Ahmad Rasyid: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 29:
| 1namedata3 = [[Mohammad Sjafei]]
| appointed3 = [[Pendudukan Jepang di Sumatera Barat|Syu Co-Kong]]
| birth_name = AchmadAhmad RasjidRasyid Samad
| birth_date = {{Tanggal lahir|1895|12|15}}
| birth_place = [[Maninjau, Tanjung Raya, Agam|Maninjau]], [[Kabupaten Agam|Agam]], [[Hindia Belanda]]
Baris 39:
| children = Fatimah Karim Amrullah: 16 anak<br />Fatimah Abdullah: 11 anak
| mother = Siti Abbasiyah
| father = Abdul ShamadSamad Al-Kusai
| profession = [[Ulama]]
| party = [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Masyumi]]
Baris 50:
}}
 
[[Buya]] [[Haji (gelar)|Haji]] '''Ahmad Rasyid''' [[Daftar gelar Datuk|Sutan Mansyur]] ({{IPA|id|/ˈɑːxmɑːd rɑːˈʃɪd suːˈtɑn mɑːnʃʊr/|lang}}, [[Nama lahir|né]]: Ahmad Rasyid Samad) ({{lahirmati|[[Kabupaten Agam|Afdeling Agam]], [[Pesisir Barat Sumatra]]|15|12|1895|[[Jakarta]]|25|3|1985}}),<ref name="wafat">{{Cite news|url=https://majalah.tempo.co/read/album/36756/meninggal-dunia |title=Meninggal dunia |last=Administrator |date=1985-03-30 |work=[[Tempo.co]] |access-date=2021-06-13 |language=id }}</ref> atau lebih dikenal dengan nama '''A. R. Sutan Mansyur''' adalah seorang [[dai]] aliran [[suni]] dan [[penulis]] berkebangsaan [[Bangsa Indonesia|Indonesia]] yang juga merupakan tokoh dan pemimpin [[Muhammadiyah]].<ref>{{cite book |last1=Al-Hamdi |first1=Ridho |last2= |first2= |last3= |first3= |last4= |first4= |title=Paradigma Politik Muhammadiyah |date=Juli 2020 |publisher=Diva Press |page=185 |url=https://books.google.co.id/books?id=YQD3DwAAQBAJ |language=id|quote=Setelah masa kepemimpinannya di Muhammadiyah, A. R. Sutan Mansyur terpilih sebagai Penasihat PP Muhammadiyah selama lima periode berturut-turut dari 1962 sampai dengan 1977.}}</ref> Ia merupakan seorang tokoh perintis kemerdekaan Indonesia.<ref name="wawancara">{{Cite news|last=Administrator|date=1982-02-20|title=Sutan mansur, buya yang lain|url=https://majalah.tempo.co/read/tokoh/48137/sutan-mansur-buya-yang-lain|work=[[Tempo.co]]|language=id|access-date=2021-10-03}}</ref> Pascakemerdekaan Indonesia, dia dipilih untuk menduduki kursi [[Konstituante Republik Indonesia|Konstituante]] dari [[Partai Masyumi]].<ref>{{cite book |last1= |first1= |last2= |first2= |last3= |first3= |last4= |first4= |title=Kumpulan peraturan-peraturan untuk pamilihan Konstituante |date=1956 |publisher=[[Kementerian Penerangan Republik Indonesia]] |page=238 |url=https://books.google.co.id/books?id=DvxZQtmFr4cC |language=id|quote=}}</ref><ref>{{cite book |last1= |first1= |last2= |first2= |last3= |first3= |last4= |first4= |title=Risalah Perundingan Tahun 1957 Jilid I: Sidang Ke-1, Rapat ke-1 sampai ke-12 |date=1956 |publisher=[[Konstituante Republik Indonesia]] |page=228 |url=https://fdokumen.com/document/risalah-perundingan-tahun-1957-jilid-i-sidang-ke-1-rapat-ke-1-sampai-12.html |language=id|quote=}}</ref> Di partai, ia diberi mandat menjadi wakil ketua majelis syura dari 1949 sampai 1952. Ahmad Rasyid juga seorang [[akademisi]] sekaligus yang meresmikan Fakultas Falsafah dan Hukum [[Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat]] di [[Padang Panjang]].