Mi instan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dani1603 (bicara | kontrib)
Dani1603 (bicara | kontrib)
Baris 188:
| colspan="8" | Dalam miliaran kemasan/bungkus. Sumber: ''World Instant Noodles Association''<ref name="WINA-Global-Demand">{{cite web|title=Global Demand, World Instant Noodles Association|url=https://instantnoodles.org/en/noodles/market.html|access-date=16 October 2020|website=instantnoodles.org}}</ref>
|}
 
=== Aspek politis, historis dan kultural ===
Popularitas mi instan di Indonesia bisa dikatakan merupakan sesuatu yang "baru". Hingga era 1960-an, produk olahan dari gandum masih memiliki konsumen yang terbatas, yaitu hanya dinikmati kelas menengah ke atas yang sudah terbaratkan.<ref name=jadi>[https://historia.id/ekonomi/articles/tak-ada-beras-gandum-pun-jadi-DWjol/page/2 Tak ada beras, gandum pun jadi]</ref> Bisa dikatakan peletak dasar dari ketergantungan Indonesia akan produk gandum dan mi instan adalah [[Soeharto]] dan rezim [[Orde Baru]]-nya. Ketergantungan tersebut mencerminkan dua aspek penting pemerintahan Orde Baru: ketergantungan pada budaya percukongan dan relasinya yang kuat dengan negara-[[negara Barat]], khususnya [[Amerika Serikat]].
 
Naiknya Orde Baru pada pertengahan 1960-an menjadi pertanda perubahan politik Indonesia dari pro negara-negara [[Blok Timur]] menjadi pro-Barat. Amerika Serikat, sebagai penggerak utama Blok Barat, merasa perlu mendukung pemerintahan Soeharto di tengah upayanya mengatasi krisis ekonomi peninggalan [[Orde Lama]]. Meskipun pejabat-pejabat Orde Baru (seperti [[Adam Malik]]) awalnya meminta bantuan [[beras]], AS berhasil merayu pemerintah saat itu untuk menerima bantuan gandum dan mempromosikan penggunaannya di tengah masyarakat.<ref name=Liem>[https://books.google.co.id/books?id=GnKZBQAAQBAJ&pg=PA293&dq=indomie+wicaksana&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjuhr3d5_XuAhUTg-YKHcEbDNgQ6AEwBHoECAYQAg#v=onepage&q=indomie%20wicaksana&f=false Liem Sioe Liong's Salim Group: The Business Pillar of Suharto's Indonesia]</ref> Pada 9 Oktober 1968 terigu bantuan AS pertama didatangkan sebesar 390.000 ton.<ref name=kecanduan>[https://tirto.id/bangsa-yang-kecanduan-mi-instan-crp1 Bangsa yang Kecanduan Mi Instan]</ref> Bantuan ini dikoordinasikan dalam kerangka Public Law 480<Ref name=jurno>[https://jurno.id/indomie-dan-tangan-tangan-amerika-yang-menciptakan-generasi-micin Indomie dan Tangan-Tangan Amerika yang Menciptakan Generasi Micin]</ref> maupun ''Food for Peace''.<ref name=Liem/> Kondisi produksi beras nasional yang belum membaik hingga 1980-an, ditambah upaya pengurangan impor beras, membuat pemerintah semakin mendorong konsumsi produk olahan gandum di masyarakat. Bantuan pun diberikan seperti dalam subsidi terigu (sehingga harganya lebih murah dibanding di luar negeri sekalipun), adanya fasilitas ke Bogasari, dan kredit-kredit khusus. AS kemudian memberikan fasilitas seperti bantuan dan kredit lunak ke Indonesia untuk mengimpor terigunya.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=HldaDwAAQBAJ&pg=PA32&dq=ketergantungan+mie+instan+indonesia&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiY0Ou_sZaCAxU4nmMGHQ6DCr0Q6AF6BAgKEAI#v=onepage&q=ketergantungan%20mie%20instan%20indonesia&f=false Lima Pilar Kedaulatan Pangan Nusantara]</ref><ref name=kecanduan/>
 
