Kerajaan Sunda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: VisualEditor-alih pranala ke halaman disambiguasi
Baris 197:
 
Tekanan dari negara-negara Islam Jawa pesisir mendorong [[Sri Baduga Maharaja]] untuk mencari bantuan dari Portugis di [[Malaka]]. Pada tahun 1512 dan sekali lagi pada tahun 1521, ia mengirim putranya, putra mahkota Surawisesa yang juga dikenal sebagai Ratu Sang Hyang (Samian) ke Malaka untuk meminta Portugis menandatangani perjanjian persekutuan, berdagang lada, dan membangun benteng di pelabuhan utamanya di Sunda Kalapa. Putra Sunan Gunung Jati ini kemudian juga mendirikan [[Kesultanan Banten]], yang kemudian menjadi ancaman bagi Kerajaan Sunda.
 
====Surawisesa dan Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal====
{{Main|Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal}}
Setelah kematian Sri Baduga Maharaja pada tahun 1521, raja-raja yang menggantikannya, Prabu "Surawisesa" Jayaperkosa, yang juga dikenal sebagai Ratu Sang Hyang yang oleh orang Portugis disebut Ratu Samian, menghadapi ancaman dari [[Kesultanan Cirebon]] dan [[Kesultanan Demak]]. Di bawah ancaman ini, Surawisesa, yang memerintah dari tahun 1521 hingga 1535, membuat perjanjian dengan [[Melaka Portugis|Portugis dari Malaka]] untuk mendirikan sebuah gudang dan benteng di [[Sunda Kelapa]] dengan imbalan perlindungan dari ancaman Kesultanan-kesultanan Islam tersebut.
 
Pada tahun 1522, Portugis siap membentuk koalisi dengan Raja Sunda untuk mendapatkan akses ke perdagangan lada yang menguntungkan. Komandan Malaka, Jorge de Albuquerque, mengirimkan sebuah kapal, ''São Sebastião'', di bawah pimpinan Kapten Henrique Leme, ke Sunda Kalapa dengan membawa hadiah-hadiah yang sangat berharga untuk Raja Sunda. Dua sumber tertulis menjelaskan secara rinci tentang penandatanganan perjanjian tersebut, yaitu dokumen asli Portugis tahun 1522 yang memuat teks perjanjian dan para penandatangan saksi, serta sebuah laporan tentang peristiwa tersebut oleh [[João de Barros]] dalam bukunya ''Da Ásia'', yang dicetak pada tahun 1777/1778.
 
Raja menyambut mereka dengan hangat pada saat kedatangan mereka. Putra mahkota telah menggantikan ayahnya dan kini bergelar Raja Prabu Surawisesa, meskipun Barros memanggilnya Raja Samião. Penguasa Sunda ini menyetujui perjanjian persahabatan dengan Raja Portugis dan memberikan sebuah benteng di muara Sungai Ciliwung di mana Portugis dapat memuat lada sebanyak yang mereka inginkan. Selain itu, ia berjanji, sejak dimulainya pembangunan benteng tersebut, setiap tahun ia akan menyumbangkan seribu karung lada kepada raja Portugis. Dokumen kontrak dibuat dalam dua salinan dan ditandatangani. Pada hari tersebut di tahun 1522, Henrique Leme dari Portugis dan rombongannya bersama dengan para utusan Raja Sunda mendirikan batu peringatan di muara [[Sungai Ciliwung]].
 
==== Kejatuhan Sunda Kalapa ====
[[Berkas:Sunda Kelapa Februari 2020.jpg|thumb|right|Pelabuhan [[Sunda Kalapa]], cikal bakal [[Jakarta]]. Selama berabad-abad, pelabuhan ini merupakan pelabuhan kerajaan Sunda yang melayani ibu kota [[Pakuan Pajajaran]]. 60 kilometer ke arah selatan hingga jatuh ke tangan pasukan Demak dan Cirebon pada tahun 1527.]]
Perjanjian perdagangan dan pertahanan Portugal dengan Sunda ini berantakan karena Portugis gagal memenuhi janjinya untuk membangun benteng di Kalapa. Penundaan tersebut disebabkan oleh masalah di [[Penaklukan Goa oleh Portugis|Goa Portugis]]. Lebih buruk lagi, pada tahun 1527 [[Fatahillah]], seorang komandan militer yang dikirim dari Demak, berhasil merebut pelabuhan [[Sunda Kalapa]] sebelum Portugis kembali.
 