<ref>{{Cite news |url=https://umsb.ac.id/berita/info/49-sejarah |title=Sejarah |date=17 Maret 2022 |access-date=19 April 2024 |work=[[Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat]] |location= |author1= |quote=Dalam sebuah catatan riwayat hidup oleh Konstituante, Ahmad Rasyid menjadi dosen di Fakultas Falsafah dan Hukum dalam rentang tahun 1953 sampai 1956. |author2= |language=id |archive-date= |archive-url= |dead-url=no }}</ref>
 
== Awal kehidupan ==
Ahmad Rasyid lahir di Kampung Air Hangat ({{lang-min|Kampuang Aie Angek}}), [[Maninjau, Tanjung Raya, Agam|Maninjau]], [[Kabupaten Agam|Agam]], [[Dataran Tinggi Padang]], [[Pesisir Barat Sumatera]], pada [[15 Desember]] [[1895]] (dalam penanggalan [[Hijriah]]: Ahad, 27 Jumadil Akhir 1313) di malam hari. Ia merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara—dua saudara lainnyakakaknya meninggal saat kecil—darimasih kecil, antara lain Abdul Wahab, Abdul Aziz, [[Duski Samad|Duski]], Abdul Razak, dan Fatimah.<ref>{{Cite book|date=1992|url=https://books.google.co.id/books?id=3GseAAAAMAAJ |title=Autobiografi Perintis Kemerdekaan |work=Departemen Sosial Republik Indonesia |publisher=Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial, Proyek Pembinaan Kepahlawanan, dan Keperintisan|language=id}}</ref> Ia lahir dari pasangan Haji Abdul ShamadSamad bin Al-Kusai, seorang ulama asal Maninjau, dan Hajjah Siti Abbasiyah atau lebih dikenal dengan Uncu Lumpur. Ayahnyasebagai adalah ulama asal Maninjau,ibunya sedangkan ibunyayang bekerja sebagai guru agama.<ref name="biografi1">{{Cite news |url=https://m.republika.co.id/amp/qbspjk366 |title=Buya AR Sutan Mansur: Imam Muhammadiyah Sumatra |last=Nursalikah |first=Ani |date=2020-06-12 |website=[[Republika.co.id]] |access-date=2021-10-02 }}</ref> Nama "AchmadAhmad RasjidRasyid" sebenarnya diberikan oleh ayahnya, AbdulSamad, Shamaddengan Al-Kusaimenambahkan nama ayah di belakang namanya. Selama masa kecilnya, ia dibesarkan oleh [[Nenek|''andung''nya]], Bayang dengan penuh kasih sayang, dibedungnya dengan kain panjang dan dihangatkannya dengan air panas di dalam botol.
 
Ahmad Rasyid mengenyam pendidikan formal pertama di bangku [[Tweede Inlandsche School|Sekolah Kelas Dua III, Maninjau]]—setara dengan [[Sekolah Rakyat]]—pada tahun 1902 sampai tahun 1909. Pemerintah Nagari Maninjau memberikan beasiswa kepadanya untuk menjadi guru apabila ia meneruskan pendidikan di ''[[Kweekschool]]'' atau dalam {{lang-id|Sekolah Guru}}, [[Fort de Kock]]. Namun, tawaran itu ia abaikan karena ingin mendalami ilmu agama Islam dan sikapnya yang [[antikolonialisme]].<ref name="biografi1" /> Ia juga memiliki cita-cita untuk melanjutkan studinya di [[Universitas Al-Azhar]], [[Mesir]]. Gurunya, Abu Hanifah—dikenal sebagai Tuan Ismail, menyarankan agar Ahmad Rasyid mempelajari ilmu agama terlebih dahulu kepada [[Abdul Karim Amrullah]] alias Haji Rasul, ayah [[Hamka]], di [[Surau Jembatan Besi]]. Pada 1910, ia menimba ilmu kepada Haji Rasul selama tujuh tahun.
