Pembantaian Maliana: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
PeragaSetia (bicara | kontrib) k Menambahkan templat rintisan |
PeragaSetia (bicara | kontrib) Suntingan akan dilanjutkan |
||
Baris 17:
| injuries =
| perps = {{interlanguage link|Dadarus Merah Putih|de}}, [[Halilintar (milisi)| Halilintar]], [[ABRI]] (khususnya [[TNI Angkatan Darat|Angkatan Darat]] dan [[Kepolisian Negara Republik Indonesia|Polri]])
| numparts = 100 anggota milisi
}}
{{Sejarah Timor Leste}}{{Sejarah-stub}}
'''Pembantaian Maliana''' adalah yang tragedi [[pembunuhan massal]] yang terjadi di Kantor Kepolisian Resor (Polres) [[Kepolisian Resor Maliana|Maliana]], [[Kabupaten Bobonaro]], pada tanggal 8 September 1999. Dengan bersenjatakan [[
== Latar belakang ==
Menjelang pelaksanaan [[Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999|jajak pendapat]] yang diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus 1999, para pimpinan [[Milisi pro-Indonesia di Timor Leste|milisi pro-Indonesia]] mulai merasa gelisah atas kemungkinan bahwa kelompok pro-otonomi akan kalah di kotak suara. Oleh karenanya, pada tanggal 10 Agustus 1999, beberapa tokoh pro-otonomi seperti [[Guilherme dos Santos]] dan [[João da Costa Tavares]], mengadakan rapat di kantor [[Daftar Bupati Bobonaro|Bupati Bobonaro]].<ref name=":0">{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=LtCol (Cav) Burhanuddin Siagian|url=http://syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Burhannudin%20Siagian.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>
Dalam rapat tersebut, disepakati bahwa milisi (terutama DMP) dan TNI akan bekerja sama untuk terus mengintimidasi pemilih. Setelah jajak pendapat selesai, mereka akan memancing [[Angkatan Bersenjata Pembebasan Nasional Timor Timur|Falintil]] untuk bereaksi dengan memprovokasi dan mengintimidasi para pendukung kemerdekaan. Kemudian, setelah Falintil terpancing, mereka akan membunuh mereka yang pro-kemerdekaan. Untuk memfasilitasi ini, Dos Santos dan Tavares akan membuat sebuah daftar nama yang berisi orang-orang pendukung kemerdekaan, sedang Letnan Kolonel (Kav) [[Burhanuddin Siagian]] selaku [[Komando Distrik Militer|Dandim]] [[Kabupaten Bobonaro|Bobonaro]] bertugas menyediakan senjata.<ref name=":0" /><ref name=":03">{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=Guilherme dos Santos|url=http://syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Guilherme%20dos%20Santos.htm#_ftnref1|website=Masters of Terror|archive-url=https://web.archive.org/web/20220520073004/https://www.syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Guilherme%20dos%20Santos.htm#_ftnref1|archive-date=2022-05-20|dead-url=no|access-date=1 September 2018}}</ref><ref>{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=Natalino Monteiro|url=http://syaldi.web.id/mot/Natalino%20Monteiro.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>
Pada tanggal 18 Agustus 1999, pihak milisi memaksa petugas [[Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur|UNAMET]] untuk kembali ke markas mereka dan membunuh seorang pelajar. Akibatnya, Perwakilan UNAMET, {{interlanguage link|Ian Martin|en}}, melayangkan protes secara tertulis kepada Ketua Satgas P3TT (Pelaksanaan Penentuan Pendapat Timor-Timur), [[Agus Tarmidzi]]. Martin meminta agar para perwira TNI yang terlibat dalam pembinaan milisi segera diganti, termasuk Letkol (Kav) Siagian selaku Dandim 1636 Bobonaro.{{sfn|Martin|2010|p=76-77}} Akhirnya, pada tanggal 25 Agustus 1999, Siagian digantikan oleh Letkol (Inf) [[Bambang Supriyanto (AD)|Bambang Supriyanto]].<ref name=":0" />
