Perang Tiongkok-Jepang Pertama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis kemungkinan perlu dirapikan kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan
Baris 42:
 
Pada tahun 1880, mengikuti saran Tiongkok dan melanggar tradisi, Raja Gojong memutuskan untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat.[13] Setelah negosiasi melalui mediasi Tiongkok di [[Tianjin]], Perjanjian Shufeldt yang berisi tentang perjanjian perdamaian, persahabatan, perdagangan, dan navigasi secara resmi ditandatangani antara Amerika Serikat dan Korea di [[Incheon]] pada tanggal 22 Mei 1882. Namun, ada dua masalah penting yang diangkat dalam perjanjian tersebut. Masalah pertama berkaitan dengan status Korea sebagai negara merdeka. Selama pembicaraan dengan Amerika, Tiongkok bersikeras bahwa perjanjian tersebut berisi sebuah artikel yang menyatakan bahwa Korea adalah bagian dari Tiongkok dan berpendapat bahwa negara tersebut telah lama menjadi negara "anak sungai" Tiongkok. Namun Amerika dengan tegas menentang pasal tersebut, dengan alasan bahwa perjanjian dengan Korea harus didasarkan pada Perjanjian Ganghwa, yang menetapkan bahwa Korea adalah negara merdeka. Sebuah kompromi akhirnya tercapai saat Shufeldt dan Li Hongzhang setuju bahwa Raja Korea akan memberi tahu presiden AS melalui surat bahwa Korea memiliki status khusus sebagai negara "anak sungai" Tiongkok. Perjanjian antara pemerintah Korea dan Amerika Serikat menjadi model bagi semua perjanjian antara pemerintah Korea dan negara-negara Barat lainnya. Korea kemudian menandatangani perjanjian perdagangan dan perdagangan serupa dengan Inggris Raya dan Jerman pada tahun 1883, dengan Italia dan Rusia pada tahun 1884, dan dengan Perancis pada tahun 1886. Selanjutnya, perjanjian komersial dibuat dengan negara-negara Eropa lainnya.{{sfn|Kim|2012|p=289}}
 
===Reformasi Korea===
Setelah tahun 1879, hubungan Tiongkok dengan Korea berada di bawah wewenang Li Hongzhang, yang muncul sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh di Tiongkok setelah memainkan peran penting selama [[Pemberontakan Taiping]], dan juga merupakan pendukung [[Gerakan Penguatan Diri]]. Pada tahun 1879, Li diangkat sebagai gubernur jenderal Provinsi Zhili dan komisaris kekaisaran untuk pelabuhan utara. Dia bertanggung jawab atas kebijakan Tiongkok terhadap Korea dan mendesak para pejabat Korea untuk mengadopsi program Penguatan Diri Tiongkok untuk memperkuat negara mereka dalam menghadapi ancaman asing, yang akhirnya diterima oleh Raja Gojong. Pemerintah Korea, segera setelah membuka negaranya terhadap dunia luar, menerapkan kebijakan pencerahan yang bertujuan untuk mencapai kemakmuran nasional dan kekuatan militer melalui doktrin ''tongdo sŏgi'' (cara Timur dan mesin Barat). Untuk memodernisasi negaranya, masyarakat Korea berusaha secara selektif menerima dan menguasai teknologi Barat dengan tetap melestarikan nilai-nilai budaya dan warisan negaranya.{{sfn|Kim|2012|p=289}}
 
Pada bulan Januari 1881, pemerintah meluncurkan reformasi administrasi dan mendirikan ''T'ongni kimu amun'' (Kantor Urusan Luar Biasa Negara) yang mencontoh struktur administrasi Tiongkok. Di bawah organisasi menyeluruh ini, dua belas ''sa'' atau lembaga dibentuk. Pada tahun 1881, sebuah misi teknis dikirim ke Jepang untuk mensurvei fasilitas modernnya. Para pejabat melakukan perjalanan ke seluruh Jepang untuk memeriksa fasilitas administrasi, militer, pendidikan, dan industri.{{sfn|Kim|2012|p=290}} Pada bulan Oktober, kelompok kecil lainnya pergi ke Tianjin untuk mempelajari pembuatan senjata modern, dan teknisi Tiongkok diundang untuk membuat senjata di [[Seoul]].
 
===Kegelisahan Jepang===
Selama tahun 1880-an, diskusi di Jepang mengenai keamanan nasional terfokus pada isu reformasi Korea. Wacana politik kedua negara saling terkait; seperti yang dinyatakan oleh penasihat militer Jerman Mayor [[Jacob Meckel]], Korea adalah "belati yang diarahkan ke jantung Jepang".[20] Apa yang membuat Korea menjadi perhatian strategis bukan hanya kedekatannya dengan Jepang tetapi juga ketidakmampuannya mempertahankan diri dari pihak luar. Jika Korea benar-benar merdeka, hal ini tidak akan menimbulkan masalah strategis bagi keamanan nasional Jepang, namun jika negara tersebut tidak berkembang maka negara tersebut akan tetap lemah dan akibatnya akan mengundang mangsa dominasi asing. Konsensus politik di Jepang adalah bahwa kemerdekaan Korea, seperti halnya Jepang Meiji, terletak melalui masuknya "peradaban" dari Barat.[20] Korea memerlukan program penguatan diri seperti reformasi pasca-Restorasi yang diberlakukan di Jepang. Kepentingan Jepang terhadap reformasi Korea tidak semata-mata bersifat altruistik. Reformasi ini tidak hanya akan memungkinkan Korea untuk menolak campur tangan asing, yang merupakan kepentingan langsung Jepang, namun dengan menjadi saluran perubahan, mereka juga akan memiliki kesempatan untuk memainkan peran yang lebih besar di semenanjung tersebut.
 
Jepang pada awal tahun 1880-an dalam kondisi lemah, akibat pemberontakan petani dan ''samurai'' pada dekade sebelumnya. Negara ini juga mengalami kesulitan finansial, dengan inflasi yang disebabkan oleh faktor-faktor internal ini. Selanjutnya, pemerintahan Meiji mengadopsi kebijakan pasif, mendorong monarki Korea untuk mengikuti model Jepang tetapi hanya menawarkan sedikit bantuan nyata kecuali pengiriman misi militer kecil yang dipimpin oleh Letnan [[Horimoto Reizo]] untuk melatih ''Pyŏlgigun''. Hal yang mengkhawatirkan Jepang adalah Tiongkok, yang telah melonggarkan kekuasaannya atas Korea pada tahun 1876 ketika Jepang berhasil menetapkan dasar hukum kemerdekaan Korea dengan mengakhiri status "anak sungainya". Tindakan Tiongkok tampaknya menggagalkan kekuatan reformasi di Korea dan menegaskan kembali pengaruh mereka terhadap negara tersebut.{{sfn|Duus|1998|p=50}}
 
== Lihat pula ==