Baris 61:
 
=== Hijrah ke Jawa dan mengenal Muhammadiyah ===
Rasyid merantau ke [[Kota Pekalongan|Pekalongan]] bersama dengan istri pertamanya, FathimahFatimah Karim Amrullah yang saat itu sedang hamil. Di sana ia berdagang kain batik dan bekerja sebagai guru agama Islam untuk kaum perantauan dari Sumatera dan lainnya pada tahun 1921.<ref name="biografi1" /> Rasyid memiliki majelisnya sendiri yang dinamai Perkumpulan Nurul Islam (sekarang bernama Muhammadiyah cabang Pekalongan).{{efn|Perkumpulan Nurul Islam adalah nama samaran dari majelis-majelis tablig Muhammadiyah. Pergerakan Muhammadiyah sebelumnya dilakukan di setiap daerah dengan nama yang berbeda-beda, seperti Nurul Islam di [[Kota Pekalongan|Pekalongan]], Sidik-Amanah-Tablig-Fatanah di [[Kota Surakarta|Surakarta]], Al-Munir di [[Kota Makassar|Ujung Pandang]], Al-Hidayah di [[Kabupaten Garut|Garut]], dan lain-lain. Pemerintah Hindia Belanda baru mengeluarkan perizinan diperbolehkannya Muhammadiyah bergerak di luar [[Keresidenan Yogyakarta|Yogyakarta]] sendiri baru dijalankan pada tanggal 2 September 1921.<ref>{{Cite news |url=http://jabar.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html |title=Sejarah:Proses Masuknya Muhammadiyah ke Jawa Barat |last= |first= |work=Muhammadiyah Jawa Barat |access-date=2021-10-04 }}</ref>}} Ketika ia mengikuti suatu pengajian agama di [[Pekajangan, Kedungwuni, Pekalongan|Pekajangan]], ia mulai mengenal [[Muhammadiyah]] yang diperkenalkan oleh [[Ahmad Dahlan]] yang menjabat sebagai [[Ketua Umum Pengurus Besar Muhammadiyah]]—{{lang-nl|President Hoofdbestuur Moehammadijah}}—pada tahun 1922. Kedatangannya untuk meresmikan perkumpulan "Ambudi Agama"—kini bernama Muhammadiyah Cabang Pekajangan—pimpinan Kyai Haji Abdurrahman sekaligus tablig Muhammadiyah. Sejak saat itulah, Rasyid mulai mengenal Ahmad Dahlan dan bergabung dengan Muhammadiyah. Akibatnya, muncul kekaguman kepada sosok Dahlan yang ahli dalam [[fiqih]] sehingga Rasyid mulai belajar agama dari sudut pandang Muhammadiyah kepada Ahmad Dahlan. Tidak hanya Dahlan, Rasyid pada 1922 juga mengenal tokoh-tokoh Muhammadiyah lainnya: [[Abdul Rozak Fachruddin]] dan [[Mas Mansur]]. Akibat pengaruh Muhammadiyah, ia semakin mengenal Islam tidak hanya dari aspek hukumnya, melainkan juga aspek sosial kemasyarakatan dan [[sosioekonomi]] dari dua tokoh tersebut.
