Suku Banjar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Baris 115:
Secara [[etimologis]], kata "Banjar" dari sudut pandang komunitas Dayak sebagai etnonim mulanya berasal dari terminologi [[bahasa Ma'anyan]]. Dalam bahasa Ma'anyan sendiri istilah ini disebut Ulun Hakey, yaitu sebutan untuk komunitas yang tidak makan daging babi dan mempunyai ritual pemakaman yang berbeda dari Maanyan asli yang memiliki adat pemakaman sekunder (ijambe, ritual pembakaran tulang sisa jenazah dari hasil penggalian kuburan dari pemakaman pertama). Secara hakikatnya, etnonim ini digunakan untuk mengidentifikasi golongan "Dayak" dari etno-lingusitik Ma'anyan, Meratus, Ngaju dan Paku-Karau (Luangan), 'rahasia umum' dalam masyarakat Kalimantan bahwa etnis Banjar sejatinya merupakan bagian dari masyarakat Dayak yang lebih besar yang telah mengalami asimilasi (baik itu dari segi agama, budaya, dan lain sebagainya) dengan pengaruh luar.
 
Namun sebutan Dayak itu sendiri baru diperkenalkan di Kalimantan Selatan sesaat sebelum pendirian [[Gereja Kalimantan Evangelis|Geredja Dajak Evengelis]] pada tanggal [[10 April]] [[1839]], untuk menyatukan berbagai komunitas sebagai identitas kultural yang dianggap sama tapi berasal dari beragam penutur bahasa yang berbeda-beda (etno-linguistik) sebagai basis penginjilan. Hal tersebut didahului dengan munculnya pula istilah geografis yang disebut [[Tanah Dayak]] pada awal pembentukan [[Hindia Belanda]] pada permulaan abad ke-19.
 
Namun dalam [[Hikayat Banjar]], istilah Banjar itu sendiri diambil dari nama sebuah kampung di tepi [[sungai Kuin]]. Komunitas Dayak Ngaju menyebut komunitas ini dengan sebutan Oloh-Masih. Oloh-Masih ini identik dengan komunitas sub-etnis Banjar Kuala (kuala= muara).