Hindia Belanda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hakim pandaraya (bicara | kontrib)
Tag: halaman dengan galat kutipan
Hakim pandaraya (bicara | kontrib)
Tag: halaman dengan galat kutipan
Baris 761:
 
===Arsitektur===
{{Main|arsitektur kolonial Indonesia}}{{See also|Daftar bangunan dan struktur kolonial di Jakarta}}
{{Main|arsitektur kolonial Indonesia}}{{See also|Daftar bangunan dan struktur kolonial di Jakarta}}Kedatangan kekuatan Eropa pada abad ke-16 dan ke-17 di Indonesia memperkenalkan konstruksi batu ke Indonesia di mana sebelumnya kayu dan produk sampingannya hampir secara eksklusif digunakan.  Pada abad ke-17 dan ke-18, Batavia adalah kota bata dan batu berbentengdibentengi.[143] <ref name="Schoppert 38-39">Schoppert (1997), pp. 38–39</ref> Selama hampir dua abad, para kolonialis tidak banyak menyesuaikan kebiasaan arsitektur Eropa mereka dengan iklim tropis.[144] <ref name="d8">Dawson, B., Gillow, J., ''The Traditional Architecture of Indonesia'', p. 8, 1994 Thames and Hudson Ltd, London, {{ISBN|0-500-34132-X}}</ref> Mereka membangun rumah petak yang berventilasi buruk dengan jendela kecil, yang dianggap sebagai perlindungan terhadap penyakit tropis yang berasal dari udara tropis.[144] .<ref name=d8/> Bertahun-tahun kemudian Belanda belajar menyesuaikan gaya arsitektur mereka dengan fitur bangunan lokal (atap panjang, beranda, serambi, jendela besar, dan bukaan ventilasi),[145]<ref>{{cite conference |author=W. Wangsadinata and T.K. Djajasudarma |title=Architectural Design Consideration for Modern Buildings in Indonesia |year=1995 |book-title=INDOBEX Conf. on Building Construction Technology for the Future: Construction Technology for Highrises & Intelligence Buildings |location=Jakarta |url=http://www.wiratman.co.id/ximages/architecture.pdf |access-date=18 January 2007 |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20070614232909/http://www.wiratman.co.id/ximages/architecture.pdf |archive-date=14 June 2007 |df=dmy}}</ref> dan rumah pedesaan Hindia Belanda abad ke-18 adalah salah satu bangunan kolonial pertama yang bergabung. memadukan Elemenunsur arsitektur Indonesia dan beradaptasi dengan iklim, yang kemudian dikenal dengan [[Rumah kongsi|Gaya Indies Style]].[146]<ref name="Schoppert 1997, pp. 72-77">Schoppert (1997), pp. 72–77</ref>
[[File:ITB_1.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:ITB_1.jpg|jmpl|Ceremonial Hall, Institut Teknologi Bandung, Bandung, dirancang oleh arsitek Henri Maclaine-Pont]]
Sejak akhir abad ke-19, kemajuan teknologi, komunikasi, dan transportasi yang signifikan membawa kekayaan baru ke Jawa.  Bangunan modern, termasuk stasiun kereta api, bisnis hotel bisnis, pabrik dan blok perkantoran, rumah sakit dan institusi pendidikan, dipengaruhi oleh gaya internasional. Tren awal abad ke-20 adalah pengaruh modernis —seperti [[Art Deco|art-deco—yangdeco]]—yang pada dasarnya diekspresikan pada bangunan Eropa dengan trim Indonesia.  TanggapanRespons praktis terhadap lingkungan yang dibawa dari Gaya Hindia sebelumnya, termasuk atap yang menjorok, jendela yang lebih besar, dan ventilasi di dinding, yang melahirkan Gaya Hindia Baru.[147] <ref>Schoppert (1997), pp. 104–105</ref> Stok bangunan era kolonial terbanyakmasih banyak terdapat di kota-kota besar di Pulau Jawa, seperti [[Bandung]], [[Jakarta]], [[Semarang]], dan [[Surabaya]].  Arsitek dan perencana terkemuka antara lain [[Albert Aalbers]], [[Thomas Karsten]], [[Henri MacLaine Pont|Henri Maclaine Pont]], [[J. Herbert Frank|J. Gerber]] dan [[C.P.W. Schoemaker]].[148] <ref>Schoppert (1997), pp. 102–105</ref> Dalam tiga dekade pertama abad ke-20, Departemen Pekerjaan Umum mendanai gedung-gedung publik utama dan memperkenalkan program perencanaan kota di mana kota-kota utama di Jawa dan Sumatra dibangun kembali dan diperluas.[149<ref>Vickers (2005), p. 24</ref>
 
Kurangnya pembangunan selama Depresi HebatBesar, gejolak [[Perang Dunia Kedua]] dan perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1940-an, dan stagnasi ekonomi selama pergolakan politik tahun 1950-an dan 1960-an, berarti bahwamenyebabkan banyak arsitektur kolonial telahmasih dilestarikanbertahan hingga beberapa dekade terakhir.<ref 150] name="Schoppert 1997, p. 105">Schoppert (1997), p. 105</ref> Rumah-rumah kolonial hampir selalu menjadi milik para elit Belanda, Indonesia, dan Cina yang kaya;  namunNamun, gayanyagaya yang ada sering seringkalikali merupakan kombinasi yang kaya dan kreatif dari dua budaya, sedemikian rupa sehingga rumahnyarumah tersebut tetap dicari hingga abad ke-21.[146] <ref name="Schoppert 1997, pp. 72-77"/> Bisa dibilang arsitektur pribumi lebih dipengaruhi oleh ide-ide baru Eropa daripada arsitektur kolonial yang dipengaruhi oleh gaya Indonesia;  dan unsur-unsur Barat ini terus menjadi pengaruh dominan pada lingkungan binaan Indonesia saat ini.
 
===Mode===