 
Melalui pengajian dari Ahmad Dahlan ini membuat Rasyid mengenal Muhammadiyah. Di saat seusai salah satu jemaah bertanya mengenai pembahasan tentang tafsir [[Surah Al-Ma’un]] dilakukan secara berulang-ulang.{{sfn|Aisyah Rasyid|2009|loc=|pp=26}} Pada saat itulah, Ahmad Dahlan menyampaikan [[Surah Ali Imran]] ayat 104, bahwa untuk menjelaskan maksud tafsir Surah Al-Ma’un dibutuhkan gerakan yang bersifat sistematis dan terencana, yaitu melalui Persyarikatan Muhammadiyah. Konon, penjelasan rasional inilah yang telah menarik hati Ahmad Rasyid untuk bergabung dalam Muhammadiyah.<ref>{{Cite web|date=2018-12-07|title=AR Sutan Mansur: Buya Tuo dari Maninjau|url=https://ibtimes.id/ar-sutan-mansur-buya-tuo-dari-maninjau/|first=Mu'arif |last= |access-date=2021-10-05 |website=ibtimes.id |language=id}}</ref>
Baris 85:
Pada akhir 1925, Rasyid dipercayai Pengurus Besar Muhammadiyah untuk memimpin Muhammadiyah di Pesisir Barat Sumatera ketika munculnya pengaruh komunis yang berkonflik dengan Muhammadiyah. Ia juga menyiarkan tablig Muhammadiyah bersama [[Abdul Rozak Fachruddin]] di [[Kota Medan|Medan]] dan [[Kutaraja]] pada 1927. Melalui sikapnya yang [[moderat]] sehingga Muhammadiyaj dapat didirikan di Kutaraja, [[Sigli]], dan [[Lhokseumawe]]. Selanjutnya, pada 1929, Muhammadiyah berhasil didirikan di [[Banjarmasin]], [[Kuala Kapuas (kota)|Kuala Kapuas]], Mendawai, dan [[Amuntai (kota)|Amuntai]].
 
Pada tahun 1930, diselenggarakan Kongres ke-19 Muhammadiyah di Minangkabau. Salah satu kesepakatannya adalah dibentuknya Konsul Besar Muhammadiyah di setiap [[keresidenan]]. Sesuai konferensi daerah di [[Kota Payakumbuh|Payakumbuh]] tahun 1931, dipilihlah Ahmad Rasyid sebagai Konsul Besar Muhammadiyah untuk wilayah [[Pesisir Barat Sumatera]] hingga 1943.<ref>{{cite book |last1=Amrullah |first1=Abdul Malik Karim |last2= |first2= |last3= |first3= |last4= |first4= |title=Islam dan Adat Minangkabau |date=1984 |publisher=Pustaka Panjimas |page=274 |url=https://books.google.co.id/books/about/Islam_dan_adat_Minangkabau.html?id=ZSsaAQAAMAAJ |language=id|quote=}}</ref> Kemudian atas usul konsul-konsul besar di Sumatera setuju untuk mengangkat Ahmad Rasyid sebagai Imam Muhammadiyah Sumatera. Selain itu, ia ikut mendirikan sekaligus memimpin [[Pondok Pesantren Kauman Padang Panjang|Kuliatul Mubaligin]] di Padang Panjang sebagai tempat membina santri [[madrasah aliah]]. Di sinilah tempat para kader muda Muhammadiyah di berikan pengetahuan agama dengan bertugas memperkenalkan Muhammadiyah dan ajaran agama Islam di Minangkabau dan daerah-daerah sekitarnya. Kelak, para mubalig tersebut akan memainkan peran penting untuk memimpin dan menggerakkan roda Persyarikatan Muhammadiyah di [[Yogyakarta]]. Bahkan, perkembangannya diperhatikan oleh Konsul Besar Muhammadiyah [[Keresidenan Yogyakarta|Yogyakarta]]. Maka, pada 1926, Muhammadiyah mengutusnya untuk mengawal perkembangan persyarikatan itu.
