Sumatera Selatan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Abcdef242526 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Abcdef242526 (bicara | kontrib)
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 91:
 
== Sejarah ==
=== Prasejarah ===
Sumatera Selatan telah dihuni manusia sejak zaman [[Palaeolitikum]]. Bukti adanya permukiman tersebut dibuktikan dengan ditemukannya perkakas zaman Paleolitikum di dasar sungai Saling dan sungai Kikim di Desa Bungamas, [[Kabupaten Lahat]] dan Tujuh puluh delapan kerangka yang berasal dari 3.000–14.000 tahun yang lalu, diduga berasal dari Austronesia dan Austromelanesoid digali dari situs Gua Harimau di Desa Padang Bindu, [[Kabupaten Ogan Komering Ulu]].<ref>{{cite web|url=https://archaeologynewsnetwork.blogspot.com/2014/10/prehistoric-mother-and-child-burial.html|title=Prehistoric mother and child burial unearthed in Sumatran cave|website=archaeologynewsnetwork.blogspot.com}}</ref> Peninggalan tujuh bilik batu yang diyakini berusia sekitar 2.500 tahun ditemukan di dekat perkebunan kopi di Kotaraya Lembak, [[Kabupaten Lahat]].<ref>{{cite web | url=http://www.antaranews.com/en/news/76911/prehistoric-artifacts-found-in-s-sumatra | title=Prehistoric artifacts found in S. Sumatra }}</ref> Sekitar tahun 300 SM, masyarakat [[Deutero-Melayu]] tiba di wilayah ini dan mendorong penduduk asli ke pedalaman.
 
=== Sriwijaya ===
{{Main|Sriwijaya}}
[[File:Srivijayan Expansion.gif|right|thumb|Perluasan wilayah [[kerajaan Sriwijaya]]]]
Sekitar abad ke-7 M, sebuah kerajaan [[Buddha]] kuno bernama [[Sriwijaya]] didirikan di daerah yang sekarang disebut Palembang. Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan kekuatan maritim, namun kerajaan ini tidak memperluas kekuasaannya ke luar kepulauan [[Asia Tenggara]], kecuali menyumbang penduduk [[Madagaskar]] sejauh 3.300 mil sebelah barat. Beberapa ahli masih memperdebatkan kawasan yang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya.<ref>George Cœdès, Louis-Charles Damais, (1992), ''Sriwijaya: history, religion & language of an early Malay polity : collected studies'', MBRAS, {{ISBN|983-99614-1-1}}.</ref> Kemungkinan besar kerajaan tersebut dahulu memindahkan pusat administrasinya, namun ibu kotanya tetap diperintah langsung oleh penguasa, sedangkan wilayah pendukungnya diperintah oleh ''[[datuk]]'' setempat.<ref>P. J. Suwarno, (1993), ''Pancasila budaya bangsa Indonesia:Penelitian Pancasila dengan pendekatan historis, filosofis & sosio-yuridis kenegaraan'', Kanisius, {{ISBN|979-413-967-X}}.</ref><ref>Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, (1993), ''Sejarah Nasional Indonesia II (6 Seri), Edisi Pemuktahiran'', PT Balai Pustaka, {{ISBN|979-407-408-X}}</ref>
 
Pada abad ke-7, bangsa Tionghoa mencatat terdapat dua kerajaan yakni ''Melayu'' dan ''Kedah'' yang merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya.<ref name="end">{{cite book|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula |last=Munoz |first=Paul Michel |publisher=Editions Didier Millet |year=2006 |isbn=9789814155670 |location=Singapore |pages=171}}</ref>
 
Kerajaan Sriwijaya sudah ada sejak tahun 671 menurut catatan [[orang Tionghoa|Tionghoa]] [[Bhikkhu|Biksu Buddha]] [[Yijing (rahib)|Yijing]]. Dari prasasti Kedukan Bukit tahun 682, kerajaan ini mulai dikenal di bawah pimpinan [[Dapunta Hyang]]. Bahwa beliau berangkat dalam perjalanan suci ''siddhayatra'' untuk "mengambil berkah", dan memimpin 20.000 prajurit dan 312 orang di dalamnya dengan 1.312 prajurit berjalan kaki dari Minanga Tamwan ke [[Jambi]] dan [[Palembang]]. Prasasti Kedukan Bukit konon merupakan prasasti tertua yang ditulis dalam bahasa [[Bahasa Melayu|Melayu]]. Para ahli berpendapat bahwa penulis prasasti ini mengadaptasi ortografi India.{{sfn|Collins|2005|p=8}}
 
