Kabupaten Bojonegoro: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambah referensi Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Menambah referensi penting Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 146:
Bojonegoro yang semula bernama Jipang, wilayahnya dialiri sungai Bengawan yang membentang dari Jipang Hulu (Margomulyo) hingga Jipang Hilir (Baureno). Masyarakatnya pun memiliki budaya khas bantaran Bengawan yang dikenal dengan Budaya Njipangan. Budaya yang memadukan Peradaban Pesisir (Tradisi Islam) dan Pegunungan (Tradisi Jawa). Tak heran masyarakat Bojonegoro memiliki keseimbangan dalam sisi religius dan kebudayaan. Seni Kentrung, Seni Jedoran, dan Seni Wayangan adalah bentuk perpaduan antara Pesisir dan Pegunungan, khas Budaya Njipangan.
'''Masyarakat Samin''' ▼
[[Dusun]] Jepang, salah satu dusun dari 9 [[dusun]] di Desa Margomulyo yang berada di kawasan hutan memiliki luas 74,733 hektare. Jarak sekitar 4,5 kilometer dari ibu kota Kecamatan Margomulyo, 69 kilometer arah barat-selatan atau kurang lebih dengan jarak tempuh antara 2-2,5 jam perjalanan dengan kendaraan dari [[ibu kota]] Bojonegoro dan 259 kilometer dari [[ibu kota]] Provinsi [[Jawa Timur]] ([[Surabaya]]).▼
Masyarakat [[Wong Samin|Samin]] yang tinggal di dusun tersebut, adalah figur tokoh atau orang-orang tua yang gigih berjuang menentang [[Kolonial]] [[Belanda]] dengan gerakan yang dikenal dengan [[Ajaran Samin|Gerakan Saminisme]], yang dipimpin oleh Ki [[Samin Surosentiko]]. Dalam Komunitas Samin tidak ada istilah untuk membantu [[Pemerintah]] [[Belanda]] seperti menolak membayar [[pajak]], tidak mau kerja sama, tidak mau menjual apalagi memberi hasil bumi kepada [[Pemerintah]] [[Belanda]]. Prinsip dalam memerangi [[Kolonial]] [[Belanda]] melalui penanaman ajaran Saminisme yang artinya sami-sami amin (bersama-sama) yang dicerminkan dan dilandasi oleh kekuatan, kejujuran, kebersamaan dan kesederhanaan.▼
Sikap perjuangann mereka dapat dilihat dari profil orang samin yakni gaya hidup yang tidak bergelimpangan harta, tidak menjadi [[antek]] [[Belanda]], bekerja keras, berdoa, berpuasa dan berderma kepada sesama. Ungkapan-ungkapan yang sering diajarkan, antara lain: sikap lahir yang berjalan bersama batin diungkapkan yang berbunyi ''sabar, nrimo, rilo'' dan ''trokal'' (kerja keras), tidak mau merugikan orang lain diungkapkan dalam sikap ''sepi ing pamrih rame ing gawe'' dan selalu hati-hati dalam berbicara diungkapkan ''ojo waton ngomong, ning ngomong kang maton''. Lokasi masyarakat Samin (dusun Jepang) memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi objek Wisata Minat Khusus atau Wisata Budaya Masyarakat Samin melalui pengembangan paket Wisata Homestay bersama masyarakat Samin. Hal yang menarik dalam paket ini ialah para wisatawan dapat menikmati suasana dan gaya hidup kekhasan masyarakat Samin. Untuk rintisan tersebut, kebijakan yang telah dilakukan adalah melalui penataan kampung dan penyediaan fasilitas sosial dasar.▼
'''Tari Tayub'''
Baris 176 ⟶ 168:
Pertunjukan Sandur dimulai oleh Panjak Ore dengan membawakan tembang pembuka yang dipimpin oleh Germo. Panjak Oré, adegan dan acting dilakukan dengan menari dan diringi tembang-tembang oleh Panjak Oré sesuai dengan adegan yang dilakukan, dan ajaranan,penyajian pertunjukan sandur ''pakem'' identik dengan penyajiannya yang sederhana, memiliki nuansa ritual dan sakral yang dibangun oleh aroma bunga, dupa, kemenyan dan ditambah lagi dengan tari ''Jaranan'' yang dilakukan dengan proses ''ndadi''. Atraksi ''Kalongking'' yang mendebarkan, atraksi ini dilakukan dengan berjumpalitan pada seutas tali atau tambang. Tali atau tambang tersebut dikaitkan pada ujung dua tiang bambu berukuran 5-10 meter. Kedua tiang dipasang di sisi timur dan barat arena pertunjukan dengan posisi berdiri atau menjulang. Atraksi ini (kalongking) merupakan pertanda berakhirnya pertunjukan Sandur.
▲[[Dusun]] Jepang, salah satu dusun dari 9 [[dusun]] di Desa Margomulyo yang berada di kawasan hutan memiliki luas 74,733 hektare. Jarak sekitar 4,5 kilometer dari ibu kota Kecamatan Margomulyo, 69 kilometer arah barat-selatan atau kurang lebih dengan jarak tempuh antara 2-2,5 jam perjalanan dengan kendaraan dari [[ibu kota]] Bojonegoro dan 259 kilometer dari [[ibu kota]] Provinsi [[Jawa Timur]] ([[Surabaya]]).
▲Masyarakat [[Wong Samin|Samin]] yang tinggal di dusun tersebut, adalah figur tokoh atau orang-orang tua yang gigih berjuang menentang [[Kolonial]] [[Belanda]] dengan gerakan yang dikenal dengan [[Ajaran Samin|Gerakan Saminisme]], yang dipimpin oleh Ki [[Samin Surosentiko]]. Dalam Komunitas Samin tidak ada istilah untuk membantu [[Pemerintah]] [[Belanda]] seperti menolak membayar [[pajak]], tidak mau kerja sama, tidak mau menjual apalagi memberi hasil bumi kepada [[Pemerintah]] [[Belanda]]. Prinsip dalam memerangi [[Kolonial]] [[Belanda]] melalui penanaman ajaran Saminisme yang artinya sami-sami amin (bersama-sama) yang dicerminkan dan dilandasi oleh kekuatan, kejujuran, kebersamaan dan kesederhanaan.
▲Sikap perjuangann mereka dapat dilihat dari profil orang samin yakni gaya hidup yang tidak bergelimpangan harta, tidak menjadi [[antek]] [[Belanda]], bekerja keras, berdoa, berpuasa dan berderma kepada sesama. Ungkapan-ungkapan yang sering diajarkan, antara lain: sikap lahir yang berjalan bersama batin diungkapkan yang berbunyi ''sabar, nrimo, rilo'' dan ''trokal'' (kerja keras), tidak mau merugikan orang lain diungkapkan dalam sikap ''sepi ing pamrih rame ing gawe'' dan selalu hati-hati dalam berbicara diungkapkan ''ojo waton ngomong, ning ngomong kang maton''. Lokasi masyarakat Samin (dusun Jepang) memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi objek Wisata Minat Khusus atau Wisata Budaya Masyarakat Samin melalui pengembangan paket Wisata Homestay bersama masyarakat Samin. Hal yang menarik dalam paket ini ialah para wisatawan dapat menikmati suasana dan gaya hidup kekhasan masyarakat Samin. Untuk rintisan tersebut, kebijakan yang telah dilakukan adalah melalui penataan kampung dan penyediaan fasilitas sosial dasar.
== Transportasi ==
|