 
Ahmad Rasyid mengasaskan ''Djihad'' dengan tujuan meluruskan umat Islam ke arah yang benar sesuai ''ahlus sunnah wal jamaah'' dalam rentang tahun 1949 sampai 1952. Lalu, pada tahun 1943, ia selaku Konsul Besar Muhammadiyah melebarkan sayap wilayah kepemimpinannya untuk seluruh Indonesia hingga 1953. Ia berperan dalam membentuk Muhammadiyah cabang [[Pasar Lubuk Jambi, Kuantan Mudik, Kuantan Singingi|Lubuk Jambi]], ketika Dasin Jamal dan Sulaiman Khatib meminta mandatnya pada awal September 1933.<ref>{{Cite news |url=http://riau.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html |title=Sejarah Muhammadiyah Riau |last= |first= |work=Muhammadiyah Riau |access-date=2021-10-04 }}</ref>
Baris 100:
Setelah kemerdekaan Indonesia, oleh Wakil Presiden [[Mohammad Hatta]], Ahmad Rasyid di angkat menjadi Imam—guru agama Islam—bagi [[Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan|TNI Komandemen Sumatera]] Sub Komandemen [[Sumatera Tengah]] yang berpusat di [[Kota Bukittinggi]], antara tahun 1947 hingga 1949.<ref>{{Cite news |url=https://muhammadiyah.or.id/2022/12/mengapa-buya-ar-sutan-mansur-mendapat-gelar-mayor-jenderal-tituler/ |title=Mengapa Buya AR Sutan Mansur Mendapat Gelar Mayor Jenderal Tituler? |date=2019-10-22 |author=Afandi |work=Muhammadiyah |access-date=2024-05-01 }}</ref> Pada Mei 1948, ia diberi pangkat militer oleh pemerintah, yakni [[Kolonel]] [[Tituler]]. Tidak lama setelahnya, pada 31 Desember 1949, pangkat tersebut dikembalikan kepada pemerintah dan ia diberhentikan secara hormat.<ref name="tituler"/> Ahmad Rasyid kembali di minta menjadi penasihat agama [[TNI Angkatan Darat]] dan berkantor di markas besarnya usai [[Konferensi Meja Bundar|pengakuan kedaulatan RI]] pada tahun 1950. Namun, permintaan tersebut di tolak, karena ia memiliki misi dakwah dengan menyebarkan tablig di seluruh [[Sumatera]] selaku pemuka [[Muhammadiyah]]. Pada tahun 1952, Presiden Soekarno pernah memintanya kembali menjadi penasihatnya dengan catatan perlunya merelokasi keluarganya dari Bukittinggi ke [[Jakarta]]. Justru permintaan tersebut lagi-lagi di tolaknya karena ia ingin menjadi penasihat nonformal.
 
Pada [[Pemilihan umum Konstituante Republik Indonesia 1955|Pemilu 1955]], Ahmad Rasyid terdaftar sebagai salah satu calon legislatif di [[Konstituante Republik Indonesia|Konstituante]].<ref>{{Cite news |url=https://langgam.id/kursi-sumatra-tengah-hasil-pemilu-1955-dan-perjalanan-pemilihan-di-sumbar/ |title=Kursi Sumatra Tengah Hasil Pemilu 1955 dan Perjalanan Pemilihan di Sumbar |last=Makmur |first=Hendra |work=Langgam |date=2019-04-17 |access-date=2024-05-12 }}</ref> Ia menjadi calon untuk daerah pemilihan [[Sumatera Tengah]] dari [[Partai Masyumi]]. Pascapemilu, ia berhasil menduduki kursi tersebut bersama rekan-rekan lainnya dari Sumatera Tengah: [[Mohammad Natsir]], [[Duski Samad]], [[Ibrahim Musa]], dan 37 anggota lainnya. Sebagai anggota, Rasyid berdomisili di Jalan Suronatan Nomor 29 A, [[Yogyakarta]].<ref>{{Cite news |url=http://www.konstituante.net/id/profile/MASJUMI_achmad_rasjid_sutan_mansjur |title=Achmad Rasjid Sutan Mansjur |last= |first= |publisher=Konstituante Republik Indonesia |access-date=2024-05-25 }}</ref>
 
== Ketua Umum Pengurus Besar Muhammadiyah ==
Baris 125:
[[Berkas:Undangan Tablig Muhammadiyah oleh Haji Sutan Mansyur, 1973.jpg|jmpl|ka|Sebuah [[pamflet]] yang mempersuasikan kepada murid-murid A. R. Sutan Mansyur dalam rangka [[Maulid Nabi Muhammad]], 1973.]]
