Totopong / Iket Sunda: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 4:
bodas, leumpang ngahusir Rahyang Sempakwaja, eukeur melit" yang artinya (Resi guru menggesekan ikat kepalanya dengan kedua tangannya
menjadi jalalang putih, lalu pergi menuju Rahyang Sempakwaja yang sedang
membuat atap). Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa pada jaman dahulu iket sudah melekat pada kehidupan manusia Sunda. Dan pada sumber lain mengatakan bahwa pada zaman Majapahit tahun 669 masehi, setiap tahunnya dari Galuh ke Pakuan sering membawa tipulung, boeh putih, boeh wulung, boeh beureum dan beubeur <ref>{{cite journal
Iket sendiri biasanya digunakan berdampingan dengan pakaian adat lainnya seperti baju kampret dan celana pangsi. Penyebutan iket sendiri dalam berbagai macam masyarakat Sunda memiliki nama yang berbeda beda, seperti totopong di daerah Ciamis. Namun, kata iket sendiri lebih dikenal dan lebih sering digunakan oleh mayoritas masyarakat Sunda. Iket sendiri telah menjadi bentuk dari kearifan lokal yang berasal dari kerajaan Sunda zaman dahulu. Namun, ikat kepala bukan berasal dari Sunda saja, tapi ada beberapa daerah lainnya di indonesia yang memiliki ikat kepala sebagai salah satu pelengkap pakaian adat mereka. Contohnya ada udheng yang berasal dari Bali dan Blangkon yang berasal tanah Jawa, tiap tiap ikat kepala termasuk iket memiliki ciri khas dan telah menjadi ikon bagi budayanya masing-masing.
|