebutkan amalan baik kalian’. Salah seorang dari mereka berkata, ‘Ya Allah, aku mempunyai dua orang tua yang sudah sepuh dan lanjut usia. Aku tidak pernah memberi minum susu (di malam hari) kepada siapa pun sebelum memberi minum kepada keduanya. Aku lebih mendahulukan mereka berdua daripada keluarga dan budakku (hartaku). Pada suatu hari, aku mencari kayu di tempat yang jauh. Ketika aku pulang ternyata mereka berdua telah terlelap tidur. Aku pun memerah susu dan aku dapati mereka sudah tertidur pulas. Aku pun enggan memberikan minuman tersebut kepada keluarga atau pun budakku sebelum keduanya meminumnya. Seterusnya aku menunggu, sedangkan tempayan susu ada di tanganku menunggu mereka bangun hingga terbit fajar, dan gelas minuman itu masih terus di tanganku. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka meminum minuman tersebut. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini.” Batu besar itu tiba-tiba terbuka sedikit, namun mereka masih belum dapat keluar dari gua.''
''Nabi Muhammad ﷺ bersabda, ‘Lantas orang yang lain pun berdoa, ‘Ya Allah, dahulu ada putri pamanku yang aku sangat menyukainya. Aku pun sangat menginginkannya. Namun ia menolak cintaku. Hingga berlalu beberapa tahun, ia mendatangiku (karena sedang butuh uang -pen). Aku pun memberinya 120 dinar, dengan syarat dia mau tidur denganku (berzina -pen), lalu dia pun mau. Sampai ketika aku ingin menyetubuhinya, keluarlah dari lisannya, ‘Tidak halal bagimu membuka cincin kecuali dengan cara yang benar’. Aku pun kaget dan pergi meninggalkannya padahal dialah yang paling kucintai. Aku pun meninggalkan emas (dinar) yang telah kuberikan untuknya. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini’. Batu besar itu tiba-tiba terbuka lagi, namun mereka masih belum dapat keluar dari gua.''
''Nabi Muhammad ﷺ bersabda, ‘Lantas orang ketiga berdoa, ‘Ya Allah, aku dahulu pernah mempekerjakan beberapa pegawai, lalu aku memberikan gaji pada mereka. Namun, ada satu yang tertinggal yang tidak aku beri, lalu uangnya aku kembangkan hingga menjadi harta melimpah. Suatu saat ia pun mendatangiku. Ia pun berkata padaku, ‘Wahai hamba Allah, bagaimana dengan upahku yang dulu?’ Aku pun berkata padanya bahwa setiap yang ia lihat itulah hasil upahnya dahulu (yang telah dikembangkan), yaitu ada unta, sapi, kambing dan budak. Ia pun berkata, ‘Wahai hamba Allah, janganlah engkau bercanda’. Aku pun menjawab bahwa aku tidak sedang bercanda padanya. Aku lantas mengambil semua harta tersebut dan menyerahkan padanya tanpa tersisa sedikit pun. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini’. Setelah itu, gua yang tertutup sebelumnya pun terbuka, mereka keluar sambil berjalan.”(HR Bukhori)''<ref>Imam Nawawi, Riyadhus Salihin</ref>
== Balasan di akhirat ==
|