Namun, secara tiba-tiba, Siagian muncul lagi di [[Maliana]] pada hari pemungutan suara. Bahkan, kini muncul laporan bahwa para milisi telah diberi pasokan senjata yang baru. Pada tanggal 2 September, para milisi membunuh dua orang petugas UNAMET setempat, yakni Ruben Barros Soares dan Domingos Pereira. Terlibat pula dua perwira TNI dalam insiden ini, yakni Letnan Satu (Inf) Sutrisno dan Sersan Mayor Assis Fontes. Insiden ini memaksa petugas UNAMET untuk mundur dari Maliana dan kembali ke [[Dili]].<ref name=":0" /><ref>{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=First Lt (Inf) Sutrisno|url=http://syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Sutrisno.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>
Sehari berikutnya, para milisi memaksa warga yang pro-kemerdekaan untuk mengungsi ke Kantor [[Kepolisian Resor Maliana|Polres Maliana]] dan membakar rumah mereka. Sebab kantor polisi menjadi sesak, maka kelebihan pengungsi dipindahkan ke RSUD Maliana dan gelanggang olahraga setempat. Sebelumnya, pada tanggal 31 Agustus, [[Angkatan Bersenjata Republik Indonesia|ABRI]] dan milisi DMP telah mengimbau melalui pengeras suara agar warga yang pro-otonomi untuk mengungsi ke markas Kodim dan warga pro-kemerdekaan pindah ke kantor polisi. Akan tetapi, sebagian besar warga tidak mengikuti imbauan ini.<ref name=":0" />
== Pembantaian ==
Pada tanggal 6 September, Siagian menggelar rapat di kantor Polres Maliana yang juga dihadiri beberapa tokoh seperti Kapolres Maliana Letkol (Pol) [[Budi Susilo (polisi)|Budi Susilo]] (Kepala Polisi Resort Maliana), Bupati [[Guilherme dos Santos]], dan ketua DMP [[Natalino Monteiro]] serta wakilnya [[Marcos Tato Mali]]. Letkol Budi Susilo meminta agar para pengungsi dipindahkan ke bagian belakang kompleks kantor untuk memberi ruang bagi para personel polisi dan keluarganya yang ditarik mundur dari [[Kepolisian Sektor|Polsek]] di sekitar [[Maliana]] sebagai bagian dari proses penarikan mundur pasukan Indonesia setelah kekalahan Indonesia dalam [[Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999|jajak pendapat]]. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah personel polisi di kompleks Polres menjadi 435 orang. Dari jumlah ini, hanya 8 orang yang memegang senjata pada hari kejadian.<ref name=":0" /><ref name=":1">{{Cite web|last=Sahude|first=Syahli|date=1 Juli 2007|title=LtCol (Pol) Budi [Munikh] Susilo|url=http://syaldi.web.id/mot/Budi%20Susilo.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>
Dua hari berikutnya, [[Natalino Monteiro]] dan wakilnya [[Marcos Tato Mali]] memberikan pengarahan kepada anggota milisi {{interlanguage link|Dadarus Merah Putih|de}} di kediaman Monteiro di {{interlanguage link|Ritabou|de}}. Dalam pengarahan tersebut juga hadir personel dari TNI, termasuk seorang perwira Satuan Gabungan Intelijen (SGI) dari [[Komando Pasukan Khusus|Kopassus]] bernama Rizal. Rizal memberi daftar nama-nama pendukung kemerdekaan yang akan dibunuh di kantor Polres. Beberapa nama di antaranya adalah [[Kecamatan Maliana|Camat Maliana]], Julio Barros, dan Kepala Desa Ritabou, Domingos Pereira. Sebelum pergi ke kantor Polres, para milisi DMP akan diberangkatkan dengan dua kendaraan ke markas Koramil 1636-01 di [[Maliana]] untuk bergabung dengan anggota milisi lain (dari [[Halilintar (milisi)|Halilintar]]) yang sudah menunggu di sana. Mereka diperintahkan untuk menggunakan cat samaran pada wajah mereka. Lettu (Inf) Sutrisno menjadi komandan lapangan operasi ini.<ref name=":0" />
