Upacara Wetonan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menambahkan pranala dan mengedit beberapa ejaan yang kurang tepat. |
Merapikan artikel |
||
Baris 1:
{{wikify}}
'''Upacara Wetonan''' adalah upacara adat [[suku Jawa]] yang memiliki nama lain wedalan. Upacara ini masih lestari hingga saat ini terutama bagi masyarakat suku Jawa dan populer pada daerah [[Jawa Tengah]], [[Jawa Timur]] dan [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]. Wetonan mempunyai arti keluar, dalam upacara ini merupakan peringatan bagi lahirnya seseorang. Peringatan ini bermaksud untuk mendoakan bagi sang bayi agar terhindar dari berbagai bahaya, mendoakan agar panjang umur dan juga supaya mendapatkan berkah. ''“Slametan iki kanggo dongakne wong sing di ton; i ben slamet, waras, pinter lan opo wae sing dilakoni iso lancar”'' hal ini memiliki arti dalam bahasa indonesia yaitu slametan wetonan memiliki makna atau tujuan dalam mendoakan orang yang diwetoni atau diperingati dalam hari lahir tersebut supaya [[Tuhan Yang Maha Esa]] memberikan limpahan keselamatan, kesehatan diri, kepintaran dan harapan pada hal-hal atau apapun yang dilakukan dapat lancar tanpa suatu kendala.<ref>Setiawan, Hari. (2015). [Interview with Sainem, author of Hari Setiawan]. Retrieved from <nowiki>https://sipadu.isi-ska.ac.id/mhsw/laporan/laporan_4237151221091702.pdf</nowiki></ref> Makna secara umum bahwa ''slametan'' tersebut memiliki arti doa untuk suatu kondisi maupun keadaan bagi seseorang yang diwetoni atau diperingati hari lahirnya tersebut memiliki situasi dan kondisi yang sejahtera, tenteram dan bebas dari halangan atau gangguan makhluk yang tidak tampak maupun makhluk yang tampak, hal ini yang akan memunculkan suatu kondisi yang dapat disebut dengan aman atau dalam [[bahasa jawa]] yaitu ''slamet''.<ref>{{Cite web|url=https://budaya-indonesia.org/Upacara-Adat-Wetonan-Wedalan|title=Upacara Adat Wetonan (Wedalan) » Perpustakaan Digital Budaya Indonesia|website=budaya-indonesia.org|access-date=2019-04-27}}</ref>
{{Lihat pula|Weton}}
Baris 8:
Hari ulang tahun sama halnya dalam masyarakat Jawa disebut juga dengan istilah Wetonan, namun berbeda dengan hari ulang tahun yang diselenggarakan satu tahun sekali. Upacara Wetonan atau Slametan ini bisa terjadi dari 9 kali hingga 10 kali dalam setahun. Sesuai dengan paragraf sebelumnya jika tanggal wetonan terhitung dalam kalender sistem rembulan atau penanggalan jawa. Siklus dalam penanggalan Jawa ini berlangsung setiap 35 hari. Dalam [[kalender Jawa]] tersebut memiliki 5 hari yakni [[Pon]], [[Wage]], [[Kliwon]], [[Legi]], dan [[Pahing]]. Maka dalam [[Masehi|kalender Masehi]] terdapat hari yaitu dari hari Senin Wage, Selasa Wage, Selasa Legi, dan seterusnya. Ketika lahir pada hari Sabtu Kliwon, maka akan ada hari weton pada hari tersebut pada setiap 35 hari pada penanggalan Jawa.
