Suku Ambon: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 17:
Asal-usul kata ''Ambon'' sendiri tidak dapat ditentukan secara pasti. Namun, yang pasti adalah istilah ''suku Ambon'' diambil dari nama Pulau Ambon. Menurut penduduk setempat, kata ''Ambon'' atau ''Ambong'' dalam [[Bahasa Ambon|bahasa Ambonnya]] berasal dari kata ''ombong'' '[[embun]]' dalam bahasa Ambon. Nama tersebut diperkirakan diberikan karena puncak-puncak gunung di Pulau Ambon sendiri sering kali ditutupi oleh embun.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=66}}
Pada mulanya, istilah ''orang'' ''Ambon'' atau ''Ambonezen'' dalam [[bahasa Belanda]] digunakan untuk merujuk pada orang [[mestizo]] yang berasal dari Pulau Ambon. Namun pada perkembangan selanjutnya, istilah tersebut digunakan untuk mengacu pada orang yang berasal dari [[Pulau Seram|Seram]], [[Kepulauan Lease]], dan pulau-pulau di sekitarnya.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=66}} Meskipun pada akhirnya istilah ''orang Ambon'' merujuk pada suku Ambon, masih sering ditemukan ''[[pars pro toto]]'' dengan maksud keseluruhan [[orang Maluku]].''{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=27}}'' Hal yang sama terjadi di Belanda, meskipun pada pertengahan 1960-an para simpatisan [[Republik Maluku Selatan]] mulai menekankan penggunaan istilah ''orang Maluku Selatan'' agar lebih mencakup. Hal tersebut berakhir ditolak oleh
== Sejarah ==
Baris 33:
==== Hindu dan Islam ====
Kedatangan [[Hindu di Indonesia|Hindu]] ke [[Maluku Tengah]] belum dapat dipastikan kapan terjadi. Orang yang paling berkemungkinan membawa Hindu (gaya Jawa) untuk pertama kalinya ke masyarakat Ambon adalah ketiga bangsawan bersaudara dari Tuban: Patturi, Pattikawa, dan Nyai Mas. Namun, yang pasti, Hindu sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Ambon setidaknya pada masa [[Majapahit]] menguasai Maluku. Para pengiring ketiga bangsawan bersaudara tersebut adalah yang paling berkemungkinan besar memperkenalkan sistem pemerintahan kerajaan Hindu Jawa kepada [[Kerajaan Tanah Hitu|Kerajaan Hitu]]. Hal itulah yang menyebabkan Raja Hitu hanya menjadi lambang persatuan, sementara pemerintahannya dijalankan oleh keempat perdana ([[patih]]). Di Hitu sendiri, Patturi dan Pattikawa menurunkan garis perdana Tanahitumessen, sedangkan Nyai Mas menikah dengan Latu Lopulalang (Raja Selaksa Pedang), Raja
Waktu masuknya Islam ke Maluku Tengah, khususnya suku Ambon terpecah menjadi beberapa pendapat ahli.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=17}} Pendapat pertama menyatakan bahwa Islam masuk pada abad XII berkat para [[Perdagangan rempah|pedagang Arab]] menurut naskah dakwah yang tersedia dan baru berhasil membentuk suatu kekuasaan, yakni [[Kerajaan Tanah Hitu|Hitu]] pada abad XIV. Pendapat kedua menyatakan bahwa Islam dibawa oleh para pedagang Arab dan diperkuat oleh datangnya pemuka Hitu untuk berguru ke Jawa, di mana ia bertemu dengan penguasa [[Kesultanan Ternate|Ternate]] dan mempererat hubungan antara keduanya.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=17–18}} Pendapat ketiga menyatakan bahwa Islam masuk karena dibawa oleh Ternate yang pada akhir abad XV sudah menjadi Islam dan memperluas kekuasaannya hingga ke [[Pulau Seram|Seram]].