Berdasarkan ''[[Prasasti Kota Kapur]]'' bertanggal 686 Masehi yang ditemukan di Pulau [[Pulau Bangka|Bangka]], kerajaan ini pernah mendominasi Pulau Sumatera bagian Selatan, pulau Bangka dan [[Belitung]], ke [[Lampung]]. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Kaisar [[Sri Jayanasa dari Sriwijaya|Sri Jayanasa]] melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum kerajaan ''Bhumi Jawa'' yang tidak setia kepada Sriwijaya, peristiwa ini bertepatan dengan runtuhnya [[Tarumanagara]] di [[Jawa Barat]] dan ''Holing'' ([[Kerajaan Kalingga|Kalingga]]) di [[Jawa Tengah]], yang kemungkinan besar disebabkan oleh serangan Sriwijaya. Mungkin juga kerajaan Bhumi Jawa yang disebutkan dalam prasasti tersebut merujuk pada Kerajaan Tarumanegara.<ref name="SMP">{{cite book|title=PELAJARAN IPS-SEJARAH BILINGUAL:Untuk SMP/MTs. Kelas VII|last1=Susanti|first1=Dini|last2=Rohman|first2=Yusuf Ali|publisher=CV. YRAMA WIDYA|date=August 2011|isbn=978-979-543-708-6|location=Bandung|page=86}}</ref> Sriwijaya terus berkembang dan berhasil menguasai jalur perdagangan laut di [[Selat Malaka]], [[Selat Sunda]], [[Laut Cina Selatan]], [[Laut Jawa]] dan [[Selat Karimata]].
[[File:Buddha Seguntang Palembang.jpg|thumb|left|306x306px|Patung Buddha gaya Amaravati yang dipajang di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang, kemungkinan berasal dari zaman Sriwijaya]]
Perluasan kerajaan ini ke [[Jawa]] dan [[Semenanjung Melayu]], memungkinkan Sriwijaya menguasai jalur perdagangan utama di Asia Tenggara. Arkeolog menemukan reruntuhan candi Sriwijaya hingga [[Thailand]] dan [[Kamboja]]. Pada abad ke-7, pelabuhan [[Champa]] di [[Indochina]] timur mulai mengalihkan para pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal ini, Maharaja [[Dharmasetu]] melancarkan beberapa serangan terhadap kota-kota pesisir di Indochina. Kota [[Indrapura, Champa|Indrapura]] di tepi [[Mekong|sungai Mekong]] direbut oleh Sriwijaya pada awal abad ke-8. Sriwijaya melanjutkan dominasinya di Kamboja, sampai raja Khmer [[Jayawarman II]], pendiri [[Kekaisaran Khmer]], memutuskan hubungan dengan Sriwijaya pada abad yang sama.<ref name="end" /> Pada akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain [[Tarumanagara|Tarumanegara]] dan Holing, berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, pada periode tersebut orang Sailendra merantau ke Jawa Tengah dan memerintah di sana. Pada abad yang sama, kerajaan [[Langkasuka]] di semenanjung Melayu menjadi bagian dari kerajaan tersebut.<ref name="end" /> Pada periode berikutnya, [[Pan Pan]] dan [[Tambralinga|Trambralinga]], yang terletak di utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya.
 
Berdasarkan catatan sejarah dari [[Semenanjung Arab|Arabia]], Sriwijaya disebut ''Sribuza''. Pada tahun 955 M, [[Al-Masudi|Al Masudi]], seorang musafir dan sejarawan Arab klasik menulis tentang Sriwijaya, menggambarkannya sebagai kerajaan besar yang kaya raya, dengan banyak prajurit. Sriwijaya memproduksi [[Kapur barus]], [[gaharu]], [[cengkeh]], [[Cendana]], [[pala]], [[kapulaga]] dan [[Gambir]].<ref>{{cite web|url=https://www.eastwestcenter.org/fileadmin/resources/education/asdp_pdfs/Early_Age_of_Commerce_1_.pdf|title=An Early Age of Commerce in Southeast Asia, 900–1300 CE|last=Wade|first=Geoffrey|date=2009|publisher=www.eastwestcenter.org|page=252|access-date=16 January 2013}}</ref> Catatan lain dari seorang ahli Persia bernama Abu Zaid Hasan yang mendapat informasi dari Sujaimana, seorang pedagang Arab, bahwa kerajaan tersebut sudah maju dalam bidang pertanian. Abu Zaid menulis bahwa kerajaan ''Zabaj'' (nama Arab lain untuk Sriwijaya) memiliki tanah yang subur dan kekuasaan yang luas hingga ke seberang lautan.{{Sfn|Sucipto|2009|p=30}}
 