Setiap hari dalam [[kalender Jawa]], masyarakat Jawa sendiri memiliki kepercayaan tersendiri dari masing-masing karakter dalam hari tersebut. Hal ini terkadang mirip seperti karakteristik dalam suatu [[zodiak]]. Slametan Wetonan ini tidak diketahui bermula dari kapan, hal ini dikarenakan tradisi ini emang tumbuh dari masyarakat [[Jawa kuno]] atau dari nenek moyang Suku Jawa, keyakinan ini tumbuh dalam suatu kepercayaan yang biasa disebut dengan kepercayaan [[Kejawen]]. pelaksanaan wetonan ini memiliki suatu adat istiadat yang memiliki karakteristik berbeda dari masing-masing daerah walaupun sebenarnya nilai dan tujuan dari upacara wetonan ini sama yaitu memohon keselamatan. Peringatan wetonan dalam beberapa daerah ada yang melakukan perayaan wetonan ini dengan bermeditasi, dengan cara berdoa kepada [[Tuhan Yang Maha Esa]] melalui cara [[Semadi|meditasi]] mengheningkan cipta. Ada juga perayaan kecil-kecilan dengan mengundang tetangga ataupun teman-teman dekat saja dengan suguhan makanan seperti layaknya peringatan hari ulang tahun yaitu adanya kegiatan makan bersama. Dalam beberapa daerah atau beberapa keluarga ada juga merayakan wetonan dengan perayaan yang besar seperti mengundang sanak saudara, teman-teman, dan tetangga yang dikenal satu desa layaknya seperti tamu pesta pernikahan bagi masyrakat Jawa. Terdapat juga acara sosial yaitu berbagi suatu cerita, saling mendengarkan, memberikan suatu masukan atau saran, dan saling berbagi tawa antara satu dengan yang lain. Acara wetonan tidak luput dari suatu doa yang bertujuan untuk mengheningkan cipta kepada [[Tuhan Yang Maha Esa]] agar diberikan suatu kelancaran hidup, kesehatan, rejeki, dan bahagia bagi seseorang yang memperingati acara Wetonan tersebut.
Dalam sebagain masyarakat Jawa kuno atau masyarakat Jawa tradisional meyakini bahwa wetonan ini merujuk pada upacara atau slametan bagi menemui saudaranya yang berjumlah 9 yang terlahir dari rahim seorang ibu. Kesembilan itu yakni ''kesatu sampai'' ''empat'' menghadap kiblat, ''kelima dan keenam'' sedulur tuwo dan kawah putih (bayi lahir kedunia), ''ketujuh'' ari-ari, ''kedelapan'' raga, ''kesembilan'' Jiwa. Pada daerah-daerah tertentu upacara ini juga disebut dengan istilah rasulan yang memiliki arti Upacara Wetonan atau Slametan Wetonan. Upacara wetonan tidak hanya berdoa dalam permohonan keselamatan dan kelancaran dalam kehidupan kedepan, namun juga rasa syukur atas hari kelahiran yang diberikan dari Tuhan Yang Maha Esa dan memperingati kenangan akan hari kelahiran.
Baris 43:
Tradisi Jawa yang banyak berkembang saat ini sebenarnya merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang dengan segala kepercayaannya yang begitu kental. Mungkin bagi orang yang kurang terbiasa mengenal, masyarakat Jawa dianggap sebagai masyarakat yang ''kalem'' atau lemah lembut, dan dianggap terlalu mengutamakan tata krama dibandingkan dengan hal lainnya. Akan tetapi tata krama merupakan hal dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015) mengatakan bahwa:
''“Wong jowo kwi mesti slametan, pasang sajen wes awit biyen. Kabeh di slameti, brokohan, sepasaran, [[selapanan]], neloni, slametan wong mati. kanggo donga jaluk slamet marang sing Kuasa, uripe ben ayem lan tentrem”''
Orang Jawa melakukan tradisi ''slametan,'' pasang ''[[Sesajen|sesaji]]'' sudah dari zaman dahulu. Semuanya di ''slameti'' mulai dari ''brokohan, [[sepasaran]], selapanan,'' ''neloni, slametan'' untuk orang yang meninggal dan lain sebagainya. Semua itu untuk mendoakan dan meminta keselamatan kepada Yang Maha Kuasa agar hidupnya aman dan damai.
Menurut Suseno (dalam Sony Sukmawan) Dalam ''Slametan'' terungkap nilai-nilai yang dirasakan paling mendalam oleh orang Jawa, yaitu nilai kebersamaan, ketetanggaan, dan kerukunan. Pencapaian nilai-nilai ini menjadi gambaran pencapaian kehidupan yang ideal bagi masyarakat Jawa.
|