 
Pada 1959, Ahmad Rasyid dinobatkan menjadi penasihat bagi Muhammadiyah sehingga ia beserta keluarga besarnya menetap di Jakarta.<ref name="wawancara"/> Selama di Jakarta, ia tinggal dengan keluarga inti dari istri pertamanya, Fatimah Karim Amrullah di Jalan Lontar Atas, [[Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat|Kebon Melati]], [[Tanah Abang, Jakarta Pusat|Tanah Abang]]. Sebagai ulama, ia memberi nasihat agama dan mengajar makna tauhid, serta jihad, kepada para tamu yang datang ke rumahnya,<ref>{{Cite news |url=https://jejakislam.net/jihad-di-mata-ar-sutan-mansur/ |title=Jihad di Mata AR Sutan Mansur |last= |first= |work=Jejak Islam |date=2017-02-09 |access-date=2021-10-05 }}</ref> seperti [[Mohammad Natsir]] hingga [[Kasman Singodimedjo]].<ref name="Tauhid Membentuk Pribadi Muslim">{{Cite web|date=2015-01-02|title=Buya AR Sutan Mansyur: Tauhid Membentuk Pribadi Muslim|url=https://www.tablighmu.or.id/2015/01/buya-ar-sutan-mansyur-tauhid-membentuk.html?m=1|access-date=2021-10-01|work=TablighMu|language=id|archive-date=2021-10-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20211001130003/https://www.tablighmu.or.id/2015/01/buya-ar-sutan-mansyur-tauhid-membentuk.html?m=1|dead-url=yes}}</ref> Bahkan, adik iparnya, [[Hamka]], juga datang untuk mempelajari ilmu agama kepadanya. Tidak hanya mengajar agama di kediamannya, ia juga berceramah di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, [[Menteng, Jakarta Pusat|Menteng]], dengan didampingi Fatimah Karim.<ref name="wawancara" /> Kiprahnya selama prakemerdekaan membawa namanya sebagai salah satu tokoh perintis kemerdekaan Indonesia bersama dengan adik-adiknya, [[Duski Samad|Duski]] dan ThaherThahir, dengan mendapat hak pensiun sebesar Rp80.000 per bulan.<ref name="wawancara" />
 
=== Kematian ===
Ahmad Rasyid meninggal dunia pada hari Senin, [[25 Maret]] [[1985]] Masehi, bertepatan tanggal 3 Rajab 1405 Hijriah dalam usia {{ayd|1895|12|15|1985|03|25}}.<ref>{{Cite namenews|url="wafat"https://majalah.tempo.co/read/album/36756/meninggal-dunia |title=Meninggal dunia |last=Administrator |date=1985-03-30 |work=[[Tempo.co]] |access-date=2021-06-13 |language=id }}</ref> Ia sudah menjalani perawatan medis selama sebulan di Rumah Sakit Yayasan Rumah Sakit Islam Indonesia (YARSI), [[Cempaka Putih, Jakarta Pusat|Cempaka Putih]], [[Jakarta Pusat]]. Tiga hari sebelum meninggal, yakni 22 Maret 1985, A. R. Fachruddin bersama dengan pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah datang menjenguk Ahmad Rasyid di rumah sakit tersebut.
