Kerajaan Wajo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 27:
'''Wajo''', juga dieja '''Wajoʼ''', '''Wajok''', atau '''Wajoq''',{{efn|[[Konsonan letup celah-suara|Hentian glotal]] dalam [[bahasa Bugis]] dan [[Rumpun bahasa Sulawesi Selatan|bahasa-bahasa Sulawesi Selatan]] lainnya dieja secara bervariasi dengan ⟨q⟩, ⟨k⟩, ⟨ʼ⟩, atau dibiarkan tidak ditulis. Artikel ini menggunakan ⟨ʼ⟩ untuk merepresentasikan hentian glotal, ⟨e⟩ untuk bunyi [[pepet]], dan ⟨é⟩ untuk [e] dalam bahasa Bugis. Pengecualian diberikan bagi beberapa nama tempat yang sudah lazim dikenal dengan ejaan tertentu dalam bahasa Indonesia, semisal ⟨Wajo⟩ alih-alih ⟨Wajoʼ⟩, dan ⟨Bone⟩ alih-alih ⟨Boné⟩.}} merupakan sebuah [[monarki elektif|kerajaan elektif]] [[Suku Bugis|bersuku Bugis]] yang berkembang di sisi timur semenanjung [[Sulawesi Selatan]]. Wajo didirikan pada sekitar abad ke-15 sebagai bagian dari gelombang [[pemerintahan terpusat|pemusatan politik]] akibat [[pertanian intensif|intensifikasi pertanian]] di kawasan setempat, lalu berkembang hingga menjadi saingan utama negeri-negeri sekitarnya seabad kemudian. [[Perang Makassar]] dan pertikaian di tanah air pada akhir abad ke-17 menyebabkan migrasi besar-besaran orang Wajo ke luar negeri. Meski demikian, jaringan perantauan yang disertai dukungan pemerintahan terhadap perdagangan membawa Wajo mencapai puncaknya sebagai [[hegemoni|negeri adidaya]] di Sulawesi Selatan menggantikan [[Kesultanan Bone|Bone]] selama beberapa masa pada abad ke-18. Wajo mempertahankan kemerdekaannya hingga tunduk sebagai [[swapraja]] bawahan [[Hindia Belanda]] setelah [[Ekspedisi Sulawesi Selatan]] pada awal abad ke-20. Kerajaan ini terus bertahan dalam bentuk yang lebih terbatas hingga pertengahan abad ke-20, ketika wilayahnya dijadikan [[Kabupaten Wajo]] di bawah pemerintahan Republik Indonesia yang baru merdeka.
 
Secara politis, Wajo merupakan [[konfederasi]] dari [[#Pembagian administratif|tiga bagian utama]] yang membawahi puluhan komunitas kecil dengan [[daerah otonom|otonomi]] lumayan besar. Pemimpin tertinggi Wajo berperan sebagai simbol pemersatu, hakim dan [[panglima tertinggi]], serta mewakili Wajo dalam [[urusan luar negeri]]. Bersama [[#Struktur politik|dewan tertinggi]] yang beranggotakan tiga pasang pejabat sipil dan militer sebagai wakil dari masing-masingtiga bagian, ia juga berwenang mengurus pemerintahan sehari-hari di Wajo. Para pemimpin harian ini disokong oleh 33 orang pejabat lainnya, yang berkumpul bersama dewan tertinggi hanya pada saat memutuskan hal-hal yang penting, termasuk musyawarah pemilihan pemimpin tertinggi yang baru. Kekuasaan dewan ini diimbangi juga dengan perwakilan rakyat merdeka, satu dari setiap bagian, dengan wewenang yang cukup besar.
 
Masyarakat Wajo melembagakan [[#Hak-hak dan hierarki sosial|prinsip-prinsip kemerdekaan]] yang mencakup beragam hak, mulai dari [[hak milik|kepemilikan pribadi]] hingga [[kebebasan berbicara|kebebasan berpendapat]]. Hanya saja, selain kalangan [[ningrat]] dan orang merdeka yang dijamin hak-haknya dan terwakilkan dalam pemerintahan, terdapat pula golongan [[budak]] dengan hak-hak yang lebih sedikit. Mata pencaharian utama penduduknya, selain dari pertanian dan perikanan, adalah perdagangan. Perniagaan Wajo maju pesat pada abad ke-18 dan ke-19 seiring dengan menyebarnya masyarakat perantauan, hingga mampu menggapai tempat-tempat yang jauh di berbagai pelosok [[Asia Tenggara Maritim]]. Kemajuan dalam bidang perdagangan ini juga diperkuat dengan dukungan politik, legal, dan finansial yang diberikan oleh sesama masyarakat rantau maupun oleh pemerintah Wajo di tanah air.