Wayang Menak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambah referensi penting
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Menambah referensi
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 10:
Wajib diketahui, secara populer, Serat Menak sudah beredar di [[Jawa|Pulau Jawa]] sejak abad ke- 17 M. Pada awal abad ke-17 M, terdapat naskah Menak (Jawa) dalam bentuk lontar sebanyak 119 lembar. Pada 1627 M, Andrew James menyerahkan naskah lontar itu ke [[Bodleian Library]]. Artinya, sekitar satu abad sebelum Para Pujangga Surakarta menulisnya, Serat Menak sastra Amir Hamzah telah masuk dan beredar luas di Jawa (Ricklefs & Voohoeve, 1977:43, dikutip Sedyawati dkk, 2001:319).
 
Pada periode-periode berikutnya, Wayang Menak mengalami sejumlah perubahan dan modifikasi. Di daerah [[Kudus]] pada masa pemerintahan Sunan [[Pakubuwana II|Paku Buwana II]]. Sumber cerita Wayang Menak berasal dari [[Kitab Menak]], yang ditulis oleh [[Ki Carik Narawita]] menantu [[Waladana]]. atas kehendak [[Kanjeng Ratu Mas Balitar]], permaisuri Sunan [[Pakubuwana I]] pada tahun 1717 M. Saat penulisannya adalah hari Jumat, tanggal 17 bulan Rajab, tahun Dal, wuku Marakeh, mangsa Kasa, dengan sengkalan: Lenging welut rasa purun (1639 AJ atau 1717 AD)
 
Sekitar 4 abad setelah era Wali Songo, Wayang Menak juga pernah dikembangkan [[Ki Trunadipura|Ki Trunadipura,]] seorang dalang dari [[Baturetno, Surakarta|Baturetno]], [[Surakarta]], pada zaman pemerintahan [[Mangkunegara VII]] (1916 – 1944). Induk ceritanya bukan diambil dari Kitab [[Ramayana]] dan [[Mahabarata]], melainkan dari Kitab Menak. Latar belakang cerita Menak adalah negeri [[Jazirah Arab|Arab]], pada masa perjuangan Nabi Muhammad SAW menyebarkan agama Islam.