Sebelum serangan dimulai, seorang saksi melihat Siagian dan [[Natalino Monteiro|Monteiro]] melewati kantor Polres dan berhenti di sebuah pos penjagaan TNI yang berjarak sekitar 100 meter dari lokasi kejadian untuk berbicara dengan tentara.<ref name=":0" /> Pada pukul lima atau enam sore, para milisi yang dipersenjatai dengan parang, pedang, dan pisau memasuki kompleks Kantor Polres dan secara sistematis mencari dan membunuh para tahanan yang namanya tertera dalam daftar. Di belakang mereka adalah tentara dan polisi (termasuk anggota [[Korps Brigade Mobil|Brimob]]) yang bertugas sebagai pendamping.{{sfn|Fichtelberg|2015|p=149}}<ref name=":2">{{Cite news|last=Jolliffe|first=Jill|date=27 November 1999|title=A Traumatised Town Craving UN Justice|url=https://etan.org/et99c/november/21-30/27atraum.htm|work=Sydney Morning Herald|access-date=24 Mei 2024}}</ref><ref>{{Cite journal|date=2006|title=Bab 7.3: Pemindahan Paksa dan Kelaparan|url=https://www.etan.org/etanpdf/2006/CAVR/bh/07.3-Pemindahan-Paksa-dan-Kelaparan.pdf|journal=Chega! Laporan Komisi Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi (CAVR)}}</ref> Petugas polisi di sana telah diperintahkan oleh Letkol (Pol) [[Budi Susilo (polisi)|Budi Susilo]] untuk tidak melakukan apa-apa. Bahkan, dia malah mengancam para pengungsi yang panik bahwa mereka juga akan dibunuh.<ref name=":2" /> Sebagian anggota polisi ikut mencegah para korban yang hendak melarikan diri. [[Guilherme dos Santos]] selaku bupati juga tidak melakukan apapun untuk menghentikan pembantaian ini.<ref name=":0" /><ref name=":03" /><ref name=":1" /> Seorang saksi mengatakan bahwa saat kejadian, dia melihat [[Burhanuddin Siagian|Siagian]], Sutrisno, dan [[Budi Susilo (polisi)|Budi Susilo]] berjalan di tengah-tengah kerumunan, mengamati jalannya operasi.<ref name=":2" />
Seorang saksi membeberkan jumlah korban dari serangan tersebut sebanyak 47 orang. Meski demikian, cabang [[Dewan Nasional Perlawanan Timor|CNRT]] setempat hanya berhasil mengidentifikasi sebanyak 19 korban. Baik Siagian maupun Sutrisno diduga memberi perintah kepada milisi untuk membawa mayat-mayat korban menggunakan truk untuk dibuang ke laut di {{interlanguage link|Batugade|en}}.<ref name=":0" />
== Pembantaian susulan ==
Setelah pembantaian di Maliana selesai, para milisi memburu pengungsi yang berhasil kabur dari kejadian tersebut. Setelah kabur dari Maliana, para penyintas yang selamat saling bertemu di belakang sekolah di Desa {{interlanguage link|Holsa|de}}. Mereka kemudian menyeberangi Jembatan Nunura dan berpisah dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelamatkan diri.
== Referensi ==
Baris 27 ⟶ 50:
== Daftar pustaka ==
*{{Cite book|last=Fichtelberg|first=Aaron|date=2015|url=https://books.google.co.id/books?id=oU3gCQAAQBAJ&pg=PA149&dq=%22Maliana%22+%228+September+1999%22&hl=en&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwil3fum0qKGAxWc8DgGHUb_DLQQ6AF6BAgGEAI#v=onepage&q=%22Maliana%22%20%228%20September%201999%22&f=false|title=Hybrid Tribunals: A Comparative Examination|location=London|publisher=Vintage Books|isbn=9780802142931|ref=harv|url-status=live}}
*{{Cite book|last=Martin|first=Ian|date=2010|url=https://books.google.co.id/books?id=ZjC1cGfvARQC&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|title= Self-Determination in East Timor: The United Nations, the Ballot, and International Intervention|location=London|publisher=Lynne Rienner|isbn=9781588260338|ref=harv|url-status=live}}
*{{Cite book|last=Rimmer|first=Susan Harris|date=2010|url=https://books.google.co.id/books?id=Z9mNAgAAQBAJ&pg=PA182&dq=%22Maliana+massacre%22&hl=en&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiQtdSbg6OGAxWSyzgGHWF1CiAQ6AF6BAgFEAI#v=onepage&q=%22Maliana%20massacre%22&f=false|title=Gender and Transitional Justice: The Women of East Timor|location=London|publisher=Routledge|isbn=9780415561181|ref=harv|url-status=live}}
|