Waktu salat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan Kesalahan Konten |
Penambahan Konten |
||
Baris 38:
|colspan=3 |{{notelist|group=table}}
|}
== Rumus perhitungan ==
Untuk menghitung awal waktu salat, diperlukan dua pengukuran astronomis yakni deklinasi matahari yang merupakan sudut antara pancaran sinar matahari dengan bidang bumi di khatulistiwa dan ''equation of time'' yang merupakan perbedaan antara [[jam matahari]] dengan jam sipil sesuai dengan tiap-tiap zona waktu.<ref name="rumus">{{cite journal| last = Rahmadani| first = Dina | date = Desember 2018 | title = Telaah Rumus Perhitungan Waktu Salat | journal = Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan | url = https://media.neliti.com/media/publications/268346-telaah-rumus-perhitungan-waktu-salat-tin-3af313dc.pdf | issn = 2442-5729 | eissn = 2598-2559 | accessdate = 20 Nov 2023}}</ref> Selain itu, diperlukan pula titik koordinat suatu lokasi guna mengakurasikan awal waktu salat untuk suatu lokasi tertentu.<ref>[http://praytimes.org/calculation/#Calculating_Prayer_Times Calculating Prayer Times]</ref> Berikut merupakan rumus perhitungannya:
Diketahui bahwa:
* <math> Z </math> merupakan zona waktu.
* <math> \lambda </math> and <math> \phi </math> merupakan [[garis bujur]] dan [[garis lintang]] suatu lokasi.
* <math>\Delta t</math> and <math> \delta </math> menandakan ''equation of time'' (''EoT'') dan deklinasi matahari pada suatu tanggal tertentu.
Berikut merupakan rumus perhitungan waktu Zuhur:
<math display="block">T_{\mathsf{Dhuhr}} = 12 + \Delta t + (Z - \lambda/15) </math>
Angka 12 sebagai suku pertama pada rumus ini menandakan pukul 12 siang sebagai waktu tengah hari, suku kedua yakni simbol "'''Δt'''" menggambarkan ''EoT'', dan suku ketiga yaitu "'''(Z - λ/15)'''" merupakan rumus perbedaan antara waktu dari jam matahari lokal suatu lokasi dengan waktu dari zona waktu lokasi tersebut.
Untuk waktu salat lainnya, dibutuhkan konversi antara ketinggian matahari dengan waktu tertentu dengan rumus sebagai berikut
<math display=block>T(\alpha) = \frac{1}{15} \arccos \left( \frac{-\sin(\alpha)-\sin(\phi)\sin(\delta)}{\cos(\phi)\cos(\delta)} \right)</math>
Rumus ini dalam satuan jam memberikan perbedaan antara waktu Zuhur dengan waktu ketika matahari berada di suatu ketinggian tertentu. Dengan kedua rumus tersebut, dapat ditentukan rumus untuk menghitung waktu salat fardu lainnya, yakni:
* Waktu terbit (suruq) dan terbenam matahari (magrib) berada pada ketinggian <math> T(-0,833^{\circ}) </math>. Sebenarnya, dalam perhitungan astronomis, waktu sejati terbit dan terbenamnya matahari berada pada <math>\alpha = 0 </math>, tetapi pantulan sinar matahari di atmosfer membuat matahari seolah 50 [[menit busur]] lebih tinggi. Dengan demikian, <math>T_{\mathsf{Suruq}} = T_{\mathsf{Zuhur}} - T(0,833^{\circ})</math> dan <math>T_{\mathsf{Magrib}} = T_{\mathsf{Zuhur}} + T(0,833^{\circ})</math>.
** Namun, dalam perhitungan waktu magrib, ketinggian suatu wilayah perlu diperhitungkan karena ketinggian suatu titik lokasi mempengaruhi waktu tepat piringan matahari tampak terbenam. Oleh karenanya, perlu ditambahkan hasil dari <math> 0,0347^{\circ} \times \sqrt{h} </math> pada angka 0,833 dengan simbol "'''h'''" menandakan ketinggian suatu lokasi dalam satuan meter.
** Guna memastikan bahwa waktu magrib benar-benar telah terjadi, hasil dari perhitungan rumus di atas biasanya ditambah 3 menit.
* Waktu Salat Subuh dan Isya memiliki rumus perhitungan yang mirip karena berdasar pada posisi matahari di bawah ufuk. Di Indonesia, terdapat dua ketetapan mengenai posisi matahari yang dijadikan patokan sebagai tanda awal memasuki waktu Subuh dan Isya, yaitu ketetapan Kemenag bahwa posisi matahari 20° di bawah ufuk timur merupakan tanda awal waktu Subuh dan posisi matahari 18° di bawah ufuk barat merupakan tanda awal waktu Isya dan ketetapan Tarjih [[Muhammadiyah]] bahwa posisi matahari 18° di bawah ufuk timur merupakan tanda awal waktu Subuh dan posisi matahari 18° di bawah ufuk barat merupakan tanda awal waktu Isya. Setiap negara mayoritas Muslim di dunia mempunyai ketetapan tersendiri terkait hal ini, tetapi [[Liga Dunia Islam]] menyepakati bahwa posisi matahari 18° di bawah ufuk timur merupakan tanda awal waktu Subuh dan posisi matahari 17° di bawah ufuk barat merupakan tanda awal waktu Isya. Oleh karena perbedaan ini, rumus yang akan dipaparkan adalah rumus yang banyak digunakan di Indonesia. Berikut rumus merupakan perhitungan waktu Subuh dan Isya berdasarkan ketetapan Kemenag <math>T_{\mathsf{Subuh}} = T_{\mathsf{Zuhur}} - T(20^{\circ})</math> dan <math>T_{\mathsf{Isya}} = T_{\mathsf{Zuhur}} + T(18^{\circ})</math> dan berdasarkan ketetapan Tarjih [[Muhammadiyah]] <math>T_{\mathsf{Subuh}} = T_{\mathsf{Zuhur}} - T(18^{\circ})</math> dan <math>T_{\mathsf{Isya}} = T_{\mathsf{Zuhur}} + T(18^{\circ})</math>.
== Rujukan ==
|