Kesultanan Mataram: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 159:
Di sisi lain, situasi perang yang kurang menguntungkan membuat [[VOC]] menawarkan perjanjian damai kepada [[Hamengkubuwana I|Mangkubumi]]. Maka ditandatanganilah [[Perjanjian Giyanti|Perjanjian Palihan Nagari]] yang dilakukan di [[Kerten, Laweyan, Surakarta|Dusun Kerten]], [[Jantiharjo, Karanganyar, Karanganyar|Desa Jantiharjo]], [[Kabupaten Karanganyar|Karanganyar]], [[Jawa Tengah]] pada 13 Februari 1755. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh [[VOC]] yang diwakili oleh Nicolaas Hartingh, serta Pangeran Mangkubumi. Atas desakan VOC, [[Pakubuwana III]] terpaksa menyetujui perjanjian tersebut, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuannya dengan Mangkubumi di daerah [[Sapen, Mojolaban, Sukoharjo|Jatisari]] yang berakhir dengan disahkannya [[Perjanjian Jatisari]], pada tanggal 15 Februari 1755.
Sejak saat itu, [[Pakubuwana III]] berhak atas wilayah timur Nagari Mataram dan tetap mempertahankan kedudukannya atas raja [[Kasunanan Surakarta Hadiningrat|Surakarta]] dengan gelar [[Pakubuwana|Susuhunan Pakubuwana]]. Pakubuwana III juga mengizinkan [[Hamengkubuwana I|Mangkubumi]] untuk memerintah sebagian tanah Nagari Mataram sebelah barat alias di seberang [[Sungai Opak]] yang kelak menjadi [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Yogyakarta]], dan bertakhta sebagai raja dengan gelar [[Hamengkubuwana|Sultan Hamengkubuwana]]. Perjanjian-perjanjian tersebut juga mengakhiri kejayaan Mataram Islam selama beberapa abad.<ref name=kompas>{{cite web|title= Hari Ini dalam Sejarah, Perjanjian Giyanti Memecah Wilayah Mataram Islam|author= Aswab Nanda Pratama|year= 2019|accessdate= 20 Januari 2021|website= Kompas.com|url= https://nasional.kompas.com/read/2019/02/13/13035281/hari-ini-dalam-sejarah-perjanjian-giyanti-memecah-wilayah-mataram-islam?page=all}}</ref>
Rupanya, [[Perjanjian Giyanti]] dan [[Perjanjian Jatisari]] tidak diterima dengan baik oleh [[Raden Mas Said]], sehingga ia tetap melakukan perlawanan terhadap [[VOC]], [[Kesunanan Surakarta Hadiningrat|Surakarta,]] dan [[Yogyakarta]]. Karena perang berlangsung berlarut-larut dan mengalami kebuntuan, maka Raden Mas Said yang mendapat julukan Pangeran Sambernyawa itu menerima tawaran damai dari VOC, yang kemudian memunculkan [[Perjanjian Salatiga]] pada tahun 1757. Dari perjanjian tersebut, ia diangkat menjadi pangeran miji dan kemudian menjadi pangeran merdeka dengan gelar [[Mangkunagara|Adipati Mangkunagara]], serta mendapat sebagian [[apanase|tanah apanase]] dari wilayah ''Nagara Agung'' [[Kesunanan Surakarta Hadiningrat|Surakarta]] bagian timur, yang kemudian dikenal sebagai [[Kadipatèn Mangkunagaran]].
|