Saluang Pauah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
[[Berkas:Pemain Saluang Pauah.jpg|jmpl|ka|Permainan Saluang Pauah]]
'''''Saluang Pauh'''''
== Sejarah ==
''Saluang Pauh'' tumbuh dan berkembang di daerah Pauah Padang yang sampai sekarang kehidupannya bertahan pada posisi semua, artinya belum mengalami perubahan. Kesenian ''Saluang Pauh'' merupakan cerminan kehidupan masyarakat yang semula hidup bertani, bercocok tanam di sawah dan menanam berbagai jenis pohon yang dapat menghasilkan buah untuk menunjang perekonomian masyarakat Pauah.<ref name=":0" /> Saluang Pauah yang ditemui pada saat sekarang berbeda dengan Saluang Pauah pada masa lampau. Dulu, saluang ini terbuat dari batang padi yang terbentuk seperti alat musik ''Bansi'', hanya saja mempunyai empat lubanng nada. Alat musik ini dulu dinamakan ''sodam''. Seiring perkembangan zaman, ditambah dua lubang nada sehingga alat musik tersebut dapat memainkan irama ''Dendang Pauah'' yang lebih banyak. Selanjutnya, alat musik ini tidak lagi menggunakan batang padi, akan tetapi menggunakan bambu/talang sebagai bahan dasar instrumentnya.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Purnomo|first=Tri Wahyu|last2=Aulia|first2=Sri Mustika|year=2020|title=Kajian Organologi Alat Musik Saluang Pauh Buatan Zulmasdi di Kota Padang|url=https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/GDG/article/view/17768/13378|journal=Gondang: Jurnal Seni dan Budaya|volume=4|issue=1|pages=28-37}}</ref> Pada saat zaman penjajahan Belanda, Saluang Pauah dikenal dengan Saluang Pokok diiringi dengan dendang yang menceritakan tentang nasib diri. Kemudian sekitar tahun 1970-an Saluang Pokok berubah penamaan menjadi Saluang Pauah yang berada di daerah Pauah.<ref name=":2" />
== Proses
Adapun proses pembuatan ''Saluang Pauah'' adalah sebagai berikut. ''Saluang Pauh'' terbuat dari bahan ''talang.'' Pemilihan ''talang'' yang digunakan sebagai bahan pembuatan ''Saluang Pauh'' harus lah ''talang'' yang tua (kira-kira berumur 1 tahun). ''Talang'' tersebut dipotong dan dibersihkan pada bagian ruas batang yang memiliki cabang-cabang dengan menggunakan ''ladiang'' (golok). Bagian pangkal ''talang'' di potong sepanjang 1,5 ruas. Selanjutnya batang ''talang'' dipotong menjadi beberapa bagian dengan menggunakan gergaji besi. Sebelum dipotong, ukur lingkaran tengah dari batang ''talang'' yang akan di jadikan ''Saluang Pauh'' dengan menggunakan daun ''karambia'' (kelapa) atau tali plastik. Untuk panjang ''Saluang Pauh'' biasanya menggunakan ukuran 5 lingkaran batang, 5 ½ lingkarang, atau 6 lingkaran (disesuaikan dengan anatomi tubuh si pemain). Untuk bagian ujuang batang yang akan di potong harus di lebihkan sedikit dari ruas ujung, hal ini di sesuaikan dengan bentuk instrument ''Saluang Pauh'' yang memiliki bentuk mengecil hingga ke ujung.<ref name=":1" />
Baris 12:
Pembuatan lubang nada pertama yang dilakukan dari ujung ''talang''. Lubang nada pertama dibuat berdasarkan ukuran 1 lingkaran, untuk mengukur pembuatan lubang tersebut pengrajin tetap menggunakan daun kelapa sebagai pedoman pengukuran. Setelah lubang nada dibuat maka dilanjutkan dengan pembuatan lubang angin yang terdapat di bagaian bawah (bagian ujung ''talang'') dengan menggunakan besi panas. Lubang angin yang terdapat di bagian bawah tersebut berfungsi untuk mengatur tinggi dan rendahnya dari nada yang akan dihasilkan. Proses pembuatan dilanjutkan dengan membuat enam lubang nada berikutnya. Masing-masing lubang nada memiliki jarak yang sama yaitu 1/3 lingkaran. Untuk ketepatan nada, biasanya seniman tradisional hanya menggunakan rasa untuk mengukur frekuensi dari masing-masing lubang tersebut. Terakhir adalah tahap pembersihan ''Saluang Pauh.'' Proses pembersihan dilakukan untuk melicinkan tekstur dari ''talang'' menggunakan pasir.<ref name=":1" />