Kualitas tepung yang seringkali kurang baik ketika didatangkan memicu adanya usulan untuk membangun penggilingan gandum di Indonesia. Yang menjadi orang pilihan Soeharto untuk melaksanakan tugas tersebut adalah cukong utamanya, Liem Sioe Liong ([[Sudono Salim]]) dalam wadah [[Bogasari Flour Mills]]. Lebih istimewanya lagi, Liem mendapatkan hak sebagai penggiling gandum utama di Indonesia selama bertahun-tahun secara [[monopoli]]stik. Sebagai "hadiah", sebagian keuntungan Bogasari diberikan kepada dua yayasan Soeharto.<ref name=Liem/> Cerita tidak berhenti sampai di situ. Upaya pemerintah untuk mendorong penggunaan olahan terigu, lagi-lagi melibatkan Liem. Pada mulanya sebelum dikenal dengan Indofood-nya, pemerintah Orde Baru meminta Salim memproduksi mi untuk keperluan ransum tentara dan pegawai negeri, yang belakangan dipasarkan ke publik dengan merek Sarimi. Dengan bantuan kekuatan monopoli terigunya, Salim berhasil menguasai dua merek lain, Indomie dan Supermi pada pertengahan 1980-an.<ref>[https://books.google.co.id/books?newbks=1&newbks_redir=0&hl=id&id=8Zw4iOA3ytwC&dq=sarimi+supermi+jangkar+bogasari&focus=searchwithinvolume&q=gandum Menggugah etika bisnis Orde Baru]</ref> Maka pada akhirnya, dengan kekuatan finansial Grup Salim dan dukungan rezim yang berkuasa, mi instan tumbuh sebagai pengganti berbagai [[makanan pokok]], termasuk beras.<ref name=Liem/> Pada saat yang sama dengan merajalelanya mi instan, keuntungan besar didapat oleh Soeharto dan kroninya, Liem.<ref name=mie>[https://books.google.co.id/books?id=i4B84NUWAEoC&pg=PA176&dq=ketergantungan+mie+instan+indonesia&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiY0Ou_sZaCAxU4nmMGHQ6DCr0Q6AF6BAgOEAI#v=onepage&q=ketergantungan%20mie%20instan%20indonesia&f=false Menguak misteri kekuasaan Soeharto]</ref> Pasca jatuhnya Orde Baru pun, Indofood (Salim) sebagai pemain lama tetaplah tidak tergoyahkan mengingat struktur pasar yang [[oligopoli]]stik.<ref name=kecanduan/>
 
Keberadaan mi instan sebagai bahan pangan utama masyarakat sebenarnya sungguh ironis. Tidak seperti bangsa-bangsa [[Asia Timur]], Indonesia tidak memiliki tradisi yang kuat dalam konsumsi mi. Lebih parahnya lagi, gandum sebagai bahan dasar mi tidak mampu dibudidayakan secara masif di Indonesia.<ref name=mie/> Akibatnya, Indonesia lahir menjadi salah satu pengimpor gandum terbesar di dunia. Dari hanya 450.000 ton pada 1970, memasuki 1990-an impor gandum menjadi 3 juta ton, dan di tahun 2016 naik pesat menjadi 8,5 juta ton.<ref name=kecanduan/> Di tahun 2021 angkanya sudah mencapai 11,2 juta ton senilai US$ 2,9 miliar (Rp 42 triliun).<ref name=pangan>[https://tirto.id/polemik-mi-instan-esensi-gandum-dan-perubahan-pola-pangan-ri-gFeg Polemik Mi Instan: Esensi Gandum dan Perubahan Pola Pangan RI]</ref><ref name=kupmara>[https://kumparan.com/ideas-riset/perubahan-budaya-pangan-hantarkan-indonesia-jadi-importir-gandum-terbesar-dunia-1yVN4ervJmN/1 Perubahan Budaya Pangan Hantarkan Indonesia Jadi Importir Gandum Terbesar Dunia]</ref> Hal ini terjadi seiring konsumsi mi instan Indonesia yang semakin meningkat dan berada dalam posisi kedua dunia,<ref name=pangan/> dan salah satu pengekspor mi instan terbesar.<ref name=mie/> Pada saat yang sama dengan naiknya impor gandum sejak 2010-an, angka produksi beras sebagai makanan pokok utama mengalami stagnasi.<ref name=kupmara/>
 
Ketergantungan impor gandum (dan konsumsi mi instan) tidaklah berdampak positif. Seperti misalnya ketika [[Perang Rusia-Ukraina]] mencuat sejak awal 2022, kebutuhan gandum Indonesia yang salah satunya disuplai dari kedua negara, mendapat ancaman yang dapat mendorong kenaikan harga mi di dalam negeri.<ref name=jadi/><ref name=pangan/> Sayangnya, langkah-langkah mengatasi masalah ini, seperti rencana substitusi gandum dengan produk pangan lain (sorgum, mocaf, dll) sejauh ini cenderung menjadi wacana. Selain itu, harga mi instan yang lebih murah daripada nasi,<ref name=Liem/> juga membuat beberapa kelompok masyarakat bawah, seperti petani dan buruh, dirugikan mengingat harga beras yang bisa ditekan dengan harga mi.<ref name=mie/> Mi instan juga bukanlah produk pangan yang ideal untuk menciptakan masyarakat yang sehat mengingat rendahnya nutrisi dalam produk pangan ini.<Ref name=jurno/>
 