Sriwijaya menguasai jalur perdagangan maritim di Asia Tenggara sepanjang abad ke-10, namun pada akhir abad tersebut [[Kerajaan Medang|Kerajaan Medang]] di [[Jawa Timur]] tumbuh menjadi kekuatan maritim baru dan mulai menantang dominasi Sriwijaya. Berita Tionghoa dari [[Dinasti Song|Dinasti Song]] menyebut nama Kerajaan Sriwijaya di Sumatera ''San-fo-tsi'', sedangkan Kerajaan Medang di Jawa dengan nama ''She-po''. Dikatakan bahwa ''San-fo-tsi'' dan ''She-po'' terlibat dalam persaingan untuk menguasai Asia Tenggara. Kedua negara saling mengirimkan duta besarnya ke Tiongkok. Duta Besar ''San-fo-tsi'' yang berangkat pada tahun 988 ditahan di [[Guangzhou|Kanton]] ketika ia kembali, karena negaranya diserang oleh pasukan Jawa. Penyerangan dari Pulau Jawa ini diduga terjadi sekitar tahun 990an, antara tahun 988 dan 992 pada masa pemerintahan [[Sri Cudamani Warmadewa]].{{sfn|Munoz|2006|p=150}}
[[File:Talang Tuo Inscription.jpg|thumb|[[Prasasti Talang Tuo|''Prasasti Talang Tuo'']] yang berasal dari abad ke-7 Masehi]]
Kerajaan Medang berhasil merebut [[Palembang]] pada tahun 992 untuk sementara waktu, namun kemudian pasukan Medang berhasil dipukul mundur oleh pasukan Sriwijaya. Prasasti ''Hujung Langit'' tahun 997 menyebutkan serangan Jawa di Sumatra. Rentetan serangan dari Jawa ini akhirnya gagal karena Jawa gagal membangun pijakan di Sumatera. Merebut ibu kota Palembang saja tidak cukup karena Sriwijaya menyebar di beberapa kota pelabuhan di [[Selat Malaka]]. Kaisar Sriwijaya, [[Sri Cudamani Warmadewa]], melarikan diri dari ibu kota dan berkeliling mendapatkan kembali kekuatan dan bala bantuan dari sekutu dan raja bawahannya serta berhasil memukul mundur angkatan laut Jawa.
 
Pada tahun 1025, kekaisaran ini dikalahkan oleh [[Dinasti Chola|Kekaisaran Chola]] (pada masa Kaisar [[Rajendra Chola]] I) di [[India selatan]].<ref>Early kingdoms of the Indonesian archipelago and the Malay Peninsula by Paul Michel Munoz p.161</ref><ref>Cengage Advantage Books: The Earth and Its Peoples by Richard Bulliet, Pamela Crossley, Daniel Headrick, Steven Hirsch, Lyman Johnson p.182</ref> Kerajaan Chola telah menaklukkan wilayah jajahan Sriwijaya seperti wilayah [[Kepulauan Nikobar]] dan sekaligus berhasil menangkap raja Sriwijaya yang berkuasa [[Sangrama Vijayatunga Varman]]. Pada dekade-dekade berikutnya, seluruh kerajaan Sriwijaya berada di bawah pengaruh Dinasti Chola. Rajendra Chola I memberikan kesempatan kepada raja-raja yang ditaklukkannya untuk tetap berkuasa namun tetap tunduk padanya.<ref>Sastri K. A. N., (1935). ''The Cholas''. University of Madras.</ref> Ibu kota Sriwijaya akhirnya berpindah ke utara menuju Jambi. Hal ini dapat dikaitkan dengan berita delegasi ''San-fo-ts'i'' ke Tiongkok pada tahun 1028. Faktor kemunduran Sriwijaya lainnya adalah faktor alam. Akibat sedimentasi lumpur di [[Sungai Musi]] dan beberapa anak sungai lainnya, kapal dagang yang tiba di Palembang berkurang.{{sfn|Sucipto|2009|p=29}} Akibatnya kota palembang semakin menjauh dari laut dan tidak strategis. Akibat kedatangan kapal dagang tersebut, pajak mengalami penurunan dan melemahkan perekonomian dan kedudukan Sriwijaya.{{sfn|Sucipto|2009|p=30}}
 