 
Jenazah Ahmad Rasyid dimakamkan di [[Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir]] usai disalatkan di Masjid Kompleks Muhammadiyah. Pemakamannya dihadiri oleh [[Munawir Sjadzali]] selaku [[Menteri Agama Indonesia|Menteri Agama]], [[Mohammad Natsir]], dan sejumlah tokoh agama lainnya.<ref>{{Cite news|date=2024-03-30|title=Buya AR. Sutan Mansur: Ulama yang Murah Senyum, Tabah, dan Peduli Wong Cilik |url=https://indonesiainside.id/khazanah/2024/03/30/buya-ar-sutan-mansur-ulama-yang-murah-senyum-tabah-dan-peduli-wong-cilik|access-date=2024-04-20|work=Indonesia Inside|language=id}}</ref>
Baris 135:
[[Berkas:Hanif Rasyid.JPG|jmpl|kiri|Hanif Rasyid, putra kesepuluh Ahmad Rasyid dari pernikahannya dengan Fatimah Karim Amrullah.]]
 
Pada tahun 1917 oleh gurunya, [[Abdul Karim Amrullah]] atau lebih dikenal dengan nama Haji Rasul memperkenalkan putri sulungnya, yaitu Fatimah dari [[Suku Tanjung]].{{sfn|Aisyah Rasyid|2009|loc=|pp=24}} Ia lahir dari pernikahan Haji Rasul dengan Raihanah binti Haji Zakaria yang mewariskan Suku Tanjung.<ref name=":0">{{Cite book|author=Amrullah, Abdul Wadud Karim|date=2016-05-23|url=https://books.google.co.id/books?id=R19ADAAAQBAJ|title=Sumatran Warrior: Mighty Man of Love and Courage|publisher=WestBow Press|isbn=|pages=|language=id}}</ref> Di usia yang masih remaja, Fatimah dinikahkan dengan Ahmad Rasyid di [[Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam|Sungai Batang]]. Sejak saat itulah Ahmad Rasyid memperoleh gelar [[Datuk di Minangkabau|Sutan Mansyur]], sesuai dengan adat Minangkabau bahwa setiap laki-laki yang menikah akan mendapatkan gelar. Pemberian gelar tersebut bukan tanpa alasan. Ia dinamai "Sutan Mansyur" karena peralihan masa setelah seseorang menikah, maka dia diberi gelar dan dipanggil dengan nama gelarnya, tidak dengan nama lahirnya.<ref>{{Citecite book news|author1last1=SilfiaAmrullah |first1=Abdul Malik RahmahKarim Harahap|author2last2= |datefirst2=12 November|last3= |first3= |last4= |first4= 2022|title=GelarKenang-Kenangan AdatHidup Minangkabau,|date=24 MaknaApril dan2020 Cara|publisher=Gema Insani |page=112 Pemberiannya|url=https://sumbarbooks.inewsgoogle.co.id/berita/gelarbooks?id=cP3hDwAAQBAJ |isbn=978-adat602-minangkabau250-makna743-dan-cara-pemberiannya|dead-url=no|work=iNews7 |language=id|location=Padang|archive-url=|archive-date=|access-date=14 Mei 2023}}</ref> Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai enam belas anak—tujuh lainnya meninggal saat balita, salah satunya Hanif Rasyid (Gelar: Khatib Rajo Endah), seorang mantan Ketua Umum Pimpinan Daerah [[Muhammadiyah]] Kabupaten Agam dari 2000 sampai 2005, Dewan Penasihat [[Majelis Ulama Indonesia]] Kabupaten Agam, dan pengurus [[Museum Kelahiran Buya Hamka]] sampai akhir hayatnya.