{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=18}} Sementara itu, cerita rakyat menyatakan hal yang berbeda. Seperti di Uli Hatuhaha di utara [[Pulau Haruku, Maluku Tengah|Haruku]], cerita rakyat menyatakan bahwa Islam (aliran [[Syiah]]) datang dari [[Hijaz]], [[Kesultanan Samudera Pasai|Pasai]], dan [[Kabupaten Gresik|Gresik]] ataupun [[Gujarat]] dan [[Kekaisaran Persia|Persia]].{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=18–19}} Bukti sendiri menunjukkan bahwa setidaknya sudah ada belasan keluarga [[Bangsa Persia|Persia]] di Ambon pada 1518.{{Sfn|Bartels|2017b|p=533}} Sejarah lisan [[Iha, Saparua Timur, Maluku Tengah|Iha]] di [[Pulau Saparua|Saparua]] menyatakan bahwa Islam dibawa langsung oleh tiga orang Arab yang datang melalui jalur Buton pada abad XIV. Yang tertua dari ketiganya menjadi Raja [[Kerajaan Iha|Iha]], yang kedua Raja [[Tuhaha, Saparua Timur, Maluku Tengah|Tuhaha]], dan yang paling muda menjadi Raja [[Ullath, Saparua Timur, Maluku Tengah|Ullath]] serta matarumahnya, Nikijuluw, masih memerintah di Ullath.{{Sfn|Bartels|2017b|p=535}}
Pergantian agama menjadi Islam pada [[Negeri (Maluku)|negeri-negeri]] Ambon diawali oleh para raja yang dalam hal ini adalah [[kepala desa|kepala negeri]].{{Sfn|Bartels|2017b|p=563}} Kerajaan yang awal menyatakan dirinya Islam adalah Iha pada awal abad XIV,
=== Portugis ===
Baris 51:
| attr2 =
}}
Sejak itu, bangsa Portugis dikenal suku Ambon sebagai ''Farangis.{{Sfn|Bartels|2017b|p=542}}'' Para ''Farangis'' mendirikan berbagai tempat perdagangan dan gudang di Ambon.''{{Efn|Pada zaman penjajahan oleh bangsa Eropa, istilah ''Ambon'' dalam sejarah tertulis sering kali tidak merujuk pada [[Pulau Ambon]] saja, melainkan [[Kepulauan Ambon]] yang meliputi Pulau Ambon dan [[Kepulauan Lease]] ([[Pulau Saparua|Saparua]], [[Pulau Haruku, Maluku Tengah|Haruku]], dan [[Nusalaut, Maluku Tengah|Nusalaut]]),{{sfn|Widjojo|2009|p=19}} ataupun kawasan [[Maluku Tengah]] yang meliputi Kepulauan Ambon-Lease, Seram, dan Buru (tidak termasuk [[Kepulauan Banda]]).{{sfn|Bartels|2017a|p=388}}|name=Kegistamb}}'' Di sekitarnya, tumbuhlah permukiman yang menjadi tempat terjadinya banyak perkawinan campur dan penyebaran injil.{{Sfn|Abdurachman|2008|p=4, 127}} ''Farangis'' pun melakukan perkawinan campur dengan orang-orang Ambon untuk memperkuat pengaruhnya dalam mendirikan jajahan tetap, mengikuti peraturan perkawinan campur dengan orang setempat yang sudah dicanangkan [[Afonso de Albuquerque]] sejak [[Penaklukan Goa oleh Portugis|Portugis menaklukkan Goa]].''{{Sfn|Bartels|2017b|p=550}}'' Hingga kini, mestizo Ambon sudah dibaurkan menjadi suku Ambon. Meskipun demikian, terdapat banyak
Permusuhan suku Ambon dengan Portugis mulai memunculkan bibitnya pada 1523 ketika terjadi pertikaian antara Perdana Jamilu dengan tentara Portugis setelah anak perempuannya dilecehkan. Hal tersebut berujung pada berakhirnya kerja sama [[Kerajaan Tanah Hitu|Hitu]]-Portugis.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=548–549}}'' Pemerintah Portugis pada mulanya menekan penduduk Muslim setempat, tetapi juga berakhir menekan Kristen setempat.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=562–563}}'' Penekanan ini menimbulkan beberapa pemberontakan yang membuat [[orang Maluku]] semakin membenci Portugis.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=566}}'' [[Kerajaan Tanah Hitu|Hitu]] yang merupakan bawahan [[Kesultanan Ternate|Ternate]] pun terhasut oleh Sultan [[Khairun Jamil dari Ternate|Khairun]] untuk melakukan perlawanan.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=567}}''
