Mangkunegara II: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Cyduck (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Cyduck (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
Baris 67:
Pemerintahan KGPAA. Mangkunegara II mengalami kesuksesan dalam meredam konflik di Yogyakarta serta membentuk pemerintahan baru di Yogyakarta yakni Kadipaten Pakualaman dengan wilayah yang diambil dari Kasultanan. Sebagai Adipati yang pertama di Kadipaten yang baru ini Pangeran [[Natakusuma]] diangkat sebagai [[Paku Alam I]] dengan gelar [[Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya|Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya]]. Tanggal 13 Maret 1813 merupakan awal dan hari jadi Kadipaten.
 
Pada masa KGPAA. Mangkunegara II, di Yogyakarta yang bertahta adalah [[Hamengku Buwono II|Sultan Hamengkubuwana II]]. Sultan Yogyakarta ini dalam pemerintahannya mengalami intrik dan rongrongan kekuasaan dari kerabat dan saudaranya, sehingga jalan pemerintahan Kasultanan mengalami pasang surut dan penuh dengan ketegangan dan muatan konflik yang berakibat melemahnya pemerintahan. Yogyakarta kurang siap dalam membaca perubahan abad yang menyangkut kekuatan asing / Eropa [[Kekaisaran Prancis Pertama]] di Pulau Jawa yang berbeda dengan [[VOC-]] atau [[Belanda]]. Terhadap penguasa-penguasa Jawa penampilan Belanda mampu memainkan peran sebagai kekuatan taklukan yang berkuasa. [[Belanda]] melayani penguasa-penguasa Jawa sebagai suatu alat strategi untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan.
 
Tahun 1807, [[Daendels]] datang ke Jawa dan membenahi admnistratif Jawa dan Nusantara dengan aturan-aturan yang baru semacam protokoler kepada penguasa setempat termasuk para raja di Jawa. [[Paku Buwono IV|Susuhunan Pakubuwana IV]] dari [[Keraton Surakarta Hadiningrat|Surakarta]] yang tadinya menolak, dengan cepat membaca situasi dan kemudian menerimanya. [[Kadipatèn Mangkunagaran|Pura Mangkunegaran]] tidak kalah terampil dan cepat membaca perubahan zaman dengan segera merespon dan menjalin kemitraan dengan pembentukan Angkatan Bersenjata Kerajaan. Namun di Yogyakarta agaknya terlambat dalam membaca perubahan, sehingga menerima risiko kemerosotan.