Menurut buku Tiongkok [[Dinasti Song]] ''[[Zhu Fan Zhi]]'',<ref>[[Friedrich Hirth]] and [[W.W. Rockhill]] ''[http://ebook.lib.hku.hk/CADAL/B31403797/ Chao Jukua, His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteenth centuries, entitled Chu-fan-chi] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110721092722/http://ebook.lib.hku.hk/CADAL/B31403797/ |date=2011-07-21 }}'' St Petersburg, 1911.</ref> ditulis sekitar tahun 1225 oleh [[Zhao Rugua]], dua kerajaan terkuat dan terkaya di kepulauan [[Asia Tenggara]]n adalah Sriwijaya dan [[Jawa]] ([[Kediri (kerajaan bersejarah)|Kediri]]), dengan bagian barat (Sumatera, Semenanjung Malaya, dan Jawa bagian barat/[[Kerajaan Sunda|Sunda]]) di bawah kekuasaan Sriwijaya dan bagian timur di bawah kekuasaan Kediri. Dikatakan bahwa masyarakat di Jawa menganut dua agama, [[Budha]] dan agama [[Brahmana]] ([[Hinduisme]]), sedangkan masyarakat Sriwijaya menganut agama Budha. Buku tersebut menggambarkan masyarakat Jawa sebagai orang yang pemberani, pemarah dan mau berkelahi. Ia juga mencatat hiburan favorit mereka seperti [[sabung ayam]] dan adu babi. Koin yang digunakan sebagai mata uang terbuat dari campuran [[tembaga]], [[perak]], dan [[timah]].
 
Sriwijaya tetap menjadi kekuatan laut yang tangguh hingga abad ke-13.<ref name="end" /> Menurut [[George Cœdès]], pada akhir abad ke-13, kekaisaran "telah tidak ada lagi... disebabkan oleh tekanan simultan di dua sisinya yaitu Siam dan Jawa."<ref name="Cœdès">{{cite journal|last=Cœdès |first=George |author-link=George Cœdès |year=1918 |title=Le Royaume de Çriwijaya |journal=Bulletin de l'École Française d'Extrême-Orient |volume=18 |issue=6 |pages=1–36}}</ref>{{rp|204,243}} Namun, terjadi kekosongan kekuasaan di wilayah tersebut karena tidak ada kekuatan besar yang menguasai wilayah tersebut kecuali [[Kekaisaran Majapahit]] yang semakin melemah, yang berpusat di Pulau Jawa. Kekosongan ini memungkinkan perompak berkembang biak di wilayah tersebut.
 
Setelah ditaklukkan oleh Majapahit pada tahun 1375 M, wilayah Palembang dijadikan wilayah bawahan Kerajaan Majapahit, di bawah pimpinan [[Hayam Wuruk]]. Pemerintahan di Palembang diserahkan kepada seorang bupati yang diangkat langsung oleh Majapahit. Namun permasalahan internal di Kerajaan Majapahit mengalihkan perhatian mereka dari wilayah taklukan, menyebabkan wilayah palembang dikuasai oleh para pedagang dari Tiongkok. Hingga Majapahit kembali menguasai Palembang setelah mengirimkan seorang panglima bernama Arya Damar.
 
[[File:1909 Atlas sekolah Hindia-Nederland map of Palembang.jpg|jmpl|Peta Keresidenan Palembang pada 1909]]
Provinsi Sumatera Selatan dikenal juga dengan sebutan "Bumi Sriwijaya". Pada abad ke-7 hingga abad ke-12 Masehi wilayah ini merupakan pusat Kedatuan Sriwijaya yang juga terkenal dengan kerajaan maritim terbesar dan terkuat di [[Nusantara]]. Gaung dan pengaruhnya bahkan sampai ke [[Madagaskar]] di [[Benua Afrika]].{{cn}}