<ref>{{Cite news|author1=|author2=|date=21 Agustus 2008|title=Objek wisata Rumah Kelahiran Buya Hamka|url=https://sumbar.antaranews.com/berita/132211/objek-wisata-rumah-kelahiran-buya-hamka|dead-url=no|work=iNews|language=id|location=|archive-url=|archive-date=|access-date=2 Mei 2024}}</ref><ref>{{Cite web|date=2017-03-18|title=Agam Berduka, Buya Hanif Rasyid AR Wafat|url=https://kaba12.co.id/2017/03/18/agam-berduka-buya-hanif-rasyid-ar-wafat/?amp=1|work=Kaba12|language=id|archive-url=https://web.archive.org/web/20211001131504/https://kaba12.co.id/2017/03/18/agam-berduka-buya-hanif-rasyid-ar-wafat/?amp=1|archive-date=2021-10-01|dead-url=yes|access-date=2021-10-01}}</ref> Salah satu cucunya dari anaknya yang bernama Chalid Rasyid—putra Fatimah Karim, Arief Rahman memiliki kiprah elektoral sebagai calon legislatif [[DPRD DKI Jakarta]] untuk Jakarta Timur dari [[Partai Matahari Bangsa]] (PMB) dan mantan Ketua PMB di [[DKI Jakarta]].<ref>{{Cite web|last=Chalid|first=Arief Rahman|date=2009-01-02|title=Pandangan Islam Tentang Kemakmuran|url=https://arifpmb.wordpress.com/|work=Wordpress|language=id|access-date=2021-10-01}}</ref><ref>{{cite book |last1=Al-Hamdi |first1=Ridho |last2= |first2= |last3= |first3= |last4= |first4= |title=Paradigma Politik Muhammadiyah |date=Juli 2020 |publisher=Diva Press |page=320 |url=https://books.google.co.id/books?id=YQD3DwAAQBAJ |language=id|quote=Sewaktu PMB aktif berpolitik, Arief Rahman menjabat sebagai Ketua Hubungan dan Kerja Sama Antar Lembaga.}}</ref>
 
Ia sebenarnya memiliki dua istri dengan nama yang hampir sama, yaitu [[wikidata:Q107028280|Fatimah]] binti [[Abdul Karim Amrullah|Abdul Karim]] bin [[Muhammad Amrullah|Amrullah]]—dijuluki sebagai Umi Tuo—dan [[wikidata:Q123999723|Fatimah]] binti Abdullah—dijuluki sebagai Umi Etek—yang menikah pada September 1928 dengan dikaruniai 11 orang anak (satu anaknya meninggal ketika balita),<ref>{{Cite news|date=2008-04-25|title=Mengenang Buya Sutan Mansur|url=https://news.okezone.com/amp/2008/04/25/58/103793/mengenang-buya-sutan-mansur|work=[[Okezone.com]]|language=id|access-date=2021-10-03}}</ref> termasuk Salma Wainin Rasyid yang merupakan akademisi pendiri sekolah keperawatan Muhammadiyah di [[Kalimantan Barat]] bersama dengan suaminya, Barry Barasilla.<ref>{{Cite news|date=2022-10-07|title=Inin Salma AR Sutan Mansur, Perempuan Penggerak Pendidikan Muhammadiyah Kalbar|url=https://suaramuhammadiyah.id/2022/10/07/inin-salma-ar-sutan-mansur-perempuan-penggerak-pendidikan-muhammadiyah-kalbar/amp/|work=Suara Muhammadiyah|language=id|access-date=2023-03-22}}</ref> Fatimah binti Abdullah tidak tinggal satu atap dengan Ahmad Rasyid, ia berkediaman di [[Rawamangun, Pulo Gadung, Jakarta Timur|Rawamangun]], [[Jakarta Timur]].<ref name="wawancara" />
Baris 166:
{{commonscat|Ahmad Rasyid}}
{{wikiquote|Ahmad Rasyid}}
* {{id}} [http://www.konstituante.net/id/profile/MASJUMI_achmad_rasjid_sutan_mansjur Achmad Rasjid Sutan Mansjur]
* {{id}} [https://www.datatempo.co/foto/detail/P1202201600108/ahmad-rasyid-sutan-mansur Ahmad Rasyid Sutan Mansyur oleh Tempo, 30 November 1981]
* {{id}} [http://muhammadiyahstudies.blogspot.com/2010/03/buya-ar-sutan-mansur.html?m=1 Buya Ahmad Rasyid Sutan Mansyur oleh Muhammadiyah Studies]