Pasukan Fatahillah, yang terdiri dari pasukan Cirebon-Demak, menaklukkan Sunda Kalapa. Otoritas Sunda yang ditempatkan di pelabuhan itu jatuh. Kepala pelabuhan dan keluarganya, menteri kerajaan, dan semua orang yang bekerja di pelabuhan dibantai. Kota pelabuhan benar-benar hancur dan rata dengan tanah, karena bala bantuan Sunda yang dikirim dari Pakuan terlalu lemah dan mundur. Kerajaan Sunda telah kehilangan pelabuhan terpentingnya, sehingga kemudian Sunda Kalapa diubah namanya menjadi [[Jayakarta]] oleh penakluknya yang beragama Islam.
 
Tiga puluh pelaut Portugis, yang karam akibat badai, berenang ke pantai di Kalapa hanya untuk dibunuh oleh anak buah Fatahillah. Portugis menyadari bahwa kepemimpinan politik telah berubah ketika mereka tidak diizinkan untuk menginjakkan kaki di daratan. Karena mereka terlalu lemah untuk bertempur, mereka berlayar kembali ke Malaka. Tahun berikutnya, upaya kedua gagal karena para pelaut yang mogok kerja marah karena tidak dibayar.
 
Kegagalan untuk mengandalkan bantuan Portugis membuat Sunda berjuang sendiri untuk mempertahankan diri. Carita Parahyangan menyebutkan bahwa selama 14 tahun masa pemerintahannya (1521-1535), Raja Sang Hyang (Surawisesa) telah berperang dalam 15 pertempuran. Tak terkalahkan, semua pertempuran tersebut berhasil mengusir pasukan Muslim dari Cirebon dan Demak. Ia bertempur di Kalapa, Tanjung, Ancol Kiyi, [[Banten Girang|Wahanten Girang]], Simpang, Gunung Batu, Saung Agung, Rumbut, Gunung, Gunung Banjar, Padang, Panggoakan, Muntur, Hanum, Pagerwesi, dan Medangkahyangan.<ref name="SNI-II:Zaman Kuno" />{{rp|398}}
 
Perang antara pasukan Cirebon-Demak dan kerajaan Sunda berlangsung selama hampir lima tahun. Raja kehilangan ribuan anak buahnya. Dalam perang ini, setelah Sunda Kalapa, Kerajaan Sunda juga kehilangan [[Banten (kota)]]. [[Sunan Gunungjati]] dari Cirebon kemudian menobatkan putranya, [[Maulana Hasanuddin dari Banten|Hasanuddin]], sebagai raja Banten di bawah naungan Sultan Demak yang pada gilirannya menikahkan Hasanudin dengan adik perempuannya. [[Kesultanan Banten|Banten]] didirikan sebagai ibu kota kesultanan baru ini, yang berkedudukan sebagai vasal di bawah [[Kesultanan Cirebon]].<ref>{{cite book
| last =Guillot
| first =Claude
| publisher= Gramedia Book Publishing Division
| title = The Sultanate of Banten
| year =1990
| page =18
}}</ref> Akhirnya, pada tahun 1531, sebuah perjanjian damai disepakati antara Raja Surawisesa dari Sunda dan Syarif Hidayatullah dari Cirebon.
 
Dalam kesedihan yang mendalam setelah kekalahan besar dan kehilangan dua pelabuhan terpentingnya, Prabu Surawisesa mendirikan [[prasasti Batutulis]] pada tahun 1533 untuk mengenang mendiang ayahnya.<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/kesedihan-di-balik-prasasti-batutulis-cw9x|title=Kesedihan di Balik Prasasti Batutulis - Tirto.ID|last=Teguh|first=Irfan|website=tirto.id|language=id|access-date=2018-06-22}}</ref> Tindakan ini mungkin merupakan upaya memohon petunjuk dan perlindungan leluhur terhadap musuh Muslim yang kuat yang kini membayangi di depan pintu gerbang. Karena pertempuran yang terus berlangsung, ia sering tidak bisa tinggal di istananya di [[Pakuan Pajajaran]].
 
== Wilayah kekuasaan ==