== Cara
Kesenian ''Saluang Pauh'' ini sering dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti acara pernikahan ''“baralek”,'' acara turun mandi, dan acara ''batagak gala.'' Sampai sekarang kesenian ''Saluang Pauh'' ini masih ada, akan tetapi penerusnya tinggal sedikit dan berasal dari generasi tua. Sedangkan untuk generasi muda lebih menyukai musik modern. Dalam melestarikan kesenian ''Saluang Pauah,'' seniman ''Saluang Pauah'' juga sering mengadakan pertunjukan-pertunjukan yang diadakan di palanta taman budaya agar generasi muda tertarik untuk mempelajari dan mewariskan keseniang ''Saluang pauh.'' Selain itu, apabila ada orang yang tertarik untuk mempelajari dan mewarisi kesenian ''Saluang Pauah'' maka mereka dengan senang hati untuk mengajarinya bermain ''Saluang Pauah. '' Salah satu pewarisan yang dilakukan seniman ''Saluang Pauah'' dan pemuda di daerah Pauah Kota Padang adalah apabila ada acara-acara pemuda seperti musim panen, 17 Agustus dan pengumpulan dana maka pemuda-pemuda daerah Pauah tersebut akan menyumbang sesuai kemampuannya dalam mengadakan acara-acara tersebut dan dipanggillah pemain-pemain kesenian ''Saluang Pauah'' untuk mengisi acara yang mereka buat.<ref>{{Cite journal|last=Wardana|first=Eka Putri|first2=Marzam|first3=Yesharti|date=2013|title=Pewarisan Keseniang Saluang Pauah di Kecamatan Pauah Kota Padang|url=https://ejournal.unp.ac.id/index.php/sendratasik/article/view/2277|journal=E-Journal Sendratasik FBS Universitas Negeri Padang|volume=2|issue=1|pages=64-74}}</ref>
Baris 18:
''Siginyang Saluang Pauah'' terinspirasi dari Imbauan ''Saluang Pauh'' sebelum masuak kaba. ''Garitiak'' dari melodi yang dilahirkan peniup ''Saluang Pauh'' seolah-olah menghimbau masyarakat Minangkabau agar menoleh ke belakang sebelum melanjutkan perjalanan sejauh mana berjalan dan jangan lupakan kampung halaman sesuai dengan falsafah Minangkabau ''“satinggi-tinggi tabang bangau, jatuah ka kubangan juo”.''<ref name=":0" />
== Nilai
Pesan-pesan yang diurai mengandung nilai pendidikan moral dan sosial kepada masyarakat dan khususnya penonton pertunjukan dendang pauh. Nilai dari pendidikan moral yang disampaikan secara tidak langsung adalah: jangan meniru menciptakan kekacauan dalam pernikahan. Pendidikan sosial juga disampaikan secara tidak langsung: agar derajat anak laki-laki dan perempuan di dalam keluarga adalah setara. Sasaran pendidikan moral dan sosial adalah generasi muda dan generasi muda keluarga. Estetika seni menjadi apresiasi masyarakat yang tinggi terhadap Dendang Pauah yang diwujudkan selama pertunjukan. Estetika pertunjukan Dendang Saluang melalui karya musik yang diungkapkan dalam setiap irama atau lagu, dimulai dari irama ''pado-pado, pakok anam, pakok limo, malereang limo,'' dan ''lambok Malam.''<ref>{{Cite journal|last=Lumbantorusan|first=Caecilia Trisania|first2=Syailendra|date=2022|title=Educational Values on Dendang Saluang Pauah in the Life of the Kuranji Community, Padang City|url=http://journal.stt-abdiel.ac.id/tonika/article/view/355|journal=Tonika: Jurnal Penelitian dan Pengkajian Seni|volume=5|issue=1|pages=14-29}}</ref>
|