Sultan Agung dari Mataram: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 148:
Pada [[1628]], Susuhunan Agung dan pasukan Mataram mulai menyerbu Belanda di Batavia.<ref name="Britannica">{{cite web | title = Mataram, Historical kingdom, Indonesia | publisher = Encyclopædia Britannica | url = http://www.britannica.com/EBchecked/topic/368940/Mataram | accessdate = 4 Agustus 2020}}</ref> Tahap awal kampanye melawan Batavia terbukti sulit karena kurangnya dukungan logistik untuk pasukan Mataram.
 
Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin [[Dipati Ukur|Adipati Ukur]] berangkat pada bulan Mei [[1629]], sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras tersembunyi di [[Karawang]] dan [[Cirebon]]. Namun pihak Belanda yang menggunakan mata-mata berhasil menemukan dan memusnahkan semuanya. Hal ini menyebabkan pasukan Mataram kurang perbekalan, ditambah wabah penyakit malaria dan kolera yang melanda mereka, sehingga kekuatan pasukan Mataram tersebut sangat lemah ketika mencapai [[Batavia]].<ref name ="Soekmono61">{{cite book | author= Soekmono | title= Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 | publisher = Kanisius | page =61 }}</ref>
 
Serangan kedua SultanSusuhunan Agung ini berhasil membendung dan mengotori sungai [[Ciliwung]], yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal Belanda yaitu [[Jan Pieterszoon Coen|J.P. Coen]] meninggal menjadi korban wabah tersebut.
 
== Reputasi sejarah ==
Perkembangan [[bedaya]] sebagai tarian sakral, [[gamelan]] dan [[wayang]] dikaitkan dengan pencapaian artistik SultanSusuhunan Agung sebagai budayawan. Beberapa bukti tertulis berasal dari sejumlah kecil dalam catatan Belanda.<ref>[[Sumarsam]]. ''Gamelan: Cultural Interaction and Musical Development in Central Java''. Chicago: University of Chicago Press, 1995. Page 20.</ref> Namun dalam tutur cerita rakyat yang kompleks, menyebutkan Sultan Agung dengan berbagai bidang pencapaiannya jauh lebih besar. SultanSusuhunan Agung juga dikenal sebagai pendiri [[kalender Jawa]] yang masih digunakan hingga saat ini. Selain itu, SultanSusuhunan Agung telah menulis karya sastra berjudul [[Serat Sastra Gendhing]], yang terdiri dari Pupuh Sinom (14 pada), Pupuh Asmaradana (11 pada), Pupuh Dandanggula (17 pada), dan Pupuh Durma (20 pada) membahas mengenai filosofi hubungan sastra dan gendhing. Ajaran-ajaran mengenai hubungan kosmis, yakni antara manusia dengan Tuhan. Menyatukan sastra dan bunyi gendhing.
 
Di lingkungan karatonKaraton Mataram, SultanSusuhunan Agung membentuk bahasa standar yang disebut [[bahasa Bagongan]], digunakan oleh para bangsawan dan pejabat Mataram untuk menghilangkan kesenjangan di antara para bangsawan dan keluarga raja. Bahasa itu diciptakan untuk membentuk persatuan antara pejabat karaton.
 
Pengaruh politik feodal SultanSusuhunan Agung menjadikan diberlakukannya penggunaan tingkatan bahasa di wilayah [[Jawa Barat]], ditandai dengan penciptaan bahasa yang disempurnakan yang sebelumnya hanya dikenal di [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]].
 
{{quote box
Baris 166:
| source = ''Serat Nitipraja'' karya Sultan Agung
}}
Namun warisan utama SultanSusuhunan Agung terletak pada reformasi administrasi yang ia lakukan di wilayah otoritasnya. Ia menciptakan struktur administrasi yang inovatif dan rasional.<ref>Bertrand, Romain, ''Etat colonial, noblesse et nationalisme à Java'', Paris, 2005</ref> Dia menciptakan "provinsi" dengan menunjuk orang sebagai [[Adipati]] sebagai kepala wilayah [[Kadipaten]], khususnya wilayah-wilayah di bagian barat Jawa, di mana Mataram menghadapi Belanda di Batavia. Sebuah kabupaten seperti Karawang, misalnya, diciptakan ketika SultanSusuhunan Agung mengangkat pangeranPangeran Kertabumi sebagai adipatiAdipati pertamanya pada 1636.
 
Di masa ketika Belanda menguasai Nusantara, mereka mempertahankan struktur administrasi yang diwarisi oleh Sultan Agung. Di bawah pemerintahan [[Hindia Belanda]] di Nusantara, oleh mereka kabupaten disebut ''regentschappen''. Gelar bupati umumnya terdiri atas nama resmi, misalnya "Sastradiningrat" dalam kasus Karawang, didahului oleh "Raden Aria Adipati", maka "Raden Aria Adipati Sastradiningrat" (disingkat menjadi RAA Sastradiningrat). Kata adipatiAdipati bertahan dalam sistem pemerintahan kolonial.
 
Setelah kemerdekaan pemerintah Indonesia mempertahankan istilah Kabupaten tetapi membubarkan residen pada tahun 1950-an, sehingga kabupaten menjadi subdivisi administratif langsung di bawah provinsi. Undang-undang tentang otonomi daerah yang diundangkan pada tahun 1999 memberikan otonomi tingkat tinggi kepada kabupaten, bukan kepada provinsi. Warisan SultanSusuhunan Agung juga diakui oleh pemerintah Indonesia hingga saat ini.
 
SultanSusuhunan Agung dihormati di Jawa secara kontemporer baik perjuangannya membela tanah air, warisan tradisi atau budaya yang ia sumbangkan untuk negara. Di era presiden [[Soeharto]] ia dikukuhkan sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]].
 
== Dalam budaya populer ==