Bahasa Kampar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 59:
 
[[Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa|Badan Bahasa Kemdikbud RI]] mengelompokkan dialek Kampar sebagai salah satu dialek dalam bahasa Minangkabau di Riau (bersama dialek Rokan, Basilam, Indragiri, dan Kuantan).<ref name=":6">Sugono, Dendy, Sasangka, S.S.T. Wisnu, Rivay, Ovi Soviaty, et al., 2017. ''Bahasa dan peta bahasa di Indonesia.'' Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. ISBN 9786024373762 [http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/7191/] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20210131022024/http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/7191/|date=2021-01-31}}</ref> Persamaan dengan bahasa Minangkabau, khususnya dengan dialek Limapuluh Kota, membuat sebagian pakar menggolongkan bahasa Kampar sebagai salah satu dialek dalam bahasa Minangkabau.<ref name=":0" /><ref name=":022" /><ref>Noviatri, Reniwati. "[https://core.ac.uk/download/pdf/300564873.pdf The Comparison of Affixes in Minangkabau Language Between the Region of Origin and Migration Region]." ''INCOLWIS 2019: Proceedings of the 2nd International Conference on Local Wisdom, INCOLWIS 2019, August 29-30, 2019, Padang, West Sumatera, Indonesia''. European Alliance for Innovation, 2019.</ref><ref>{{Cite journal|last=Abidin|first=Zainal|date=2012-04-22|title=BUNYI /O/ DIALEK KAMPAR BERASAL DARI / / DIALEK RIAU KEPULAUAN: BENARKAH?|url=http://madah.kemdikbud.go.id/index.php/madah/article/view/2|journal=Madah: Jurnal Bahasa dan Sastra|language=en|volume=3|issue=1|pages=1–8|doi=10.31503/madah.v3i1.2|issn=2580-9717}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Masni|first=Atri Kehana|date=2021-12-31|title=Sistem Fonem Isolek Kuntu Kabupaten Kampar|url=https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/medanmakna/article/view/4013|journal=MEDAN MAKNA: Jurnal Ilmu Kebahasaan dan Kesastraan|language=id|volume=19|issue=2|pages=207–216|doi=10.26499/mm.v19i2.4013|issn=2721-2955}}</ref> Persentase perbedaan dialek Kampar dengan dialek Minangkabau lainnya berkisar 51%—69%.<ref name=":04">Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI. ''Bahasa Minangkabau di Provinsi Riau''. Pada: Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia. 2017 [http://118.98.223.79/petabahasa/infobahasa2.php?idb=20&idp=Riau] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20180812115450/http://118.98.223.79/petabahasa/infobahasa2.php?idb=20&idp=Riau|date=2018-08-12}}</ref> Persentase itu menunjukkan hubungan bahasa Kampar dan bahasa Minangkabau ada pada tingkat beda dialek menurut teori Guiter maupun Lauder.<ref name=":6" />
 
== Sejarah ==
Perkembangan bahasa Kampar tidak terlepas dari sejarah Kampar sejak zaman [[Sriwijaya]]. Dalam sejarah disebutkan bahwa saat itu wilayah Kampar sempat menjadi pusat pemerintahan dan peribadatan bagi Kerajaan Sriwijaya yang semula bernama Kerajaan Muara Takus. Kemudian didirikanlah [[Candi Muara Takus]] di tepi [[Sungai Kampar Kanan]] sebelum akhirnya berpindah ke [[Kota Palembang|Palembang]]. Kerajaan Sriwijaya saat itu menggunakan [[Bahasa Melayu Kuno|bahasa Melayu Kuna]], sebagaimana yang tertulis pada [[Prasasti Kedukan Bukit]]. Hal ini didukung oleh [[I Ching|catatan Tiongkok]], bahwa Kerajaan Sriwijaya pada awalnya bernama Kerajaan Melayu dengan bahasa pengantarnya bahasa Melayu. Kemudian bahasa Melayu berkembang pesat seiring dengan ekspansi Kerajaan Sriwijaya.
 
Setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh, mulailah pengaruh dari [[Kesultanan Melaka|Kesultanan Malaka]] dan [[Kerajaan Pagaruyung]] di pedalaman Minangkabau. Berdasarkan [[Sulalatus Salatin]], disebutkan adanya keterkaitan [[Kesultanan Melaka]] dengan Kampar. Kemudian juga disebutkan Sultan Melaka terakhir, [[Sultan Mahmud Shah]] setelah jatuhnya [[Bintan]] tahun 1526 ke tangan [[Portugis]], melarikan diri ke Kampar, dua tahun berikutnya mangkat dan dimakamkan di Kampar.<ref>Winstedt, R., (1962), ''A History of Malaya'', Marican.</ref>
 
Tomas Dias dalam ekspedisinya ke pedalaman Minangkabau tahun 1684, menyebutkan bahwa ia menelusuri [[Sungai Siak]] kemudian sampai pada suatu kawasan, pindah dan melanjutkan perjalanan darat menuju [[Sungai Kampar]]. Dalam perjalanan tersebut ia berjumpa dengan penguasa setempat dan meminta izin menuju [[Pagaruyung]].<ref>Haan, F. de, (1896), ''Naar midden Sumatra in 1684'', Batavia-'s Hage, Albrecht & Co.-M. Nijhoff. 40p. 8vo wrs. Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 39.</ref> Saat itu, Kampar merupakan kawasan yang strategis untuk perniagaan, sehingga menjadi wilayah rantau bagi Luhak Limapuluh Kota di pedalaman dan dikenal sebagai ''Rantau Limo Koto''. Komunikasi masyarakat antara wilayah Luhak dengan Rantau tersebut terus terjalin, sehingga masyarakat kedua daerah tersebut memiliki kemiripan dialek.
 
Setelah itu, kekuasaan atas wilayah Kampar berpindah ke [[Kesultanan Siak Sri Inderapura]]. Kesultanan Siak menggunakan [[bahasa Melayu Riau|bahasa Melayu Tinggi]] sebagai bahasa pengantarnya sehingga terdapat hubungan saling mempengaruhi antara bahasa Melayu yang digunakan oleh kerajaan dengan dialek masyarakat Kampar.
 
Pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah Kampar dimasukkan dalam Provinsi [[Sumatra Tengah]]. Setelah Provinsi Sumatra Tengah dibubarkan, Kampar dimasukkan dalam wilayah Provinsi [[Riau]] tahun 1958.<ref>http://www.dpr.go.id {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120204074445/http://www.dpr.go.id/ |date=2012-02-04 }} [http://www.dpr.go.id/uu/uu1958/UU_1958_61.pdf Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140124073353/http://www.dpr.go.id/uu/uu1958/UU_1958_61.pdf |date=2014-01-24 }}</ref> Akibat perjalanan sejarah inilah, bahasa Kampar memiliki hubungan yang erat dengan bahasa Minangkabau di sebelah barat serta bahasa Melayu Riau di sebelah timur.
 
== Karya sastra ==