Kerajaan Tanah Hitu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 53:
Kata "''perdana''" berasal dari [[bahasa Sanskerta]] artinya 'pertama'. ''Empat Perdana'' adalah empat kelompok yang pertama datang di Tanah Hitu, pemimpin dari empat kelompok tersebut dalam [[bahasa Hitu]] disebut sebagai ''Hitu Upu Hata''.
Kedatangan ''Empat Perdana'' merupakan sejarah awal datangnya manusia di Tanah Hitu, sekaligus sebagai penduduk asli pesisir utara [[pulau Ambon]] yang secara kolektif dikenal sebagai [[orang Hitu]]. ''Empat Perdana'' juga merupakan bagian dari penyebaran Islam di [[Kepulauan Maluku]]. Kedatangan ''Empat Perdana'' merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang dicatat oleh sejarah sejarawan lokal maupun Belanda dalam berbagai versi, seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius, dan Valentijn.
Kedatangan ''Empat Perdana'' ke Tanah Hitu dibagi menjadi empat periode.
Baris 66:
Setelah merealisasikan gagasan tersebut, keempat perdana tersebut mengadakan pertemuan yang disebut sebagai ''tatalo guru'' ('duduk guru'), yang juga diartikan sebagai 'kedudukan adat atas petunjuk ''Upuhatala''<nowiki>'</nowiki>. Nama ''Upuhatala'' merujuk pada [[metafora]] dari salah satu [[dewa]] dalam [[Kakehang]], salah satu kepercayaan asli [[Alifuru]]. Musyawarah ini dimaksudkan untuk mengangkat pemimpin mereka, maka kemudian dipilihlah salah seorang pemuda yang dikenal pandai dari keturunan ''Empat Perdana'' tersebut, yakni anak dari Pattituri, adik kandung Pattikawa yang bernama Zainal Abidin sebagai raja pertama dari Kerajaan Tanah Hitu yang bergelar ''Upu Latu Sitania'' pada tahun 1470.
=== Hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain ===
Kerajaan Tanah Hitu memiliki hubungan erat dengan berbagai kerajaan Islam di Nusantara, seperti [[Tuban|Kadipaten Tuban]], [[Kesultanan Banten]], [[Giri Kedaton]] di [[pulau Jawa]], dan [[Kesultanan Gowa]] di [[Sulawesi]], seperti yang dikisahkan oleh Imam Ridjali dalam ''Hikayat Tanah Hitu'', begitupun dengan hubungan antara sesama kerajaan Islam di Maluku (''al-Jazirah al-Muluk''; 'daratan raja-raja') seperti [[Kerajaan Huamual]] di Seram Barat, [[Kerajaan Iha]] di Saparua, [[Kesultanan Ternate]], [[Kesultanan Tidore]], [[Kesultanan Jailolo]], dan [[Kesultanan Bacan]] di [[Maluku Utara]].
|