Baris 86:
Masyarakat suku Ambon yang masih berada di lingkup budaya Ambon tinggal di [[Negeri (Maluku)|negeri]] (negeri) yang terdiri dari beberapa soa (klan). Negeri dipimpin oleh seorang [[Raja (gelar)|raja]] ([[kepala desa|kepala negeri]]) yang berasal dari salah satu matarumah dari soa paling tinggi kedudukannya di negeri tersebut. Layaknya raja pada umumnya, gelar raja tersebut diturunkan kepada orang sematarumah raja itu sendiri, walau kini raja dari beberapa negeri dipilih langsung oleh rakyat negerinya.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=29}} Dalam memerintah negeri, raja didampingi oleh saniri (badan permusyawaratan) yang berisikan seluruh kepala ''soa'' di negeri tersebut atau perwakilan dewasanya dan dalam beberapa negeri ditambah para kepala adat. Saniri mengadakan sidang besar berkala setahun sekali di baileo yang dihadiri seluruh jajaran pemerintah negeri, kepala keluarga, dan laki-laki negeri dari negeri tersebut. Hal ini sering disebut sebagai salah satu bentuk [[Demokrasi langsung|kerakyatan langsung]].{{Sfn|Suwondo|1977|p=27}} Selain itu, terdapat marinyu sebagai pesuruh raja. Negeri satu dengan yang lainnya saling memiliki hubungan [[pela]] ([[Aliansi|persekutuan]]).{{Sfn|Hidayah|2015|p=21}} Bentuk pela tertinggi adalah pela keras yang dahulu digunakan untuk menghadapi perang dari pihak luar, seperti dalam perang melawan [[Sejarah Nusantara (1509–1602)|Portugis]] dan [[Sejarah Nusantara (1800–1942)|Belanda]] di masa lampau.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=30}}
Selain pela, terdapat
== Bahasa ==
{{Main|Bahasa Ambon|Bahasa Asilulu}}[[Berkas:Kamus_Bahasa_Melayu_Ambon-Indonesia.png|al=|jmpl|227x227px|Kamus{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} bahasa Ambon–Indonesia.]]
Bahasa utama yang dituturkan oleh suku Ambon adalah [[bahasa Ambon]] atau Melayu Ambon, salah satu bahasa
Bahasa Ambon terpengaruh kuat oleh [[bahasa Portugis]], dapat dilihat dari banyaknya [[kosakata]] Portugis yang terserap. Meskipun [[Sejarah Nusantara (1800–1942)|penjajahan Belanda]] berlangsung lebih lama, jumlah kosakata serapan bahasa Portugis berbanding lebih besar, jika dibandingkan dengan jumlah kosakata serapan [[bahasa Belanda]]. Hal ini disebabkan [[bangsa Portugis]] merupakan orang Eropa pertama yang menguasai [[Maluku]] sehingga merekalah yang memperkenalkan berbagai barang, cara, gagasan, dan budaya Eropa kepada suku Ambon. Selain itu, macam bunyi dalam bahasa Portugis tidak begitu asing di telinga suku Ambon, bila dibandingkan dengan bahasa Belanda. Bunyi tajam dan adanya suara tenggorokan dianggap menyulitkan orang Ambon dalam melafalkan bahasa Belanda sampai sekarang.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=575}}''
|