Pada saat yang bersamaan, tidak bisa dipungkiri mi instan telah menjadi produk pangan tidak terpisahkan di kalangan masyarakat Indonesia. Mi instan telah memicu berbagai usaha, entah kecil atau besar, dimana ribuan orang menggantungkan hidupnya baik dari memproduksi, memasarkan, hingga menyajikan olahannya. Selain itu, mi instan telah dianggap banyak kalangan sebagai simbol nasional, seperti contohnya merek Indomie. Ketika orang-orang asing dan ''public figure'' menyebutkan bahwa Indomie adalah kesukaannya, banyak orang-orang Indonesia yang ikut bangga karenanya.<Ref name=jurno/> Ekspor mi instan, selain mendatangkan devisa (diperkirakan pada 2019 mencapai Rp 10 triliun bersama olahan gandum lainnya), juga seringkali dimanfaatkan sebagai langkah [[gastrodiplomasi]], seperti lewat promosi Indomie di berbagai negara.<ref name=diplom/><ref>[https://books.google.co.id/books?id=eZNlEAAAQBAJ&pg=PA58&dq=ketergantungan+mie+instan+indonesia&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiY0Ou_sZaCAxU4nmMGHQ6DCr0Q6AF6BAgIEAI#v=onepage&q=ketergantungan%20mie%20instan%20indonesia&f=false Majalah TAMBANG]</ref>
 
===Produsen dan merek===
Beberapa pemain-pemain dalam industri mi instan di Indonesia, seperti:
* '''[[Indofood CBP]]''': Produsen mi instan terbesar di Indonesia.<ref name=saing/> Selain mengedarkan produknya di dalam negeri, juga memiliki ''brand'' yang cukup mendunia.<ref name=diplom>[https://tirto.id/diplomasi-indomie-bG1e Diplomasi Indomie]</ref> Produk-produknya meliputi [[Indomie]], [[Supermi]], [[Sarimi]], [[Pop Mie]] (dominan), Intermi, Sakura dan Vitami (terbatas). Produk lama seperti Top Mie, Super Cup,<ref>[https://web.archive.org/web/19981205053430/http://www.indofood.co.id/re_instant_noodles.htm Instant Noodles]</ref> Nikimiku, Aseli Mi, Mi Peduli,<ref>[https://books.google.co.id/books?newbks=1&newbks_redir=0&hl=id&id=NiUuAAAAMAAJ&dq=miPeduli&focus=searchwithinvolume&q=Peduli Panji masyarakat]</ref> Mie Ummah, Mie Sayaaap,<ref name=wing/> Mie Semar, Pop Bihun, [[Anakmas]],<ref name=daptar/> Mi Sukiyaki,<ref>[https://www.facebook.com/ayokeperpusnas/photos/a.380549651985428/3433681976672165/ Varian lain dari salah satu produk mie Instan yang sudah punya nama dipasaran. Sumber: Kompas, 11-2-1987. Koleksi Perpustakaan Nasional RI (SKJIL-Team)]</ref> Miqu, dll.<ref name=MUI>[https://adoc.pub/daftar-produk-bersertifikat-halal-mui.html DAFTAR PRODUK BERSERTIFIKAT HALAL MUI]</ref><ref name=miku>[https://text-id.123dok.com/document/nzw3e5e7y-sejarah-perkembangan-1-sejarah-perkembangan-mi-instan-di-dunia.html Sejarah Perkembangan 1. Sejarah Perkembangan Mi Instan di Dunia]</ref>
* '''[[Wings (perusahaan)|Wings Food]]''': Memiliki pangsa pasar terbesar kedua untuk mi instan di Indonesia; termasuk pemain baru (sejak April 2003).<ref name=saing/><ref name=wing>[http://renimariaug.blogspot.com/2009/12/ Pengaruh Iklan Wings]</ref> Mengedarkan produk dengan merek [[Mie Sedaap]], Eko Mie, So Yumie dan [[Mie Suksess]].
* '''[[Jakarana Tama]]''': Produsen mi ini didirikan pada Mei 1993, oleh pendiri Indomie Djajadi Djaja. Produknya saat ini diedarkan dengan merek Gaga dan Arirang; dahulu juga sempat mengedarkan merek Michiyo,<ref name=miz>[https://books.google.co.id/books?id=5dnsAAAAMAAJ&q=jakarana+tama+Mei++1993&dq=jakarana+tama+Mei++1993&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwi5huLphPbuAhV94XMBHXWdAm8Q6AEwAHoECAEQAg Informasi, Volume 15,Masalah 179-182]</ref> Healtimie, Arjuna dan Michi.<ref name=MUI/><ref name=miku/>