Sultan Agung dari Mataram: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 135:
== Pemerintahan ==
=== Kenaikan takhta ===
SultanSusuhunan Agung menjadi sultanraja dari KesultananKasunanan Mataram pada tahun 1613 M. Masa pemerintahannya berlangsung hingga tahun 1645 M.<ref>{{Cite journal|last=Septriani, L. D., Wahyuni, A., dan Purnomo, B.|date=2020|title=Analisis Karakter Cinta Tanah Air melalui Novel Berjudul Sultan Agung: Tonggak Kokoh Bumi Mataram|url=https://media.neliti.com/media/publications/346521-analisis-karakter-cinta-tanah-air-melalu-682bfe10.pdf|journal=Literacy : Jurnal Ilmiah Sosial|volume=2|issue=2|pages=66}}</ref> Ia naik takhtatahta untuk menggantikan posisi dari [[Pangeran Martapura]].<ref>{{Cite book|last=Sekretaris Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta|date=2017|url=https://birotapem.jogjaprov.go.id/berita/22.pdf|title=Sejarah Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta|location=Yogyakarta|publisher=Biro Tata Pemerintah, Sekretaris Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta|pages=17|url-status=live}}</ref> SultanSusuhunan Agung ketika menjadi raja baru berusia 20 tahun.<ref>{{Cite journal|last=Maharsi|date=2016|title=Sultan Agung: Simbol Kejayaan Kasultanan Islam Jawa|url=https://jrd.bantulkab.go.id/wp-content/uploads/2017/03/2016-08-03-sultanagung.pdf|journal=Jurnal Riset Daerah|volume=XV|issue=2|pages=2475}}</ref> Pangeran Martapura merupakan saudara tirinya yang menjadi SultanSunan Mataram ketiga selama satu hari. SultanSusuhunan Agung secara teknis adalah sultanSunan Mataram keempat, tetapi ia umumnya dianggap sebagai sultanSunan ketiga, karena penobatan saudara tirinya yang [[tunagrahita]] hanya untuk memenuhi janji ayahnya kepada istrinya, Kangjeng Ratu Tulungayu, ibu Pangeran Martapura.{{Butuh rujukan}}
 
Pada tahun kedua pemerintahan Sultan Agung, [[Ki Juru Martani|Patih Mandaraka]] meninggal karena usianya sudah tua, dan posisinya sebagai patih diduduki oleh [[Tumenggung Singaranu]].{{Butuh rujukan}}
Baris 144:
{{further|Penyerbuan ke Batavia}}
[[File:AMH-6775-KB Siege of Batavia by the sultan of Mataram.jpg|thumb|[[Penyerbuan ke Batavia]] oleh Sultan Agung pada tahun [[1628]].]]
Pendudukan [[Belanda]] di ujung barat [[Jawa]], sepanjang [[Banten]], dan pemukiman Belanda di [[Batavia]] merupakan wilayah di luar kendali SultanSusuhunan Agung. Dalam upayanya mempersatukan Jawa, SultanSusuhunan Agung menyatakan Banten yang secara historis sebagai daerah bawahan [[Kesultanan Demak|Demak]] dan [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]]. Namun, semenjak kedatangan Belanda, mereka berdaulat atas Banten. Klaim itu mendesak Sultan Agung untuk melancarkan penaklukan militer sebagai upaya untuk mengambil alih Banten dari pengaruh Belanda. Namun, jika SultanSusuhunan Agung menempatkan baris pasukannya ke Banten, kota pelabuhan Batavia akan berdiri sebagai lawan potensial terlalu dekat dengan kedekatan wilayah Banten. SultanSusuhunan Agung menganggap keberadaan Belanda di Batavia sebagai ancaman terhadap hegemoni Mataram, sehingga mengharuskan alasan lebih lanjut untuk menempatkan pasukan Mataram di Batavia.<ref name ="Soekmono60">{{cite book | author= Soekmono | title= Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 | publisher = Kanisius | page =60 }}</ref>
 
Pada [[1628]], SultanSusuhunan Agung dan pasukan Mataram mulai menyerbu Belanda di Batavia.<ref name="Britannica">{{cite web | title = Mataram, Historical kingdom, Indonesia | publisher = Encyclopædia Britannica | url = http://www.britannica.com/EBchecked/topic/368940/Mataram | accessdate = 4 Agustus 2020}}</ref> Tahap awal kampanye melawan Batavia terbukti sulit karena kurangnya dukungan logistik untuk pasukan Mataram.
 
Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin [[Dipati Ukur]] berangkat pada bulan Mei [[1629]], sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras tersembunyi di [[Karawang]] dan [[Cirebon]]. Namun pihak Belanda yang menggunakan mata-mata berhasil menemukan dan memusnahkan semuanya. Hal ini menyebabkan pasukan Mataram kurang perbekalan, ditambah wabah penyakit malaria dan kolera yang melanda mereka, sehingga kekuatan pasukan Mataram tersebut sangat lemah ketika mencapai [[Batavia]].<ref name ="Soekmono61">{{cite book | author= Soekmono | title= Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 | publisher = Kanisius | page =61 }}</ref>